bab 18

1.7K 126 0
                                    

Hari ini adalah pertemuan kedua bagi Layla dan Rafli, hanya mereka, Rafli mengajak Layla ke cafe yang tak jauh dari rumahnya, anggap saja ini kencan pertama mereka, Rafli memanggil pelayan,

"Saya pesan sup dan lemon juice" ucap Rafli lalu beralih ke arah Layla, "mau pesan apa?"

"Di samain aja" jawabnya sembari tersenyum simpul.

Tak ada percakapan setelah itu, Rafli sibuk berkutat dengan ponselnya, menggeser layar itu ke kanan dan ke kiri, sedangkan Layla hanya menatap lekat pria muda dihadapannya ini.

Sampai akhirnya Layla lah yang memulai percakapan,

"Kamu sibuk banget ya? Kalau gitu makanannya kita bawa pulang aja?"

Rafli mendongak, "ah, engga engga, ini cuman kerjaan aja"

Layla mengangguk paham, terlihat ia membulatkan bibirnya.

"Adrian, Uda berapa lama berhubungan sama dia?"

Layla sempat terperangah, ditengah kencan mereka, Rafli membawa Adrian menjadi topik pembahasan mereka, jujur Layla tak suka seperti ini, tapi sebisa mungkin ia tak harus menunjukkan raut tak suka itu.

"Relationship? Baru tiga bulan ini, tapi kita uda kenal setahun lebih"

Kini giliran Rafli yang mengangguk paham, "ah iya, aku mau ketemu anak Kakak, bisa?"

"Kita sebentar lagi nikah, lebih baik gausah panggil aku kakak" Layla menjelaskan.

"Baiklah, saya mau ketemu anak kamu sebelum kita nikah, saya harus kenal dia seperti saya kenal ibunya"

"Sebagai calon ayahnya, kenapa tidak?"

Mereka tersenyum ketika saling melempar kata calon istri dan suami, tapi, dengan pendapat yang berbeda; Layla merasa pantas menjadi seorang istri tapi tidak untuk Rafli yang merasa mempermainkan perasaan seorang wanita.

Bagaimana jika Layla tau, Rafli bukanlah pria normal?

"Sekali lagi, ada yang mau saya tanyakan" ucap Layla, dia menyentuh punggung tangan Rafli, "kamu serius mau menikahi ku? Tak masalah dengan latar belakang gelapku? Dan jujur, pertanyaan ini sempat menggangguku, apa kau mencintaiku? Aku tak ingin bersanding jika alasan mu mencintai ku karena kau mengasihani ku?"

Rafli menatap sendu wajah Layla, manik mata Layla mengingatkan manik indah yang belakangan ini selalu hadir di mimpinya, manik seorang yang sepertinya ia cintai.

Arga, entah kenapa wajah Arga yang  berada dihadapannya kini, Rafli menarik nafas panjang, mencoba menyadarkan pikirannya, kalau ia bersama Layla sekarang, hargai dia, ia mencoba menerapkan itu di pikirannya.

"Kenapa kamu diam, Rafli? Kamu ragu?" Tanya Layla.

Rafli menggelengkan kepalanya, "aku sudah pernah bilang, apa yang keluar dari mulutku harus ku pertanggung jawabkan! Hanya itu!"

"Kau mencintaiku?"

Kalimat itu menohok, seakan kau tak bisa lagi berbohong, skak mat!

Rafli mengangguk, ia tak ingin mengecewakan Layla, tapi lupa kalau ia juga mengecewakan Arga.

Yang mana akan menjadi anak tirinya sendiri.

****

Perkembangan Arga semakin membaik, keseriusannya dalam belajar membuat nilainya ketahap yang lebih bagus, tak sedikit orang yang memujinya namun tak sedikit juga yang menggunjingnya, mengoloknya dengan membawa kalimat yang begitu menyakitkan, "si anak germo!"

Arga ingin sekali meninju satu persatu wajah yang mengolok-oloknya, tapi, pelukan dari pak Rafli ampuh menenangkannya membuat Arga kembali meredam emosinya.

"Pak, saya izin ga datang less malam ini" ujar Arga.

"Kenapa gitu?"

"Ada kerjaan yang harus saya lakukan, seperti biasa setiap tahunnya"

Pak Rafli tak menanyakan apa kerjaan itu, semua orang punya privasi, jadi sebisa mungkin pak Rafli memahami anak didiknya ini.

Pak Rafli menatap tubuh Arga hingga perlahan hilang dari pandangan, lalu dikagetkan oleh jaya yang menepuk bahu pak Rafli dari belakang.

"Ada apa?" Tanya pak Rafli ketus, jaya tak sendiri, ia sekarang selalu bersama dengan Dinda.

"Bapak ada acara malam ini?" Tanya Jaya

Pak Rafli menggeleng

"Pas kalau gitu" Dinda menimpali, "bapak ikut kita ngerayain ulang tahun Arga!"

Pak Rafli tercengang, "ulang tahun?"

Mereka berdua serempak mengangguk, "lah bapak ga tau?"

"Engga, tapi-" seharusnya pak Rafli peka ketika Arga mengucapkan kalimat, (ada kerjaan setiap tahunnya)

Pak Rafli menepuk dahinya, tanpa berfikir lama ia langsung mengiyakan ajakan dari jaya dan Dinda, tapi,

"Kenapa saya yang kalian ajak?"
Tanyanya.

Dinda menghela nafas kasar, "bapak suka sama Arga, begitu juga dengan Arga, jadi kita mau makcomblangin kalian!"

"Ha?"

Jaya langsung menarik lengan Dinda, membawanya kabur sebelum pak Arga mengintrogasi mereka,

"Jangan lupa pak, abis isya!" Teriak Jaya.




STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang