bab 19

1.7K 113 1
                                    

Pak Rafli menghubungi Arga sore itu, tak menunggu lama Arga langsung mengangkatnya,

Iya pak?
Tanya Arga diseberang sana.

Abis Maghrib kamu bisa kesini ga? Saya mau ngasih kisi-kisian ujian nasional!
Kilah pak Rafli, sebenarnya, ini alasan agar gurunya ini, bisa memberi kejutan untuk Arga.

Kan ujian nasional sebulan lebih lagi pak, kok cepat banget dapat kisi-kisiannya?

Pak Rafli berdehem, hampir saja ia ketahuan berbohong, sungguh, alasan yang begitu tak masuk akal.
Datang ajalah, nanti saya jelasin, pulsa saya uda mau habis!
Tukas pak Rafli.

Iya pak!

.
.
Tugas pak Rafli kelar, ia juga tak lupa memberitahu Jaya dan Dinda untuk lebih dulu datang ke rumahnya, pak Rafli menyediakan rumahnya sebagai wadah untuk merayakan ulangtahun kecil-kecilan buat Arga, dan mereka mulai menghiasi dinding ruang tamu dengan beberapa balon polkadot.

Kertas ukiran bertuliskan selamat ulang tahun, tak ketinggalan pesanan kue ulang tahun bergambar sebatang rokok.

Rokok?
Pak Rafli menaikkan alisnya, ia bingung kenapa motiv kue ini harus gambar rokok?

Dinda mengedikkan bahunya, tanda ia tak tahu, sedangkan Jaya tersenyum bangga.

"Kenapa harus rokok?" Tanya pak Rafli lagi

"Arga itu gila rokok, hobinya merokok pak!" Sesimple itu jawaban dari Jaya, siapa yang tak dongkol coba?

Mengingat waktu Maghrib sebentar lagi, mereka mempercepat kegiatan mereka, kali ini tinggal menunggu beberapa potong ayam bakar yang akan siap di hidangkan.

Sampailah saat itu tiba, Maghrib.

Pak Rafli sempat terkekeh melihat tingkah kedua sahabat Arga ini, lihatlah, sekarang sepasang kekasih aneh dihadapannya ini sedang memakai baju dengan warna sama dan motiv yang sama pula, polkadot.

Tak lupa kacamata bertengger di wajah mereka masing-masing, oh ya, kacamata itu juga bermotif polkadot. Kata mereka menyesuaikan dengan teman balon polkadot.

Pak Rafli mengangguk saja, mengiyakan apapun yang mereka lakukan, biar cepat, tukasnya, semua sudah dihidangkan dan hanya tinggal menunggu kehadiran Arga saja.

Namun sepertinya ia lupa, ini sudah hampir sejam, bahkan sebentar lagi adzan isya, wajah ketiga orang yang duduk di sofa ini terlihat begitu tak puas, rencana mereka mungkin saja telah gagal.

Waktu terus berlanjut, tak terasa sudah mau larut malam, udara terasa lebih dingin, warna langit menjadi gelap pekat, suara gemuruh petir pun mulai saling sahut menyahut, dan diselingi oleh kilat disana-sini, tanda sebentar lagi hujan deras.

Jaya tak mau menginap disini, ia hendak mengajak Dinda pulang, tapi bagaimana dengan perayaan ulang tahun Arga? Pikir pak Rafli.

Runyam, ponsel Arga tak bisa dihubungi, rumah sahabatnya itu pun mereka tak tahu, apa opsi terbaik untuk saat ini?

Jaya menggeleng, "kayaknya opsi terbaik adalah pulang!"

Disetujui oleh Dinda, apalagi situasi mulai gerimis diluar sana, tiba-tiba, otak Jaya seperti dialiri listrik, ia mengingat sesuatu, kebiasaan setiap tahun Arga bukanlah berdiam dirumahnya, bukan juga foya-foya, apalagi mabuk-mabukan.

Jaya ingat, kuburan nenek Arga, mereka sudah berteman lebih dari dua tahun jadi tak mungkin Jaya tak tahu akan hal ini.

"Pasti dia di kuburan neneknya pak, itu kebiasaannya tiap tahun!" Ujar Jaya

"Kuburan? Malam-malam?" Pak Rafli ragu

"Betah dia pak, keliatannya aja pendiam tapi kalau sama orang yang bikin dia nyaman Arga itu banyak omong nya, apalagi perihal keluarganya, beruntung ada seseorang yang bisa gantiin posisi neneknya itu!"

Pak Rafli mengangguk paham, untuk mempercepat waktu, ia langsung meminta lokasi pemakaman itu, dan bergegas kesana, sebelum hujan mengguyur tubuhnya, sedangkan, Jaya dan Dinda lebih memilih untuk pulang, karena, tak mau terjebak hujan dirumah si guru bawel, bisa bisa mereka ga tidur malah di interogasi.

Pak Rafli telah berada di depan pemakaman, gelap membuatnya ragu untuk melangkah masuk kedalam, tapi baru hendak melangkah, tiba-tiba saja, Arga keluar dari pemakaman itu, dan terheran melihat pak Rafli yang berada di hadapannya.

Tebakan Arga, pak Rafli akan marah karena tau ia ingkar janji, namun pak Rafli malah melepas jaketnya, lalu mendekati Arga dan menutupi kepala remaja itu dengan jeket miliknya, agar Arga tak sakit karna kebasahan.

Hujan masih gerimis tapi ada sesuatu yang lebih deras hingga membanjiri pikiran Arga dengan senyumnya, sikapnya, perhatiannya, Arga lemah di perlakukan seperti ini.

"Hei kok bengong ayok jalan, nanti hujan makin deras!" Titah pak Rafli.

Arga tersadar dari lamunannya, dan mempercepat langkah mereka menuju rumah pak Rafli.

****

"Bapak ulang tahun?" Tanya Arga yang terkejut melihat banyaknya ornamen khas ulang tahun disini.

Pak Rafli melempar wajah ketus, membuat alis Arga bertaut keheranan, pak Rafli menyuruh Arga untuk lebih dulu kekamar mandi untuk membilas kembali tubuhnya, Karena akhirnya ditengah jalan mereka basah kuyup. Sementara itu, pak Rafli akan membawakan baju ganti untuk Arga.

Pak Rafli menunggu Arga memanggil namanya, semisal, ia butuh handuk, tapi sepertinya remaja itu tak kunjung memanggilnya, takut kenapa-napa, pak Rafli menghampiri Arga kekamar mandi.

"Arga.." panggil pak Rafli.

"Ya pak?"

Suara Arga terdengar parau, membuat pak Rafli khawatir dan mengira Arga sakit.

"Kamu gapapa?"

"Dingin pak! Saya butuh handuk!"

Pak Rafli menggeleng mendengarnya, "kenapa kamu ga manggil saya aja si?"
Sembari mengulurkan handuk itu.

"Saya ga mau ngerepotin orang pak!"
Jawab Arga dengan meraih handuk yang pak Rafli beri.

"Lain kali jangan sungkan sama saya"

"Iya pak"

Saat pintu kamar mandi lupa ditutup Arga, mata pak Rafli membulat sempurna karna melihat jelas bentuk bokong milik Arga, bokong bulat indah yang menggugah selera.

Tanpa sadar ada yang berdiri tegak meminta keadilan.

"Gantian saya mau ganti baju juga!"

Arga mengangguk, dan berjalan keluar.

"Oh ya, masuk aja ke kamar saya, bajunya uda saya siapkan di tempat tidur"

Arga menoleh sembari melempar senyum manisnya, "makasih pak"

Jujur, pak Rafli pun ingin berteriak saat ini, karena senyum Arga membuatnya lemah.

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang