bab 37

1.4K 129 22
                                    

Hujan turun lebatnya, seluruh makhluk melipir untuk meneduhkan diri, terkecuali Arga yang bersedia hujan mengguyur tubuhnya, tak perduli gemuruh sana sini, hingga banjir menenggelamkannya nanti.

Aldo melihat dari kejauhan Arga yang berjalan gontai dibawah hujan, ia kembali memicingkan matanya, memastikan bahwa itu benar saudaranya, hujan membikin penglihatan memudar.

Ketika menyadari itu emang Arga, Aldo segera mengambil payung yang menancap di kotak rak sepatu terasnya dan lalu menghampiri Arga.

" lu ngapain si hujan-hujanan begini?"

Arga tak menggubrisnya, dan tetap melangkah.

"lu kenapa si kak?" Aldo bertanya lagi, ia khawatir melihat Arga yang lesu seperti ini.

"lu pasti tau apa yang terjadi sama gue"
hanya itu dan berhasil membuat Aldo bungkam.

sebelum masuk kerumah, Aldo menghadang Arga, pertama ia membuka jaket Arga yang basah lalu menggantungkannya, kemudian memegang kedua bahu Arga.

"dengerin gue kak, gue ga bakal biarin Lo kek gini, gue bakal bantuin Lo, ingat, gue selalu ada buat Lo"

"makasih"

****

"do, makan dulu yuk!" terdengar suara mama dari balik pintu.

"iya ma bentar" Aldo merapikan beberapa tugasnya, menyusun kembali buku buku tebal itu ke meja, sebelum turun untuk makan, ada sesuatu yang begitu menyita perhatiannya, sebuah kalender yang beberapa angkanya sudah ditandai dengan bulatan.

kira-kira sudah ada 14 bulatan, berarti tandanya, sudah dua Minggu Aldo disini, dirumah yang tak terlalu besar ini, berkumpul bersama keluarga kandungnya, tak adil jika hanya dirinya yang merasakan kebahagiaan, sedangkan Arga masih dirundung kesedihan.

gue bakal bantuin Lo kak, itu tugas gue disini.

" lah, kak Arga mana? kok belum turun?"
Aldo melirik kursi yang tersisa satu.

"dia mana pernah makan malam bareng, do, biarin deh, entar mama antar makanan kekamarnya" dengan menunjuk sepiring nasi dan semangkuk ayam gulai diatas nampan.

Aldo mendengus kesal, hadirnya disini untuk menyempurnakan keluarganya terlebih hubungan ibu dan kakaknya, Aldo tak jadi duduk, ia mengambil nampan di tangan sang mama, lalu memutar arah dan berjalan menuju kamar Arga.

Layla tersenyum simpul melihat tingkah Aldo dan Arga.

tiba-tiba getar ponsel Layla berbunyi, ia lantas membuka dan membaca pesan itu, lalu mengirimkan contoh gaun yang sudah ia pilih tadi pagi ke mertuanya.

..
tok tok tok!

tak ada suara balasan, dan Aldo mengulangi ketukan itu lagi, tetap sama, hanya menambah sedikit ritme, sampai akhirnya kenop pintu bergerak sendiri, dan pintu pun terbuka.

"gue makan sendiri dikamar" ucap Arga sembari menarik nampan ditangan Aldo dan lalu menutup pintu kamarnya.

Kikuk, Aldo tak tau menjawab apa lagi,  sikap tegas itu berhasil membuatnya bungkam.

tapi bukan Aldo namanya kalau kehabisan ide, ia menyentikkan kedua jarinya, ketika, tiba-tiba saja sebuah ide datang menyergapnya.

Aldo kembali ke meja makan, dan melihat mama yang belum menyentuh sedikitpun makanan di piringnya,
"Ma, ayok kita makan!" ajak Aldo.

bukan ikut duduk di kursi, ia malah mengangkat piring sang mama.

jelas heran, Layla menaikkan sebelah alisnya,"kemana? meja makan didepan kamu loh"

"dikamar kak Arga, katanya biar asik ma"

"asik? kata Arga?"

Aldo mengangguk, Mama semakin heran akan pernyataan anak bungsunya barusan, dan malah meragukan jawaban Arga tersebut, Layla hendak mencoba mengingatkan pada Aldo agar tak terlalu berharap dengan Arga, takut kalau Aldo akan kecewa sepertinya, tapi enggan karena Aldo terlalu bersemangat, Layla tak sanggup menyanggahnya dan hanya mengikuti apapun yang Aldo lakukan.

Aldo mengetuk pintu itu lagi, sepertinya kali ini Arga akan marah, karna terdengar jelas dengusannya, perlahan kenop pintu pun bergerak dan pintu mulai terbuka, tapi, sebelum Arga menghujam banyak kalimat sarkas yang penuh intimidasi, Aldo langsung saja nyelonong masuk kedalam, dengan membawa kedua piring makanannya.

sedangkan di belakang, mama ragu-ragu mau masuk, tapi, Aldo meyakinkannya kalau semua akan baik-baik saja.

mereka bertiga duduk diubin tanpa alas, sebab matras milik Arga kotor dan sedang dicuci, lalu Aldo memimpin doa, saat doa selesai, Arga mulai mengayunkan sendoknya ke mulut, tapi tiba-tiba,

"tunggu!"

"apa lagi?" Arga mulai membentak.

"Lo ga tau rasanya makan dari tangan mama kan? nagih!"

"tau, dulu! Lo yang ga tau!"
skakmat! jujur Aldo sakit hati mendengarnya.

"makanya gue mau coba, katanya bikin nagih, lu juga pasti uda lupa!" Aldo enggan menatap tatapan nanar Arga, ia langsung saja menarik piring makan Arga dan menjadikannya satu dengan piringnya, lalu, menyodorkan gundukan nasi itu kearah Mama.

"suapin kita ya Ma!" ucap Aldo dengan senyum selebar Pepsodent.

Arga hendak membangkitkan tubuhnya, mungkin suasana di kamarnya ini membuatnya tak nyaman, Layla paham, ia melihat keresahan si anak sulung, tapi Aldo, lagi-lagi menarik paksa lengan Arga, untuk duduk dan sedikit mendekat kearah mama.

"ayo Ma, kita Uda lapar!" tukasnya

tangan Layla bergetar ketika mulai mengayunkan sesuap nasi ke mulut Arga, ia mengangguk mencoba mentitahkan Arga untuk membuka mulut, lalu satu suap berhasil masuk, kemudian giliran Aldo.

benar saja, yang biasanya porsi makanan Arga itu separuh dari milik Aldo, kini ia bisa ikut menghabiskan satu
piring itu, dan akhirnya dua jam pun terlewati, candaan Aldo yang mengisi kesunyian di rumah itu, mama hanya menimpali dan Arga yang menyimak saja, tapi cukup membuat suasana dingin itu mencair.

sebelum keluar dari kamar Arga, Aldo membisikkan sesuatu di sana,
"gue pernah bilang, gue ga akan biarin Lo sendirian kek gini kak, apa Lo mau gue bantuin? dengan bilang ke mama kalau Lo sama pak Rafli itu ada—

"stop!" Arga memotong ucapan Aldo.

"Lo baik, tapi terlalu baik kesannya Lo ikut masuk kedalam urusan pribadi orang lain, dan itu ga bagus!"

Aldo terdiam, tapi maksudnya tak seperti itu, dia tak mau mengurusi hidup orang lain.

"sadar, Lo itu bukan malaikat, Lo ga perlu capek-capek bantuin urusan orang lain, semampu lu aja, jangan berlebihan!"

"tapi kak—

"lu ga berhak ikut campur urusan gue sama Rafli!"

Aldo menunduk salah, "maaf kak!"

tak ada jawaban lagi, Arga langsung menutup pintu meninggalkan Aldo yang masih mematung didepan kamarnya.

rumit, tak ada celah untuk masuk dan memberi cahaya pada kegelapan di lubuk hatinya.

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang