bab 60

2.1K 117 14
                                    

Layla tertawa miris, "dulu aku mengagumi mu, Rafli, tapi setelah tau perselingkuhan mu, dan menikahi ku hanya karena ingin jabatan di keluarga mu, maka dari itu rasa hormatku hilang, tapi sepertinya kau beralibi lagi, mengatakan bahwa putra ku seorang gay, kalau kau benci padaku, cukup padaku saja jangan ke anakku juga!"

terdengar helaan nafas dari Rafli, "kita buktikan saja!"

"kenapa kau bersemangat sekali membuka kedok putraku? kalau benar pun itu, apa kau puas mempermalukan dirinya didepan ku? segitu jahatnya kamu Rafli!

Rafli tak bergeming, lidahnya Kelu untuk menjawab pertanyaan pedih itu,

"kau melewati batasmu Rafli, seorang suami akan memenuhi tugasnya, menafkahi lahir dan batin, apa kau lupa? kau tak pernah menyentuh ku? apa itu sikap tanggungjawab seorang pria? hah?"

Rafli termangu mendengar semua penuturan keluh kesah Layla, jadi selama ini senyum indah yang ditunjukkan padanya hanya menutupi rasa sakitnya saja, Rafli menunduk malu, bahkan sepertinya Layla tak menerima permintaan maafnya, dan lebih baik dia diam saja.

Seseorang berjalan mengarah ke apartemen itu, mereka berdua pun segera menyusul kesana, Layla mengikuti Rafli dari belakang, ia bergumam, "aku belum bisa percaya, kecuali aku lihat dengan mata kepala ku sendiri"

"permisi"

"iya?" laki-laki paruh baya itu menoleh kearah Rafli dan Layla.

"maaf kang" setelah melirik keadaan rumah kosong tak berpenghuni, bahkan perabotan saja ditutupi kain putih, "apartemennya kosong tah mas?"

"iya mas baru aja tadi pagi orangnya pergi, mau nyewa apartemen ini ya mas?"

"kita liat liat dulu, boleh mas?"

"oh boleh, silahkan"

benar, setelah dilihat, dari ruang depan hingga ruangan belakang tempat ini kosong, bahkan tak ada satupun barang yang tertinggal dari pemilik sebelumnya kecuali perabotan yang tersedia.

sampai di kamar utama, Rafli iseng membuka laci meja disamping tempat tidur, dan alangkah terkejutnya ia akan apa yang ia lihat.

"apa itu?" tanya Layla

Rafli awalnya sempat menggeleng, takut Layla akan semakin kecewa saat mendapati anaknya yang tengah berciuman dengan Damar, hingga Rafli menyembunyikan bingkai itu dibawah punggungnya.

"aku juga mau lihat!"

Rafli ragu memberikannya tapi Layla merampas begitu saja, dan akhirnya ia tersontak diam, mematung dengan mulut ternganga lebar, bahkan bingkai foto itu terjatuh mengenai jemari kakinya.

tak sakit, rasa sakit itu ditutupi akan penampakan yang tak pernah ia duga sebelumnya, langit sore itupun tampak sendu.
.
.
.
.
.
.

Bak di sambar petir, didalam mobil pun layla masih termangu, tubuhnya kaku, namun juga lemas, Rafli menyadari perubahan sikap sang istri, apalagi melihat bahu layla mengerjap seperti menahan tangis, tangan Rafli terulur mengelus punggung Layla.

"nangis aja, jangan ditahan" ujarnya.

benteng besar Layla pun roboh, ia bahkan menutupi wajahnya dengan kedua tangan, sungguh, Layla tak mau orang lain melihat dirinya menangis, tangisan Layla tak bersuara, hanya sesegukan yang terdengar, hal itu terjadi dimana kamu merasakan rasa sakit dan kekecewaan.

Rafli membiarkan Layla menenangkan diri sebentar, sampai keadaan kembali normal barulah mereka kembali pulang.

****

"dia pindah?" tanya Adrian.

Rafli mengangguk.

"pasti dia tau kalau kita bakal datang kesana!"

Rafli mendongak, ia menatap Adrian menyelidik, "emang kalau ketemu sama Damar, kalian mau apa?"

"bawa Arga pulang, itu tujuan utama sekarang!"

Rafli menarik nafas dalam-dalam, "kalian kenapa harus ikut campur urusan mereka? pisahin mereka dari keegoisan kalian?"

Adrian tertawa miris, "lu tau apa si raf?"

"yang aku tau Arga bahagia sama dia, dan sekarang kalian mau renggut kebahagiaan itu, apa kalian ga kasihan liat Arga?"

Adrian mengusap wajahnya gusar, "lu gatau apa-apa, mending lu diam atau gue tonjok muka lu!"

"mas, kamu cuman bisa andelin tenaga kamu ya? otak kamu, hati kamu, kamu kemanain?"

"anji-" bugh,
Adrian mendaratkan pukulan di wajah Rafli, hingga menetes darah segar dari hidungnya.
"lu ga akan tau rasanya kekhawatiran orang, sebelum elu ngerasainnya sendiri!"

"apa? apa yang harus aku rasain?"

"sekarang Layla dimana?" Adrian mengalihkan topik mereka,

"dia dirumahnya!"

"gue harus kesana untuk dia, masa bodoh dia masih istri Lo, Lo ga becus jadi suami!"
Rafli diam membiarkan kakaknya menyusul Layla.

di suasana lain, tampak barang-barang dirumah itu tak lagi ditempatnya, di porak-porandakan oleh wanita yang hancur hatinya hingga berkeping-keping, untung rumah di pinggiran kota itu berjarak, jadi Layla lebih leluasa berteriak, menangis, dan menimbulkan suara gaduh dari rumahnya.

sampai fokus Layla teralihkan oleh suara motor, ia menyibak gorden jendelanya melihat siapa orang yang berhenti didepan rumahnya.

"Adrian?" gumamnya.

Adrian memeluk Layla, erat sekali, ia juga memeriksa tubuh Layla setelah pecahan keca berserak dilantai rumahnya, ia takut kalau tubuh indah nan putih seputih susu itu tergores oleh serpihan kaca.

ada satu di punggung tangan Layla.

"astaga, kamu berdarah ini" nada risaunya menenangkan hati Layla, Layla juga melihat setetes air jatuh dari sudut mata Adrian.

dari tangan kanan, Layla menyekanya, Adrian tersadar dan mereka saling beradu pandang sebelum berakhir mempertemukan kedua bibir mereka setelah sekian lama tak bersua.

begitu lama, sampai, tak sadar Layla membuka seluruh bajunya, membuat Adrian tertegun dengan sikap Layla,
"mba, serius? mba kan is-

Layla melumat bibir Adrian, tak membiarkan pria itu melanjutkan ucapannya, yang Layla tau, hasratnya menggebu-gebu sekarang.

rasakan dan nikmatilah lagi...


STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang