bab 39

1.5K 137 23
                                    

Beberapa hari berikutnya Arga hanya menghabiskan separuh waktunya untuk menulis lagu, merokok, dan hal yang sia-sia, tanpa menyadari bahwa ujian kelulusan akan berlangsung besok.

semenjak Arga mengetahui kenyataan menyakitkan hatinya itu, gairah belajarnya berkurang, membuka buku saja dia enggan apalagi membahas kembali pelajaran itu dirumah, ia menggeleng muak, terlebih bayangan laki laki brengsek itu terngiang-ngiang di kepalanya.

jangan ditanya siapa, memikirkannya saja menjijikan apalagi menyebut lantang namanya, sekali lagi Arga muak.

"kak!" Aldo sedari tadi sudah berdiri di ambang pintu kamar Arga, hanya deheman yang keluar dari bibir Arga.

ia mendekat lalu duduk di pinggiran tempat tidur Arga, "besok ujian, ga belajar Lo?"

Arga menggelengkan kepalanya, membuat Aldo mengerenyitkan dahinya.

"kenapa? karena pak Rafli?"

"ga usah lu sebut, gue jijik dengernya!" Arga melotot, dan hampir saja bola mata itu lepas.

"ya kalau lu balik gini lagi, rugi di elu"

"maksud lu?"

"dengan lu pesimis kek gini, semakin pak rafli ngerasa kalau lu ga bisa berhasil tanpa dia, setidaknya lu tunjukkin kalau lu bisa sukses tanpa dia!"
ucapan terakhir sebelum Aldo balik ke kamarnya, sepertinya membekas di benak Arga.

ia terlihat merenungkan ucapan adiknya tadi, dan merasa bahwa itu benar,

semesta akan tetap biasa-biasa saja walau badai tengah menerpamu, dunia akan tetap berjalan lalu apa kau akan tetap terpuruk? terus bersedih? sedangkan seseorang yang mencampakkan mu itu dunianya malah bahagia, dia tertawa melihatmu yang kini meraung sedih meminta keadilan, tanpa melakukan apa apa.

Bangkit dan gunakan waktumu untuk berjuang membungkam dia yang telah mencampakkan mu.

"gua harus sukses!"
malam itu, Arga membuka semua buku pelajarannya, membahas kembali pelajaran yang sudah diterangkan disekolah, tanpa tidur malam itu.

ia harus berhasil, tekadnya semakin bulat, ya walau didasari balas dendam.

****

UJIAN BERLANGSUNG!

Ini ujian hanya untuk kelas 12, adik kelas sedang diliburkan, jadi ketika Aldo ingin berjemur di pagi hari, tiba-tiba saja kakinya tak sengaja menendang paper bag yang berada didepan pintu.

Aldo meraih paper bag itu, dan melihat apa isi didalamnya, bibir Aldo tersungging tipis, paper bag ini jelas milik Arga tapi tak tertulis jelas siapa pengirimnya, namun tak perlu lama buat Aldo mencari tau, ia langsung menebak bahwa pak Rafli orangnya.

"apa itu nak?" suara Layla dari arah belakang, ia juga mendekati Aldo.

"paper bag ma, buat kak Arga"

"dari siapa?"

Aldo mengedikkan bahunya, "pengagum rahasia kali!"

"apa isinya? aman kan?"

"aman, buku kok!"

.
.
saat Arga pulang, ia memicingkan matanya melihat ada sesuatu yang berbeda dikamarnya, terlebih pada meja belajarnya.

"paper bag siapa ini?" gumamnya.

Arga terlalu malas melihat apa isi paper bag itu, rasa kantuknya sudah tak tertahan lagi mengingat ia tak tidur tadi malam, lantas merebahkan tubuhnya dan ia pun terlepap.

lalu terbangun ketika dering ponselnya berbunyi, Arga tak mendengus kesal walau tidurnya baru setengah jam, karena bangun-bangun ia merasa segar bugar kembali.

ia melihat ponselnya, siapa lagi kalau bukan jaya, kontak nomor di ponselnya hanya ada nama Jaya sekarang.

"apa Jay?" tanya Arga.

"gimana ujian lu tadi?" jaya selalu menjadi orang pertama yang menanyakan aktifitasnya, itu kenapa Arga tak bisa marah dan sangat menyayangi sahabatnya ini, melebihi keluarganya sendiri.

"Alhamdulillah, bisa"

"Alhamdulillah, gue seneng dengarnya, terus Uda ada persiapan buat kuliah nanti?"

"belom, gue mau satu kampus Ama lu!"

"oke oke"

Setelah ponsel dimatikan, Arga beringsut turun dari tempat tidur, langkahnya terarah ke paper bag tadi, dan melihat isinya, Arga mengerenyitkan dahinya, ada dua bingkisan didalam, Arga pun membukanya perlahan.

bingkisan pertama berisi beberapa batang coklat dan satu lagi sebuah buku tebal, yang saat dibuka, mata Arga membelalak sempurna, rangkuman kelas 12.

Arga tersenyum simpul, ia tak perlu menebak lagi dari siapa bingkisan ini, tulisan di stiky note itu menjelaskan semuanya, Arga hapal betul siapa pemilik tulisan itu, senyumnya pudar menjadi datar ketika dibalik stiky note itu  ada beberapa ungkapan kata maaf—

dear Arga.
saya tau kamu marah besar sama saya, saya minta maaf banget karna ga bisa kasih tau kamu tentang semua yang terjadi, karna jika saya jujur maka semua akan tersakiti, jadi, sebelum rasa itu semakin dalam lebih baik kita akhiri.

makasih buat semuanya.

jelas Arga meremuk stiky notes itu, wajahnya merah padam, setetes air jatuh dari pelupuk matanya, sambil meremas, dada Arga juga naik turun, ada dua hal yang ia rasakan sekarang, lega karena Rafli memperjelas hubungan mereka dan sakit saat tau bahwa ini akhirnya.

tercekat, sesak, ingin sekali berteriak, apa daya tak bisa, takut jika akan ada yang mendengar tangisnya.

dari sore hingga malam, waktu Arga dihabiskan untuk menangisi ke brengsekan sikap Rafli, yang dibuat terbang melintasi langit lalu dengan tega mencampakkannya ke bumi, semakin besar rasa benci itu dan Arga benar-benar tak sanggup berada ditengah-tengah pernikahan mamanya nanti.

.
.
****
seminggu berlalu....

Ujian telah usai, kelulusan juga telah selesai, bahkan Arga sudah menentukan universitas mana yang akan ia pilih, yang jelas tetap bersama Jaya dan Dinda, kini tinggal mempersiapkan pernikahan mama dan pak Rafli yang akan diselenggarakan besok hari, ya, mereka selama ini menunggu ujian kelulusan selesai.

lalu teruntuk Arga ia bersikeras menemukan ide agar bisa keluar dari rumah sebelum hari H pernikahan mamanya, disaat panas sedang terik-teriknya, Arga keluar dari salah satu babershop, gaya rambut baru dengan situasi baru akan menjadi awal baru untuk Arga.

ia mempercepat langkahnya, berlari kecil sembari menutup separuh wajahnya—hanya dibagian mata— dengan telapak tangan demi menghalau sinar matahari yang begitu menyilaukan.

dengan kaos tipis yang ia kenakan, sepertinya, tubuh Arga serasa terbakar, lantas ia meneduhkan dirinya di sebuah etalase toko, lalu Arga mengedarkan pandangannya mencari angkutan umum, atau kendaraan yang bisa mengantarkannya pulang.

sebelum tangannya bergerak menyetop salah satu angkutan umum, kertas yang menempel di tiang jalan menyita perhatiannya, tertulis, dibuka kontrakan murah untuk mahasiswa.

ini dia sebuah ide!










STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang