bab 12

1.8K 146 1
                                    

Arga sengaja terlambat berangkat sekolah, bahkan sudah telat hampir sejam, ia juga tak niat ke sekolah lagi, kalau kesana hanya untuk di permalukan, diolok-olok lebih baik tak kesana sama sekali, atau sekalian saja tak sekolah lagi.

Rata-rata semua sekolah itu sama, tak pernah adil.

Pak Rafli melihat Arga memutar jalannya ke arah kiri, padahal rute ke sekolah dari arah kanan, pak Rafli pun segera mendekatinya.

Ia menghentikan motornya di sebelah Arga, "kamu mau kemana?"

"Danau!"

"Naik, cepat!"

Arga nurut ia mengira mereka akan kesana bersama-sama, tapi pak Rafli memutar arah dan bergerak menuju arah sekolah.

"Pak, saya mau ke danau!"

"Maksud kamu bolos?" Pak Rafli memperjelas tujuan Arga.

"Turunin saya pak!"

"Harga diri kan kamu bilang? Ini tunjukkin harga diri kamu!"

"Maksudnya?" Tanya Arga.

"Kamu harus speak up, kalau kamu itu ga salah, kali ini jangan mau diinjak injak lagi harga diri kamu!"

"Saya ga mau di sidang, lebih baik langsung aja di keluarkan, saya capek di bully"

"Ga, jangan jadi pengecut! Lawan!"

Arga diam, pak Rafli menyentuh dengkul Arga, mengelusnya, "ingat, ada saya di samping kamu, kamu harus bicara Arga!"

****

Sidang,

"Tau kan apa salah kamu?" Guru BK bertanya

Arga diam tak menjawab, ini bukan kali pertama guru BK itu bertanya, ia murka karena sifat acuh Arga, kemudian menggebrak meja sekuat tenaga, membuat Arga tersentak kaget.

"Kamu punya mulut? Jawab! Kenapa kamu mukul pak Bandi, apa hanya karna pak Bandi nyindir kamu ga akan lulus?"

Arga menggeleng.

"Jadi apa?"

Ia mengedikkan bahunya, semakin membuat guru diruangan itu kesal, guru BK melihat antusias pak Rafli yang ingin bersuara,
"Silahkan pak Rafli!"

"Saya sebagai saksi, kalau anak didik saya ga salah, saya ada dilokasi kejadian!"

"Kalau gitu bisa dijelaskan apa alasan Arga memukul pak Bandi?" Tanya guru BK.

"Pak" Arga akhirnya membuka suara.

"Bagaimana perasaan bapak kalau ibu bapak dihina? Dijadiin bahan bercandaan? Dan bapak dikatakan sebagai anak haram? Bapak suka?"

Semua guru menatap heran Arga, apa benar pak Bandi berujar seperti itu, padahal bak Bandi adalah guru bahasa Indonesia yang dimana mengajarkan tata cara sopan santun.

Guru BK langsung menoleh ke pak Rafli "apa pak Bandi mengatakan hal demikian?"

Pak Rafli mengangguk.
"Bukan kan seorang guru harusnya bertutur yang baik? karena menjadi panutan anak didiknya?"

Guru yang diruangan itu mengangguk, menyetujui ucapan pak Rafli, kemudian guru BK mengarah pada pak Bandi.

"Bagaimana pihak pak Bandi?"

"Ada bukti kah pak? Soalnya bukti saya lebih concrete kalau saya yang mendapati kekerasan! Sedangkan mereka hanya omong kosong!"

"Omong kosong?" Pak Rafli tak menyangka seorang guru bisa melakukan playing victim.

"Iya! Bukannya bapak tak menginginkan anak didiknya dikeluarkan karena merasa gagal jadi seorang guru? Makanya mengikuti cara haram seorang murid yang berani memfitnah seorang guru!"

"Saya ga memfitnah, anda yang memfitnah!"

"Bukti?"

"Kalau saya dapat buktinya, bisakah bapak sujud di kaki Arga?"
Pak Rafli menantang.

"Baik" pak Bandi mengiyakan.

Sidang pertama berakhir siang itu, dan akan disusul sidang kedua sebagai penentuan apakah Arga dihukum atau tidak, lalu semua kembali seperti biasa, pak Rafli mengajak Arga untuk makan siang, karena sedari tadi pagi, pak Rafli tak melihat anak didiknya ini sarapan.

Iya pak Rafli sering memperhatikan Arga secara diam-diam.

"Kamu pesan apa?" Tanya pak Rafli.

Arga diam, dia terlalu hanyut dalam lamunannya, dan tak sadar pak Rafli melambaikan tangan ke hadapannya.
"Hei"

Arga tersentak, "Ah iya pak?"

"Kamu kenapa?" Tanya pak Rafli

"Gapapa pak"

"Kamu ga mau cerita sama saya?"

"Saya cuman heran, bapak kenapa mau bantuin saya? Padahal apa yang dibilang pak Bandi itu fakta"

"Mencemooh itu salah, sejak kapan jadi benar? Udahlah sekarang kamu belajar yang benar biar masalah bukti urusan saya!sidang kedua kita harus menang!"

Menyerah adalah deretan pertama dikamus Arga, benar kata orang, kalau dia tak pernah ada semangat di hidupnya, tapi, semenjak kenal pak Rafli, kalimat yang selalu terlintas di otaknya adalah,
"Aku pasti bisa"

"Pak" Arga memanggil, pak Rafli menyahut, dan menatap Arga dengan senyuman, sesak, ada yang salah didalam dada Arga sekarang, entah kenapa jantungnya berdetak begitu cepat.

"Saya mau pelajaran tambahan sama bapak, sekarang, saya benar-benar mau lulus"

Pak Rafli tersenyum lebar, kalimat itu yang ingin dia dengar, seberapapun usaha pak Rafli kalau tak ada niat didalam diri Arga, maka, dia tak akan bisa lulus, tapi kali ini, Arga mengatakannya.

Tak butuh jawaban panjang lebar, pak Rafli mengatakan, less nya akan dimulai malam ini.

Mulai malam itu, setiap hari tanpa absen Arga mendatangi kos-kosan pak Rafli, semangat nya untuk lulus kian membara, Arga juga kadang-kadang mencuri pandang saat pak Rafli menerangkan soal.

Entah apa yang ia rasakan terhadap gurunya itu, ia tak mau cepat menyimpulkan.

.
.
.
.
Dan itu berjalan lebih dari dua Minggu, tak sadar waktu ujian nasional semakin dekat sekitar sebulan lagi, pak Rafli tak akan bisa mengajari kembali semua mata pelajaran Arga yang tertinggal, jadi setiap malam selesai less pak Rafli selalu berujar,

Ingat, kita usaha semaksimal mungkin ya, Ga.

Guna mensugestikan muridnya agar tak terlalu berharap kalau ekspetasi tak sesuai harapan.

....

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang