bab 58

1.2K 87 0
                                    

"mas langsung pulang aja" suruh Rafli, namun seseorang yang berdiri didepan pintu terlalu mengganggu pikirannya, hingga Adrian tak menggubris sang adik.

"mas?"

"aku mau ngomong sama Layla!" tukas Adrian, yang fokusnya terarah pada sorot mata Layla yang seperti berbicara, ingin sekali wanita itu mengetahui apa yang terjadi terlebih tentang suaminya.

Adrian hendak menggeser pundak Rafli, agar memberi akses ke arah Layla, tapi Rafli menahannya, dan berbisik kecil ditelinga Adrian,
"dia masih istri aku mas!"

Adrian tersenyum kecut, "aku mau ngomong sama Layla, ini penting!"

"maksudnya?"

"lepasin!"

"mas? aku jelasin lagi wal-

"Jangan jadikan Layla sebagai tirai untuk menutupi kedok mu raf!" ucap Adrian dengan terbelalak, Rafli termangu akan kalimat menohok dari Adrian, genggamannya di lengan Adrian pun terlepas begitu saja.

sedangkan Layla, ia berdiri menunggu kejelasan dari Adrian,

"hai" sapa Layla.

"mba, masih-
Adrian menghentikan ucapannya, ia berniat membantu Layla menyelesaikan masalahnya, tapi, dengan memberitahukan hal ini, sama saja menambah pikiran Layla lagi.

dahi Layla mengerut, ia menunggu ucapan Adrian, maniknya bergerak memeriksa gerak gerik Adrian, ada sesuatu yang tak beres kalau Adrian mendadak gugup seperti ini.

"ada hal yang tak beres apa kali ini?"

bak cenayang, nafas Adrian tersendat, tak mungkin ia lantang mengucapkan bahwa masalalu Layla datang dengan boneka barunya, yg sebentar lagi akan dipamerkannya.

"mba masih sehat kan?"

"ha?"

*****

Layla melempar bantal itu kearah cermin, hatinya dongkol karena merasa tak puas, bagaimana bisa ia tenang kalau ia tak paham situasi apa yang tengah terjadi pada rumah tangganya.

apa benar Rafli selingkuh? siapa wanita itu? bagaimana bisa Rafli lebih sering menetap disana dibanding dengannya si isteri sah.

hubungannya dengan Rafli semakin buruk, mereka pisah ranjang, masak makanan masing-masing, dan tak saling bicara, bagaikan orang asing yang menetap satu atap, padahal terpampang jelas di dinding ruang tamu, betapa besarnya bingkai pernikahan mereka itu, dan sekarang akankah kadas bgitu saja?

"kalau mau diakhiri, baiklah, tapi aku harus paham apa yang terjadi sekarang!"

pertanyaan itu terngiang-ngiang di kepala Layla, begitu lama, hingga rasa kantuk mulai menjalar kebagian matanya yang perlahan mulai terpejam dan ia pun terlelap tidur.
.
.
.
burung burung di pagi hari menyambut layla dengan gusar, membangunkan wanita itu disaat dirinya masih ingin berada dialam mimpi, namun, ternyata ada sesuatu yang lebih menggangunya, dengan seksama ia mendengarkan, seperti ada perdebatan di ruang kerja Rafli.

Layla bangkit dan berjalan gontai kesana, tak mau langsung nyelonong masuk, Layla menempelkan telinganya kedaun pintu, mendengarkan baik-baik apa yang dua laki-laki dewasa ini bicarakan.

hingga dimana ucapan Adrian sontak membelalakkan mata Layla, dan tanpa pikir panjang ia langsung membuka kenop pintu itu.

"Damar? dia disini?"
.
.
.
"mba? emm aku bisa jelasin tapi kamu harus tenang dan dengar baik-baik" Adrian mencoba menetralisir keadaan genting ini.

dada Layla naik turun, tubuhnya memaksa Layla berfikir keras tentang hubungan Damar dan Putranya.
"kenapa bisa Arga sama dia? dan kenapa Arga ikut terlibat? dimana dia sekarang?"

"panjang, kalau dikasih tau semuanya bisa bisa kamu-

Rafli menarik lengan Layla, dan membawanya ke mobil, "lebih baik dilihat dari pada dijelaskan"

"woiiiiiiiiii" Rafli tak menggubris teriakan kakaknya yang menggema, cara Adrian terlalu bertele-tele, ini waktunya memberitahu semua tentang kebenaran.

tentang kebenaran yang terjadi. 

Layla di boyong ke apartemen itu, Rafli mencoba menjelaskan pelan-pelan tentang semuanya, terutama hubungan Arga dan Damar.

"Saya melihat Arga terakhir kali disini, di apartemen itu" dengan menunjuk deretan pertama—apartemen mewah itu, Layla menoleh kesana, tatapannya masih amat bingung, kenapa dan kenapa Rafli tak memberitahunya?

"kenapa kamu ga kasih tau saya? kamu yang tahu betul betapa cemasnya saya akan nasib anak saya yang hampir satu tahun ga ada kabar, kenapa kamu diam Rafli?" sudah tak ada kata mas itu, Layla lelah menghormati laki-laki yang tak bisa membalas pengabdiannya dan memilih selingkuh dengan orang yang Layla tak tahu.

"karna saya rasa dia terlihat bahagia, dan tumbuh baik dengan pria bernama damar itu!"

"baik? bahagia?" Layla ternganga tak percaya, benar dugaannya, situasi yang sama dirasakannya dahulu kini diicipi oleh anaknya sendiri.

Rafli mencoba meyakinkan Layla kalau penglihatannya itu tak salah, dimana Damar memperlakukan Arga sangat baik bahkan hampir mendekati sempurna.

Layla hanya menggeleng kepalanya saja saat Rafli melontarkan kalimat manis bagaimana baiknya damar, orang awam akan begitu ketika melihat luarnya Damar.

"saya yakin kalian salah menilai Damar, dia itu o-

"saya lebih tau damar seperti apa, saya lebih kenal dia dibanding anda!" tegas Layla dengan mata yang melotot.

" ya tapi kan semua orang pasti berubah, dan mungkin-

"Anda diam atau saya gunting mulut anda sekarang" Layla sudah mengacungkan gunting berukuran sedang itu kehadapan Rafli, deru nafasnya menggebu, setetes air jatuh dari pelupuk matanya.

kesabaran Layla habis, Rafli terlalu mendewa-dewakan damar, ia hanya melihat damar sesekali, tak pernah bersamanya minimal sehari.

"kamu tau saya dulu bekerja seperti apa? menghidupi anak saya seperti apa? kamu tau kan?" gunting itu telah berada ditempatnya, disimpan didalam laci mobil.

Rafli mengangguk, ia mencoba mendengar dari sudut pandang Layla, bagaimana Layla bisa membenci Damar.

"dulu saya adalah gadis baik baik yang datang dari kampung, ingin menempuh pekerjaan bagus di kota-











STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang