Layla mendengar suara pintu dibuka, kebetulan sekali dia juga baru selesai masak,
"kamu uda makan siang tadi?" Layla bertanya namun sang anak hanya melewatinya begitu saja, bahkan Arga membanting pintu kamar sekuat-kuatnya.Layla terkesiap, ia termangu dan hatinya kembali bertanya-tanya apa yang salah lagi kali ini? ingin sekali bertanya namun tiba-tiba telepon rumah berbunyi, dan Layla pun segera mengangkatnya.
Raut sedih tadi seketika hilang ketika mendengar berita baik, ia berlari kecil menuju kamar Arga, mengetuk pintu itu.
"Ga, kita diajak makan malam sama keluarga besar Om Rafli, kamu bisa ikut lagi kan Ga?"
Arga terdiam, nafasnya terasa berat sekarang, bibirnya mulai menjawab ia tapi hati bersikeras mengatakan tidak, logikanya pun bergejolak untuk tidak menemui laki laki itu lagi, harga diri lebih penting dari segalanya.
belum ada lima menit, Arga menyeka jawabannya tadi, "kayaknya aku ga bisa!"
"tapi kamu bilang tadi bisa!" nada suara sang mama begitu kecewa.
"Aku ada less, ga bisa ditunda, bentar lagi mau ujian!"
Dari balik pintu Arga mendengar sang mama menghela nafas berat, dan sepertinya sedang menelpon seseorang, seseorang yang suaranya begitu familiar.
"mas, maaf, aku sama Arga kayaknya ga bisa da-
"tunggu Ma!" potong Arga, ia membuka pintu kamarnya, lalu menganggukkan kepalanya, "aku ikut!"
Sudut bibir Layla merekah, terlebih lagi ketika Arga memanggilnya "Mama", ia tak mampu menjabarkan rasanya seperti apa, senang–gembira–bahagia yang berkali-kali lipat, Layla tak mau terlalus berharap, hanya bisa berdoa semoga nanti Arga bisa luluh padanya.
"makasih ya sayang" ucapnya penuh haru, Arga mengangguk saja, lalu kembali menutup pintu kamarnya.
dibalik pintu itu lagi, Arga menumpahkan tangisnya, tangisan dalam diam, ia tak sanggup melihat raut kecewa sang mama, dia sudah rela melepaskan dunia gelapnya dan berusaha menghapus noda buruk yang selama ini melekat pada keluarganya, Layla membutuhkan semangat dari Arga, hanya Arga satu-satunya yang ia punya.
lantas kenapa tak Arga saja yang berkorban?
****
Taxi yang mereka tumpangi telah berhenti tepat didepan rumah megah bernuansa Belanda, bak istana dikelilingi pilar-pilar yang menjulang tinggi bagaikan pondasi kokoh untuk menampung generasi dari generasi.
malam itu, Layla mengenakkan dress hitam polos, klasik tapi sangat minimalis, dipadu padankan dengan high heels dan kalung gold untuk terkesan lebih fancy, sedangkan Arga memakai kemeja kasual berwarna hitam dan celana jeans pendek.
Di depan pintu mereka disambut oleh penjaga, lalu salah satu dari penjaga itu menghantar mereka keruang makan malam, karena ruang dapur dirumah ini lebih dari satu, tanpa penjaga bisa bisa mereka salah ruangan.
Dari jauh Arga bisa melihat jelas pria yang sempat dicintainya itu, terlihat begitu menawan terlebih dengan balutan jas hitam ditubuhnya, Arga terpesona.
Pria itu yang sebentar lagi akan dia panggil dengan sebutan ayah, kalimat itu benar-benar mengusiknya.
Saat jarak mereka semakin dekat, Rafli memeluk Layla lebih dulu, kemudian memeluk Arga dengan begitu erat, mungkin pelukan padanya lebih lama dibanding ke Layla, Rafli terdiam sejenak, ia merindukan wangi tubuh remaja yang dicintainya ini, ingin sekali dia mendekap tubuh semampai itu lagi.
tapi sadar, begitu sukar sudah.
"kita tunda makan malamnya ya Layla" ucap sang ibu mertua, layla menatap heran.
"kenapa Ma?"
ibu mertua mendekati Layla, merangkul pinggang sang menantu, " kita makan malamnya nanti, sekalian aja hari ini tunangan kalian berdua" sembari melirik kearah Rafli.
semesta menangkap ekspresi yang berbeda-beda dari mereka, jelas dengan ucapan sang mertua membuat Layla bahagia, semakin dekat dengan hari pernikahannya semakin bagus menurutnya, sedangkan Rafli, ia menekuk wajahnya, jika kebaikan bagi Layla maka semakin menakutkan untuk Rafli, pasalnya, dalam beberapa hari ini, dia berniat jujur kalau dia tak sungguh-sungguh dalam pernikahan ini..
apalagi Rafli akan terang-terangan mengatakan kalau dia berbeda.
lalu Arga?
dia memilih izin ke kamar mandi, dadanya semakin sesak jika semakin lama disana, tawa dan canda mereka, seperti meremehkan dirinya, maka kesendirian adalah jalan yang terbaik, menangis tanpa diketahui oleh orang lain.
Arga akan balik dalam kesendiriannya, walaupun di baluti keluarga nan harmonis dengan iming-iming "utuh"

KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
أدب المراهقين"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...