Bab 43

1.3K 104 1
                                    

Arga terbangun ketika pantulan sinar matahari menyilaukan matanya, seseorang mungkin baru menyibak gorden jendela itu, lalu ia mendudukkan tubuhnya sembari mengucek-ngucek matanya yang masih berat, tiba-tiba wangi Pinus menusuk Indra penciumannya, Arga tersadar, dia kini diatas kasur empuk bermerek terkenal, bahkan lebih kaget lagi ketika menyadari hanya selimut tebal ini yang menutupi seluruh tubuh telanjangnya.

apa yang terjadi tadi malam?

Arga memperhatikan lamat-lamat kamar ini, nuansa yang tampak asing, banyak poster aktor laga menempel diseluruh dinding, padahal ini kamar yang pernah dipakai sang nenek, Arga sampai lupa seperti apa nuansa kamar si wanita tua itu.

Kenop pintu kamar berbunyi, seseorang akan masuk, Arga tak tau siapa ini, Ia kembali merebahkan tubuhnya dan berpura-pura tidur, langkah kaki semakin mendekatinya, wangi sabun dapat Arga rasa, sepertinya pria ini baru selesai mandi, Arga juga mendengar ia meletakkan sesuatu di meja sebelah Arga.

lalu tubuh Arga menegang ketika tangan kekar itu membelai pangkal rambutnya, "morning" ia juga memberikan kecupan di dahi Arga, mati kutu, siapa pria ini? tapi kenapa wanginya tak asing?

Saat pintu kembali ditutup Arga langsung membangkitkan tubuhnya lagi melirik meja disebelahnya, sebuah nampan, dengan isi, sepiring nasi goreng dan air putih.

Arga mencoba mengingat kejadian tadi malam, tapi malah kepalanya terasa sakit, tapi kenapa ia bisa telanjang? bukannya terkahir kali, seingat Arga dia akan tidur diruang tamu? kenapa berakhir disini?—beberapa menit kemudian—arga menggerutu kesal, ia menenggelamkan wajahnya kebantal ketika menyadari apa kejadian tadi malam.

malam panjang yang panas dan penuh nafsu, ahhh, mengingatnya saja membuat sesuatu mengeras dibalik selimut itu, Arga menggelengkan kepalanya, mengahalau pikiran jorok,

masa ia ingin ejakulasi disini?

Arga mencari pakaiannya, namun tak ada di lantai, bahkan seharusnya kamar ini berserakan karna pergulatan panas terjadi tadi malam, lalu, kenapa kini bersih dan tertata rapi?

mata Arga membulat sempurna, ia menduga Om Damar mencuci pakaiannya, ia langsung bergerak menuju kamar mandi dengan selimut yang melingkari tubuhnya, sial, bajunya tak ada di tumpukan kain kotor, melainkan sudah tergantung di jemuran.

mau letak dimana wajah Arga sekarang?
.
.
Usai mandi, secepatnya ia memakai pakaiannya dan pergi dari sini, tapi Arga tak melihat tasnya di ruang tamu, ia mencari lebih teliti lagi dimana ia menyimpan tasnya, namun tetap tak ada, bagaimana ia pergi kalau tak ada baju?

"lah, kok masih handukan?" tanya Damar yang baru dari warung.

"eh iya ini–" Arga menggaruk tengkuknya yang tak gatal, "tas aku hilang kayaknya"

"ga, tadi pas aku bersihin rumah, aku simpan didalam kamar"

Arga lega mendengarnya, lalu setelah itu, mereka duduk berdua diteras rumah.

"Uda dimakan nasi goreng nya?" Damar memulai lebih dulu.

Arga mengangguk, ia terlarut akan suasana desa yang tentram, padahal matahari mulai naik, kalau di kota, ini saat terik-teriknya, Damar memerhatikan saja remaja ini, ia terlalu banyak melamun, ntahlah apa yang ia lamunkan.

"enak kan suasananya?" Damar berujar lagi.

Arga menoleh sembari tersenyum simpul, ketika netra mereka bertemu, disitu Damar tergugah bahwa indahnya paras remaja ini, Damar terkekeh sambil menundukkan kepalanya, berapa kali sudah ia memuji rupa anak ini?

lagi-lagi Damar dibikin salah tingkah, "Selama disini, Om uda pernah kayak gini belom?"

menarik nafas dalam-dalam, dengan mata terpejam, membiarkan semua akar permasalah berkumpul menjadi satu titik, lalu dibuang dengan satu hentakan, rasakan semuanya begitu plong sudah..

Damar mengikuti instruksi dari Arga, ia tak benar-benar memejamkan mata, ia terus memerhatikan tingkah makhluk disebelahnya ini.

"kamu mau lebih nyaman ga?"

alis Arga terangkat sebelah, "mau"

"ada dimana tempat yang bikin kita ngerasa, kita pulang"

"dimana?"

"yuk, aku kasih tau tempatnya" dengan menarik jaketnya yang tergantung tak jauh dari tempat duduknya, lalu merogoh kantung celananya, mencari kunci motor.

"naik motor? jauh kah?"
Arga kebingungan.

"iya, yuk" ajak Damar ketika mesin motor itu berderu, dan mereka beranjak pergi ke tempat yang dikata lebih nyaman itu.

Butuh waktu setengah jam diperjalanan, tapi ketika tempat itu didepan mata, suasana pulang itu berkerja dengan baik, mungkin di bilang tak terlalu di tengah hutan, walaupun lokasinya dikelilingi pohon-pohon yang menjulang tinggi.

ada telaga dan air terjun yang menjadi objek keindahannya namun bukan itu pusatnya, melainkan, gundukan dataran tinggi yang memperlihatkan keseluruhan desa ini, beberapa langkah lagi untuk mencapai pusat indah ini.

Disana disediakan beberapa batang pohon sebagai tempat duduk para makhluk yang mencari kata healing.

disanalah mereka berdua duduk, setelah memarkirkan motornya tak jauh dari tempat mereka, dengan tak berbekal apapun, hanya sekedar duduk dan menatap isi desa ini dari atas.

Arga menarik nafasnya lagi disini sembari merentangkan tangannya membiarkan semilir angin memeluknya, suara deru air terjun menambah fokusnya untuk membuang hal negatif dari pikirannya.

"gimana?" tanya Damar.

dengan masih terpejam, ia berbisik, "ini mah sempurna Om"

Damar terkekeh,  ia mencoba mengikuti Arga, menarik nafasnya dalam-dalam dan membuangnya, yang walau tak memberi efek panjang tapi cukup bekerja.

Damar melihat ada jarak diantara mereka, ia mencoba mendekat, membuat bahu mereka saling bertemu, buat apa menjaga jarak kalau tadi malam mereka telah bercumbu,

"Om"

"ya?" Damar menoleh.

"makasih ya"

Damar mengangguk, "mau lebih nyaman lagi ga?"

Arga ternganga, "kita pergi lagi nih?"

"gak kok" kekehnya, "coba teriak, keluarin semua unek-unek didalam hati mu"

"ide bagus" setelah semenit kemudian, Arga berteriak lantang dengan memaki orang-orang yang memberikan kenangan pahit dan air mata di hidupnya, lalu tersenyum lebar ke arah Damar.
"makasih ya Om"

"buat?"

"buat-

Damar menarik tengkuk Arga, melumat bibir mungil remaja itu beberapa detik sebelum dia melepasnya.

Arga terdiam, ia membuang pandangannya, hal itu membuat Damar merasa bersalah, tersulut kata "maaf" dari bibir Damar.

"gapapa Om, aku benar-benar healing disini, om bikin aku lupa sama semua masalah aku"

Damar mengangguk, "Alhamdulillah, emang kamu ga takut kalau aku bakal apa-apain kamu disini?"

"maksudnya?"

"misal, dorong kamu pas kamu lagi merem tadi"

Arga tertawa, "tapi aku masih baik-baik aja sekarang, tandanya niat buruk itu ga kejadian"

"eh itu perumpamaan"

"alah, emang om uda niatin kan, tapi ga jadi wkwkwk"

"ha? engga lah ga kang kriminal saya"

tawa Arga renyah ditambah tawa Damar terlihat terpaksa.

sepanjang perjalanan pulang, Damar menawarkan lagi, "besok bakal Om ajak keliling desa naik motor mau ga?"

"mau"

"assekkk"

"hahahha"







STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang