bab 53

1.2K 98 0
                                    

"ceritakan!" titah Adrian.

"saya ga tau harus mulai dari mana pak, tapi inti pokoknya yang buat saya heran itu, pak rafli belum menyentuh mba Layla dari awal nikah, apa mungkin selingkuh?"

Adrian masih mendengarkan.

" saya hanya kasian sama mba Layla yang diperlakukan acuh sama pak Rafli, nanti dirumah cuman beberapa hari terus diluar kota hampir 2 atau 4 bulan, kalau gitu kenapa mba Layla di nikahin?"

Adrian menggeleng tak tahu, ia juga pusing, kenapa ada seorang laki-laki yang tak mau menyentuh perempuan—bahkan jika dia tak mencintai perempuan itu setidaknya anggaplah dia mainan sex atau pemuas nafsu saja, apa jangan-jangan Rafli—

"apa pak Rafli ga normal ya pak?"

Adrian mendelik tajam ketika bi Inah mengajukan pertanyaan itu, bi Inah menunduk ketakutan ketika sorot tajam itu menatapnya.

"jangan fitnah" lalu Adrian menyuruh bi Inah turun, dan dia pun langsung bergegas ke kantor Rafli, kemungkinan besar ia disana.

belum sampai ke kantor, tiba-tiba Adrian menghentikan laju mobilnya—ketika menyadari laki laki muda yang tengah berdiri memandangi sekolah menengah itu seperti seseorang yang ia kenal.

Adrian menyipitkan matanya, memperhatikan lagi dengan seksama; punggung laki laki itu, potongan rambutnya dan mobil yang terparkir tak jauh darinya pun Adrian seperti mengenalnya.

Jelas sekali itu Rafli, Adrian hendak turun tapi Rafli malah masuk kedalam mobil dan berlalu pergi, Adrian memilih mengikutinya dari belakang, kalau benar dugaan Adrian, Rafli selingkuh, habislah Rafli ditangan Adrian.

Mobil Rafli berhenti didepan apartemen mewah, Adrian juga berhenti tak jauh dari mobil adiknya itu, ia menatap heran, kerutan dahinya terlihat jelas, ingin sekali menghampiri Rafli dan langsung bertanya apa tujuannya kemari?

Rafli turun dengan menenteng paper bag hijau army, lalu meletakkannya dihalaman apartemen itu, tadi sempat satpam menghadang dan bertanya apa yang Rafli bawa, tapi, sepertinya aman setelah di cek oleh satpam tersebut.

lalu Rafli pun meletakkan paper bag itu lagi, kemudian menekan tombol bel yang berada di samping pintu, setelah itu, ia berlari kecil kedalam mobil, Adrian berdecak kesal, hal bodoh apa yang dilakukan adiknya ini, sang penghuni keluar dengan melirik paper bag di atas matrasnya.

pria muda dengan rambut dikuncir kuda itu pun mengambil paper bag tersebut lalu melirik kedalam, Adrian bisa melihat jelas raut heran si pria muda itu berubah menjadi memerah, datar dan tersirat amarah, kemudian ia berlari kecil ke arah tong sampah dengan ringan membuangnya, lalu kembali masuk kedalam.

Adrian tak tau apa respon adiknya yang berada di dalam mobil, mobil Rafli berlalu begitu saja dihadapannya, meninggalkan Adrian yang masih tampak heran di sana, setelah merasa mobil Rafli benar-benar hilang dari pandangan, Adrian memilih turun karena penasaran apa isi paper bag itu, sehingga sang pria muda membuangnya dengan kasar.

Adrian melangkah pelan ke tong sampah, lalu mengambil paper bag itu, dan memeriksa isi dalamnya, sungguh terkejutnya Adrian ketika membaca stiky notes dari Rafli.

(saya ga kapok-kapok minta maaf sama kamu, sejujurnya saya ga ada niatan buat mainin perasaan kamu, saya tulus sayang sama kamu Arga, saya nyesal tinggalin kamu, maafin mas Arga.

kamu tau ga, saya juga ga bisa mencintai istri saya, saya masih mencintai kamu, tapi satelah saya tau kamu bahagia sama orang lain, saya ikhlas, saya berharap kamu bahagia sama dia ya, salam saya, mas kamu, Rafli.)

sayang?
Arga?

Adrian membelalakkan matanya, ia sungguh tak percaya, kini terjawab sudah, kenapa sang adik enggan menyentuh istrinya ternyata Rafli berbeda, Rafli hebat menyembunyikan hal ini rapat-rapat dari dirinya dan keluarga, Adrian si kakak kandungnya saja— yang dulu selalu menghabiskan waktunya bersama Rafli, bisa-bisa tak tau hal ini?

lalu kenapa dia menikahi Layla?
bukankah itu menyakiti dua hati?

"arghhhhhhh" Adrian mengacak rambutnya frustasi, sebelum pergi Adrian membawa paper bag itu sebagai bukti untuk membungkam Rafli.

****

Layla mengusap lembut bingkai foto yang melampirkan gambar kedua anaknya, Arga dan Aldo, masih jelas teringat, saat Aldo memaksa kakaknya untuk foto keluarga, Aldo heran didalam rumah yang cukup luas itu tak ada satupun foto keluarga, maka timbullah ide dari si anak bungsu.

Aldo seperti bayi yang merengek-rengek meminta kakaknya untuk bersedia ikut foto bersama mereka, butuh tenaga ekstra untuk membujuk si manusia tanpa ekspresi itu yang akhirnya mengangguk dengan menampilkan wajah datar sepanjang mereka foto bersama.

bahkan pulang pun Aldo dibuat meringis karena Arga tak merespon ocehannya, sang adik ingin lebih dekat namun sang Kaka enggan untuk menurunkan gengsinya tapi percayalah Arga sangat menyayangi Aldo.

bingkai itu basah karna bulir-bulir bening yang menetes dari sudut mata Layla, ada Isak juga yang terdengar, Layla amat merindukan kedua putranya yang selalu membuatnya tersenyum, tertawa karena tingkah konyol Aldo saat mengganggu Arga, bukan seperti sekarang, yang harus tertekan dengan sikap Rafli yang tak bisa Layla masuki.

cukuplah Arga yang dibuatnya pusing, kini harus pula dihadapkan oleh Rafli yang bahkan selalu menjaga jarak dengannya, hanya sekian detik menatap matanya, dan bisa dihitung jari ia berdialog dengan Layla selebihnya hanya gerak tubuh.

Layla bertanya, tak sepenting itukah dirinya dihidup Rafli sehingga mudah untuk mengacuhkannya?

"kamu baik-baik aja sayang?" tanya sang mertua yang datang berkunjung beberapa jam lalu.

Layla menyeka air matanya, padahal ia sudah melipir ke kamar, meninggalkan sang mertua diruang tamu, sang mertua malah menyusulnya.

Layla membalas dengan senyuman yang hambar, dirasa, dadanya semakin sesak ketika sang mertua menanyakan tentang seorang cucu, membahas bagaimana kakak tetua Rafli yang lain sudah pada memberikan cucu, kecuali Rafli dan Adrian.

selisih umur yang tak jauh membuat mereka sering diterpa cekcok besar apalagi sama-sama belum memberikan sang ibu cucu, terkhusus Adrian, dia bahkan belum menikah, bunda habis kesabaran pada anak ketiganya itu, dengan enteng membiarkan Adrian lepas dan tak memperdulikannya.

orang kaya, ralat—orang yang sudah merasa diatas, terkadang suka menyepelekan.

"kamu berapa kali si main sama mas Rafli?" tanya bunda kepo.

Layla mengerjap, ia meneguk salivanya kasar, "setiap jumat Bun"

"ohhh sunah rasul yaaa" timpal sang mertua, "Uda mau dua tahun tapi kalian belum ngasih cucu, kapannn?"

lagi dan lagi, pertanyaan kapan itu sangat mengganggunya, ingin sekali Layla dengan gamblang mengusir mertuanya yang selalu menanyakan cucu padanya, jangankan cucu, di unboxing saja belum, lalu bagaimana bisa melahirkan kalau si anak kesayangan belum membuahinya.

"kan uda dua dari aku" Layla sedikit bertingkah manja.

bunda memutar bola matanya malas, "itu mah bukan darah kandung Rafli Layla"

"hehe iya bun maaf, kita bakal usaha kok"

"bagus, secepatnya ya!"

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang