"terungkap"
Dari sejak pernyataan itu, sikap pak Rafli berubah, Arga masih mengira bahwa itu akal akalan dari kekasihnya saja, tapi perlahan pak Rafli mulai menghindarinya.
Suara ketukan membuyarkan lamunan Rafli, ia mendekat ke arah pintu dan kaget melihat tamunya malam ini.
"Mas, aku boleh masuk?" tanya Arga.Rafli meneguk Salivanya, ia mempersilahkan Arga masuk, dan ketika pintu itu ditutup, secepat kilat Arga langsung memeluk kuat mas Rafli, kekasihnya itu agak sempoyongan membalas pelukan Arga, rindunya membuncah akibat dua hari mas Rafli tak ada kabar.
"kamu kenapa Ga?"
"aku yang harus nanya! mas kemana aja?"
Flashback
Dering ponsel Rafli acap kali berbunyi, sedangkan pemiliknya masih dikamar mandi, dan sekali lagi dering itu kembali berbunyi, Rafli pun berlari kecil kearah ponselnya itu.
Ada empat panggilan tak terjawab dari Layla, Rafli mengerutkan dahinya, entah kenapa, ia ragu-ragu untuk menghubungi Layla, ingin sekali rasanya jujur, kalau dirinya tak menginginkan pernikahan ini, tapi apa sanggup seorang Rafli melihat orangtuanya kecewa?
Rafli menggeleng kuat, ia begitu mencintai Arga, dan juga tak bisa menghentikan pernikahan itu nanti, apalagi sampai di cap sebagai anak durhaka, dengan alasan Rafli tak normal.
Arghhhh Rafli mengusap gusar wajahnya.
Lebih baik tetap jadi anak yang patuh untuk kedua orangtua adalah jawaban paling benar dari semua kegelisahan, tanpa sadar kalau dia mematahkan harapan dan kebahagiaan seseorang.
Akhirnya Rafli menghubungi kembali Layla,
"kamu bisa kesini ga? aku bikin malam buat kita, aku, kamu dan calon anak kamu"
Setelah beberapa menit alamatnya dikirim, malam itu juga Rafli langsung menuju rumah Layla, dengan mobil Avanza hitam milik pribadinya, ia pun meluncur cepat, karena harus membangun kemistri yang baik dengan anak sambungnya nanti.
Sesuatu yang baik akan dimulai malam ini, pikir Rafli.
tapi, saat mobil itu masuk ke pekarangan rumah Layla, tanpa membuka jendela mobilnya, Rafli benar-benar tercengang, ia melihat jelas Arga yang tengah duduk bersila diteras rumah Layla, satu yang menjadi pusat pikirannya, Arga siapanya Layla?
beberapa menit saja, tak ada niatan turun padahal Layla sudah menunggunya didepan pintu, sifat pengecut Rafli pun muncul dan memilih kabur meninggalkan Layla berdiri mematung.
Rasa bersalah menghantui Rafli, karna merasa ingkar janji pada Layla, kode etiknya kali ini ia langgar, bukankah seorang laki laki yang di pegang itu ucapannya?
Arghhhh lagi lagi dia mengusap gusar wajahnya, dan memukul setir mobil itu dengan tangan kanannya.
.
.
.
"mas, mass" panggil Arga, "kamu kenapa diam aja? kenapa kamu ngehindar mas?"kikuk, dia bingung menjawab apa, gelisah karena pacarnya adalah calon anaknya? ibu dari pacarnya adalah calon istrinya? bingung karena dihadapkan oleh situasi rumit, percuma ia menghindari Arga, toh, nanti dia akan bertemu Arga lagu, walau tak sebagai seorang kekasih.
tapi apakah kekasihnya itu bisa menerima kenyataan yang terjadi kalau Rafli adalah calon ayahnya?
"kamu ngelamunin apa si mas?"
mas Rafli menggeleng, "ga ada apa apa kok"
"aku liat kamu kayak punya banyak pikiran belakangan ini"
"ga kok" Rafli mengelus bahu Arga, "kamu fokus belajar aja bentar lagi mau ujian"
"iya mas, aku izin tidur disini boleh ya?"
Rafli mengangguk mengizinkan.*****
Rafli acuh pada pesan yang berulang kali masuk, dari Layla, sekarang dia tak bisa menjawab pesan itu, karena Arga sedang berbaring di dadanya, dan kekasihnya ini belum benar-benar tertidur pulas.
bahkan ketika Rafli mulai mengantuk, notifikasi pesan masuk begitu mengganggunya, untuk benar-benar memastikan Arga tidur, Rafli menggerakkan tubuhnya, dan tak ada tanda tanda Arga terbangun, baiklah dia akan membalas pesan itu.
pesan yang membikin Rafli membulatkan matanya,
"ha?"Layla,
kamu bilang, apa yang terucap dari mulut kamu, akan kamu pertanggung jawabkan, semalam kerumah aku aja kamu ga mau turun, salah aku apa ya? pernikahan kita sudah mau dekat Rafli, kalau kamu menghindar kek gini, aku yang akan kejar kamu, aku tau lokasi rumah kamu, aku bisa kesana! kamu uda janji loh, dan aku minta kamu tepati!Rafli,
maaf, kamu ga usah kerumah aku, kita jumpa di cafe aja, nanti aku share lokasinya, jangan lupa bawa anak kamu, maaf banget aku bikin kamu kecewa, aku janji ga gitu lagi.Layla,
buktikan saja!Rafli menghela nafasnya berat, mulutnya telah mengukir janji yang harus ditepati, antara cinta dan tuntutan, pada Arga, Rafli sungguh-sungguh memperjuangkan cinta itu, tapi disisi lain, dia harus terjebak dengan ucapannya sendiri, menikahi seorang wanita.
apalagi wanita itu ibu dari kekasihnya sekarang.
tripple kill, seakan jatuh ditimpa tangga pula, pukulan rasa bersalah benar-benar mengelilinginya, malu, Rafli juga marah dengan dirinya sendiri, kenapa harus berjanji kalau ia tak sanggup menepati, menjadi orang baik emang harus tapi terkadang baik dan bodoh satu hal yang sama.
dalam masalah ini, dan situasi ini, ia masih berpegang teguh, "kalau anak itu harus membahagiakan orang tuanya" walaupun yang dilakukan menyiksa batinnya.
Membahagiakan orang tua bentuk dari kewajiban kita sebagai anak, tapi alangkah baiknya kita juga harus memperhatikan kondisi hati kita, apakah kita ikut bahagia?
kalimat sederhana yang sukar dan jarang di ucapkan, "apakah kita sudah bahagia sekarang?"

KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
Teen Fiction"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...