bab 77

701 44 0
                                    

angin berhembus kencang, langit sore itu langsung merubah kontrasnya, gelap menyeluruh ikut serta akan rasa sakit Arga lagi, tuhan benar-benar tak memberinya jeda, ia tak mampu menahan tangisnya, bahkan ia membiarkan kakinya menuntun jalan—

dan berhenti tepat di depan danau, kalian taulah danau ini, danau bersejarah untuk hidupnya.

hujan sudah turun dengan lebatnya, Arga masih memaki pada danau itu, bahkan sesekali meracau kearah langit, anak itu meminta keadilan, kenapa tuhan seperti menganak tirikannya, dia tak diberi jeda, tak pernah bahagia, dia membenci tuhan tapi sangat membenci dirinya sendiri.

terus meracau, tuhan tak menggubrisnya dengan mengirim suara gemuruh lebih banyak dari rengekannya, Tuhan ingin membuatnya bungkam dan sadar bahwa ini kesalahannya sendiri,

kenapa memilih logika daripada hati?
apalagi menuruti gengsi.

tak ada yang menjemput nya, Arga pulang dengan sendirinya, lalu terlelap dengan baju yang masih basah.

****

perlahan, kelopak mata Arga terbuka, cahaya gradasi semula blur, kini dapat menyesuaikan dgn retina nya, ia menyisir sekeliling nya, ada bunda, Aldo, dan sahabat nya.

"lu sakit katanya ga, makanya gue datang" kata jaya.

"lu sakit apa si ga?" Dinda juga tampak sedih, tapi ada yg bisa menandingi rasa sedihnya?

Arga menghela nafasnya berat, ia juga membuang pandangannya,
"sayang, ada yg mau kamu jelaskan?"

"tanya Aldo, dia lebih tau"

"kok gue?"

"bunda mau tau dari kamu Arga" bunda memohon.

Arga masih tak menggubrisnya,

"argaa"

"APASI?"

kini bunda yang terdiam, bunda bahkan memundurkan langkahnya, dan berlalu keluar dari kamar Arga.

"gue tau Lo kecewa, tapi Lo ga berhak nyeret bunda ikut kecewa, ga guna maaf Lo kalau gitu!" Aldo mulai terpancing emosi, lalu ikut menyusul bunda.

"ga, Lo kok—

Arga menyibak selimutnya, dan beringsut turun dari tempat tidurnya, lalu tergopoh-gopoh menyusul bundanya,

"Bun..."panggil Arga lirih, ia mendorong pelan pintu bunda, lalu melangkah masuk.

bunda membelakangi Arga, ia nangis dibentak sang anak, dan Arga jelas merasa bersalah ia langsung memeluk tubuh bundanya dari belakang.

"bunnn, Arga minta maaf, Arga salah, keterlaluan bentak bundaa, Arga ga mau bikin bunda sedih lagi. Arga minta maaf bunn, liat argaa" pecah sudah tangis mereka bertiga dikamar itu.

bunda membalikkan badannya, dan merangkul anak sulungnya, "bunda maafin, tapi bunda mau tau, kamu kenapa?"

Arga menjelaskan semuanya, betapa peliknya kisah cintanya, sedikit manis dan lebih banyak pahitnya, tangis setiap episodenya, dan marah setiap kalimat nya, "Arga capek bunnn"

bunda dan Aldo memeluk Arga, mereka menyalurkan energi mereka untuk arga, tapi sepertinya bukan ini yang arga mau,

"kamu masih sayang kan sama Rafli, mau bunda bantuin buat ngomong sama dia?"

Arga menggelengkan kepalanya, "gausah Bun, dia bahagia, dan mau dijodohkan, kita jangan ganggu dia lagi, dia berhak bahagia"
tolak Arga dalam tangisnya.

"jadi sekarang mau kamu gimana nak?"

"aku harus ikhlas, dan merelakan mas Rafli, walau aku tau aku tetap mencintainya, sangat mencintainya, jika dia bisa bahagia, aku juga harus memikirkan caraku untuk bahagia"

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang