Di ujung bibir koridor pak Rafli melihat Arga tengah berjalan lunglai, wajah remaja itu pucat pasih, beberapa kali ia melihat Arga menjeda langkahnya kemudian lanjut lagi, sampai akhirnya Arga melewatinya begitu saja.
Pak Rafli mengikuti Arga dari belakang,
"Kamu gapapa Arga?"Arga tak bergeming ia tetap berjalan lunglai, sampai pak Rafli lebih dulu notice bahwa ada darah yang mengucur dari hidung muridnya itu, pak Rafli spontan mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya dan menyeka darah itu.
Arga terkesiap mundur, ia mendelik tajam ke pak Rafli.
"Kamu lagi ga enak badan, lebih baik ke UKS saja!" Saran pak Rafli.
"Saya ga sakit"
"Tapi wajah kamu pucat loh" pak Rafli menghadangnya.
"Uda pak, minggir, saya mau ke kelas!"
Pak Rafli merangkul Arga dan menyeretnya ke UKS, "kamu lebih baik istirahat!"
Di ruang UKS, Pak Rafli membantu Arga membaringkan tubuhnya, menyelimuti Arga dan mengompres badannya yang panas.
"Hp kamu mana?" Tanya pak Rafli
"Buat apa?"
"Saya mau hubungi mama kamu!"
Arga menggelengkan kepalanya, "saya udah bilang pak, dia ga akan datang ke sekolah!"
"Walaupun kamu lagi sakit?"
"Iya"
Pak Rafli kini yang menggelengkan kepalanya tak percaya, "ga ada ibu yang ga perduli sama kesehatan anaknya!"
Arga memilih diam, kalau dilanjutkan dia bisa emosi, apalagi kalau membahas Layla, dia terlalu sensitif.
"Sini kontaknya biar saya telpon!"
"STOP PAK!" bentak Arga.
Pak Rafli terdiam, "saya cuman ga mau anak didik saya sakit"
Arga membuang pandangannya, dan meminta pada gurunya itu untuk meninggalkan dia sendirian di ruang UKS, pak Rafli nurut, tapi setelah mata pelajarannya habis, ia kembali keruang UKS memastikan kesehatan Arga.
"Kok masih panas banget badannya?" Ujar pak Rafli setelah memeriksa suhu tubuh muridnya itu.
Perawar UKS menimpali, "dia juga ga mau makan pak, padahal uda disediakan makanan!"
Pak Rafli berkacak pinggang menatap Arga, Arga lantas membuang pandangannya, ia menggelengkan kepalanya melihat tingkah Arga, lalu melirik jam tangannya, setengah jam lagi waktu sekolah habis, ia harus menghubungi wali dari Arga.
Pak Rafli meminta biodata Arga ke sekretaris sekolah, namun kontak yang dihubungi tak menjawab, pak Rafli buntu, bagaimana bisa membantu anak ini.
Misterius, tak ada yang tau kehidupan anak ini setelah sekolah, hanya rumor ga jelas yang beredar, padahal sebenarnya itu aib yang harus ditutupi.
"Jaya pak, dia sahabat Rudi!" Salah satu murid berujar.
Pak Rafli langsung menghampiri Jaya di kelas, menanyakan tentang Arga.
"Kamu tau nomor mama Arga ?"Jaya menggelengkan kepalanya, aneh, ketika ribuan siswa di sekolah ini menuturkan Jaya lah sahabat terdekat Arga, malah Jaya sendiri, juga tak tau apapun tentang sahabatnya itu, bahkan jika di tanya, dimana lokasi rumah Arga, Jaya hanya mengedikkan bahunya.
Pak Rafli menghela nafas berat, baru kali ini ada anak didiknya yang begitu misterius.
"Pak, saya ga terlalu tau apapun tentang Arga, semenjak aib ibunya kesebar, dia semakin tertutup, pak"
"Hubungan dia sama mamanya juga ga baik?"
"Menurut bapak dengan seorang ibu yang kerjanya ga halal, apa dampaknya baik buat sang anak?"
Pak Rafli tercengang.Bel pulang sekolah berbunyi, sebelum pulang, pak Rafli berniat mampir keruang UKS, tapi ketika dia disana, Arga sudah tak ada, pak Rafli langsung bergegas mencari Arga, bagaimana pun dia itu muridnya, tanggungjawabnya.
Dari ujung ke ujung kelas di lantai dua ini, Arga tak berada disalah satunya, pak Rafli melihat ke lantai bawah, matanya menjelajah, dan barhasil menemukan Arga yang berjalan tergopoh.
Pak Rafli menyusul, sebelum Arga menyetop angkutan umum, gurunya itu menawarkan tumpangan untuknya, Arga sigap menggeleng cepat, dan pak Rafli juga sigap menarik lengan Arga untuk naik ke motornya.
Arga menepis tangan pak Rafli, ia memperingati gurunya itu untuk tak memberi perhatian secara berlebihan padanya, apalagi dengan alibi, "kasihan" Arga tak butuh belas kasihan.
Jaya kebetulan lewat dengan motornya, pak Rafli langsung menghadang Jaya guna menghantarkan Arga sampai ke rumahnya.
"Dia ga akan mau pak, saya sering nawarin tumpangan" cicit Jaya.
Pak Rafli mendengus, "kamu jangan ngeyel deh, nanti kalau di jalan kamu pingsan, gimana?"
Arga pasrah, dan mengikuti kemauan gurunya itu, motor pun berlaju cepat, Jaya tak mengantarnya sampai depan rumah, melainkan simpang tiga menuju rumah Arga.
"Lu yakin kuat jalan?" Tanya Jaya khawatir
"Aman, gue ga lumpuh"
KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
Teen Fiction"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...