bab 42

1.4K 123 5
                                    

Arga melirik kamar yang dulu pernah ditempati neneknya, kamar itu kini berganti nuansa, menjadi lebih maskulin, bahkan isi rumah ini menjadi lebih gelap, mulai dari dinding berwarna hitam putih, sudut ruangan dihinggapi oleh asbak rokok, wangi mentol begitu menyengat, bagaimana tidak, kalau yang menempati para bujangan semua.

Kata—Oom yang Arga belum tau namanya ini, dia tinggal bersama dua temannya disini, awalnya om gondrong menyewa sendirian tapi karena masalahnya parno untuk tidur sendirian maka solusinya adalah mencari partner yang bersedia tinggal bersamanya.

ada tiga kamar dan tiga-tiganya penuh semua, ya mau tidak mau Arga harus tidur di ruang tamu beralaskan anyaman tikar warna-warni.

Langit telah merubah kontrasnya setelah warna jingga menyoroti seluruh desa di pelosok Jakarta, burung-burung mulai kembali ke sangkarnya, waktu merehatkan tubuh telah tiba, ya, walaupun banyak para pengais rejeki yang berkerja dari petang hingga subuh hari.

Dua adzan berkumandang telah dilewati Arga—Maghrib dan Isya— Arga mulai menon-aktifkan ponselnya, moodnya akan bertambah buruk jika melihat sosial media, karena akan dipenuhi oleh pernikahan mamanya yang sukses menyita perhatian publik, pernikahan-pernikahan yang bertema Disney di Indonesia—mungkin begitu highlight yang akan dibuat para pembuat berita.
.
.
Arga baru saja hendak merebahkan tubuhnya yang seharian pegal karena duduk di bus, eh kedua teman si Oom itu datang dengan membawa beberapa botol bir, dan snake ringan.

"lah, sampean sopo?" logat medoknya menunjukkan bahwa pria ini asli orang desa ini.

"ahhh saya–"Arga membangkitkan tubuhnya kembali, "saya Arga om"

"om?" mereka serempak kaget.

dari arah kamar, muncul si om gondrong, "dia cucu dari pemilik rumah ini"

mereka terlihat mengangguk paham, lalu meletakkan botol bir dan snake ringan itu di hadapan Arga, kemudian setelah membersihkan diri, mereka duduk melingkar di dekat Arga.

"mumpung ada orang baru, cocok ni main games!" titah salah satu dari mereka.

"games?" alis Arga bertaut, ia tak bersedia ikut tapi segan untuk menolak.

"iya, truth or dare!"

Arga ber-oh-ria, lalu telunjuk jarinya ringan menunjuk beberapa botol bir itu, "bir nya buat apa?"

"ahhh, sebelum kami jelasin peraturan permainannya, kami kenalan dulu kayaknya" ucap si om gondrong mewakili, "aku Damar, dan mereka Yoga dan Putra"

Arga menganggu paham, lalu om Damar mulai menjelaskan peraturan permainannya, "siapa yang ga mau jawab Truth bakal minum bir 3 gelas" dengan mengangkat gelas berukuran kecil itu, "dan terima dare nya walaupun ekstrem, deal?"

"oke, deal"

botol kosong mulai diputar-putar, dan berhenti ketika kepala botol itu mengarah ke om Damar.

"T or D?" Tanya Yoga.

"Truth" jawab om Damar.

"Uda pernah having sex?"

om Damar mengangguk percaya, dia juga bilang kalau dia ahli membikin partner sexnya ketagihan dan terus menginginkan lagi dan lagi.

lalu botol kembali diputar, dan berhenti di teman-temannya om Damar, Arga belum mendapatkan gilirannya, ia terkekeh kecil melihat kedua temannya om Damar mulai teler karna bir itu.

botol itu diputar lagi, sampai akhirnya kepala botol itu mengarah kearah Arga, om Damar membikin Arga kalah telak dengan beberapa pertanyaan yang tak bisa ia jawab, Arga pun meminum seteguk bir itu terus-menerus, hingga akhirnya Arga mulai kobam, dan botol itu terus mengarah kearahnya.

"fristkiss sama siapa?" tanya om Damar,

Arga terkekeh, dengan mata sayu dan sedikit membungkuk, Arga menengadahkan kepalanya menatap om Damar,
"pernah, sama cowok namanya Rafli dan sekarang dia jadi seorang cowok brengsek yang mainin perasaan orang, DASAR ANJING!" kilatan amarah terpampang jelas dari sorot mata Arga.

"cowok?" Om Damar mencoba mengkonfirmasi kalau pendengarannya tak salah.

Arga mengangguk beberapa kali, "kan aku Homo!" ia mengucapkan lantang kalimat itu sembari menepuk-nepuk dadanya, "I proud of my self"

Om Damar masih terkekeh mendengarnya, remaja ini lucu sekali, lalu tiba-tiba senyumnya pudar ketika Arga mengucapkan sesuatu yang mengganggunya, tapi secepatnya om Damar halau,
"ga takut kalau orang tau, kamu itu homo?"

"eh iya hahahah" Arga tertawa terbahak-bahak lalu menutup mulutnya ketika melirik kearah teman-temannya om Damar yang ikut tertawa juga, Arga mendekati om Damar ia berbisik di telinganya, "kira-kira mereka dengar ga yang tadi ya?"

"engga kok, aman"

Arga mengelus dadanya, dan seketika terdiam ketika Om Damar berdiri sejajar dengannya, bahkan jaraknya sangat dekat dengan bibir Arga, membuat Arga bisa merasakan aroma mentol dari mulut pria yang baru dikenalnya ini.

"mau ngerasain kissing lagi ga?" bisik om Damar.

Arga mengangguk kuat, dia menyapu bibir keringnya dengan lidah, lalu melirik sekitar, Arga bingung sama siapa patner kissing nya itu,
"siapa?"

"aku" kata om Damar, yang sukses membuat Arga tersedak, lalu sekian detik ia tertawa terbahak-bahak lagi, "bercandanya ga lucu"

"aku juga BI kok, jadi kita sama"

mulut Arga terbuka lebar, ia merasakan om Damar menggenggam jemarinya lalu menuntun Arga kedalam kamarnya.

kini mereka berdua sudah berada didalam kamar, tak lupa om Damar mengunci pintu kamarnya, memastikan tak akan ada orang yang bisa menyelonong masuk kedalam, sedangkan Arga dibiarkan duduk menunduk di kusen kasurnya.

"hei" suara parau itu memanggil Arga, Arga pun mendongakkan kepalanya yang sedikit teler, kemudian mendekatkan wajah lancipnya ke wajah Arga, semerbak wangi coklat dan alkohol tercium dari nafas remaja dihadapannya ini, satu kecupan mendarat lembut dibibir mungil Arga, bibir merah muda itu terlalu menggoda gairah Damar untuk melakukan lebih lama lagi.

Saat Damar masih terpukau dengan indahnya paras simetris Arga, tiba-tiba saja, remaja yang tengah mabuk itu menarik tengkuk Damar dan menciumnya, Damar tak menyia-nyiakan kesempatan ini, Ia jelas membalas ciuman Arga, tapi sepertinya, lawannya tak seimbang, ciuman Arga masih seperti seorang pemula, padahal, seingat Damar Arga sudah pernah berciuman.

Damar perlahan membuka sedikit mulut Arga, membuat akses lidahnya lebih mudah menemukan lidah Arga, Arga begitu nyaman pada posisi ini, sehingga rautnya terlihat masam ketika Damar melepas ciuman panas mereka itu.

Damar memundurkan beberapa langkahnya, memperhatikan Arga lamat-lamat, lalu membuka semua pakaian yang menutupi tubuh tegapnya, dada bidang kini terekspos sudah, puting kemerahan menyembul keluar, tak tahan lagi, sontak Arga meremas dada Damar, menjilati si daging kecil itu.

Kini lidah Arga mulai lihai memainkan putingnya, membuat Damar mendesah keenakan, Arga menurunkan wajahnya kebagian bawah, daging panjang ini sudah mengeras, Arga ternganga, ukuran panjang dan besarnya hampir sama dengan milik orang kulit hitam.

Damar menjatuhkan Arga dikasur, lalu membuka paksa celana jeans itu dan mengulum penis berukuran sedang, Arga meracau geli, tubuhnya menggeliat kesana kemari, toh, sudah lama tak merasakan kenikmatan seperti ini lagi.

Saat Damar menaikkan kedua paha Arga, bulu bulu halus di sekitar pantat dan area anusnya begitu menggoda untuk dirimming, Damar membasahi jarinya, memasukkan dua ruas jari miliknya kedalam anus sempit milik Arga.

Arga kembali meraung keras, geli dan sakit bercampur aduk, tapi tak mau berhenti, tiba-tiba mati lampu, ini biasa terjadi di pelosok-pelosok desa, dan mungkin akan hidup beberapa jam kedepan.

Hal itu tak menghentikan pergulatan panas mereka, Arga kembali melebarkan pantatnya, guna mempermudah penis Damar mencari bibir anusnya, lalu menghentak masuk lebih dalam membuat dada remaja ini membusung,

"ahhhh, mpssss, ahh"

"lobang kamu, bikin aku ga tahan"

"terusinn ahhhhh"
.
.
.
Sepanjang malam, dihitung sudah beberapa ronde Damar menggempur Arga, terlalu candu untuk melakukan penetrasian lagi...

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang