bab 63

632 69 3
                                    

"Adrian.... adriannnn, bangun"
Layla menggoyangkan tubuh Adrian beberapa kali, guna membangunkannya untuk sarapan.

Adrian membuka matanya perlahan, ia masih setengah duduk, dengan salah satu tangan yang sedang mengucek-ngucek matanya, "eh hai?" sapa Adrian ketika melihat Layla berdiri anggun dihadapannya.

"kamu cantik" ucapan itu terlontar dengan spontan.

"ha?" dahi Layla mengernyit.

Adrian langsung menggeleng kuat kepalanya, ia merutuki kebodohannya yabg masih saja mengagumi paras indah milik Layla, padahal ia tau Layla adalah adik iparnya sendiri.

"kamu tadi bilang uda masak, ya?"

Layla mengangguk, "nasi goreng"

"iya, ayok makan!"

"tunggu" sergah Layla, Adrian melihat Layla meneguk salivanya.

"ya? kenapa?"

"perihal semalam—

"ahh iya, itu kesalahan" potong Adrian, Adrian tau arah pembicaraan Layla, lagi dan lagi wanita itu akan memperjelas status mereka.

"kesalahan? aku ga mikir begitu Adrian, aku senang karna semalam"

"ha?" Adrian tak percaya maksud ucapan Layla.

"aku merasa tak dicintai adikmu Adrian, menoleh melihatku saja dia enggan, aku juga merasa tak dihargai, tapi dengan mu aku merasa—

Adrian mendekat, dan menarik tengkuk Layla, kemudian mencium lembut bibir Layla.
"aku masih sayang sama kamu, aku uda banyak perubahan ca, aku bisa control emosi aku, aku bisa ga main tangan, aku mau kita kayak dulu lagi, aku mau kenangan itu muncul lagii, tapi..
tapi pedih kalau aku bayangin sendiri betapa ga mungkinnya kita bersatu lagi disaat kamu yang sekarang jadi milik adikku sendiri"

"aku juga ngerasain hal yang sama, aku masih cinta sama kamu Adrian, tapi ktia ga akan mungkin bisa bersatu"

hening, mereka larut dengan perasaan masing-masing, tiba-tiba wajah Adrian seketika mendongak, air mata yang mengalir tadi ia seka, "tapi mungkin sekarang, kita bisa bersatu!"

"ha? maksudnya?"

"sebentar, aku ke tempat seseorang dulu, nanti aku bakal bawa kamu ke dia!"

"siapa?"
.
.
dia Rafli.
.
.
Tak hanya pisah ranjang, Rafli dan Layla juga pisah rumah, sebagai seorang laki-laki, Rafli tak mungkin memulangkan layla, ia memilih mengalah, dan menempati vila dipuncak untuk sementara waktu, sembari menunggu semua berkas-berkasnya siap.

"kemungkinan berapa hari lagi lu di indo?" tanya Adrian, ia memegang secarik lampiran mengenai pindahan Rafli.

"dua Minggu lagi" sahut Rafli sambil menuangkan teh ke cangkirnya.

"lu ga ada niatan kelarin ini semua?"

"itu pertanyaan yang bikin mas kemari?" tebak Rafli, ia meneguk lebih dulu teh itu lalu menoleh kearah Adrian.
"aku mau cerai sama mba Layla, aku tau kalian masih saling suka, jadi tenang aja"

Adrian membuang nafasnya berat, ia berpindah posisi lebih dekat dengan adiknya, "Raf—

"mas mau teh?"

Adrian menggelengkan kepalanya, "liat gue raf!"

Rafli tak menggubris, dia terus meneguk teh panas itu tanpa menghembusnya lebih dulu, sampai Adrian sadar bahu Rafli berguncang.

"lu adik gue raf, gue tau apa yang lu rasain!"

terdengar Isak tangis dari Rafli, ia menunduk menahan genangan air matanya agar tak jatuh, Adrian peka, ia mengambil teh yang tumpah karena tubuh Rafli gemetar hebat, kemudian memeluk Rafli, menepuk-nepuk bahu nya.

"maafin aku mas karena jadi adik yang bermasalah, selalu aja kabur dari masalah ga pernah mau berusaha cari jalan keluar, sepengecut itu aku ya mas?" pecah sudah tangis Rafli di dekapan sang kaka.

"raf, lu masih sayang sama Arga?"

tangisnya semakin keras ketika Adrian mengulik kembali tentang Arga, seberapa inginya Rafli kembali pada Arga, memeluk tubuh mungil anak itu.

"gausah dijawab, gue uda tau jawaban lu"

"tapi dia Uda bahagia sama Damar, aku ga bisa maksa dia buat balik ke aku lagi mas"

Adrian spontan mengepal erat tangannya, adiknya masih saja mengira Damar itu penyelamat Arga, tapi Rafli tak sepenuhnya salah, orang awam akan melihat pribadi Damar bak malaikat padahal jika dia menunjukkan taringnya sekali saja, kita akan kehabisan darah.

"coba cari tau sekali lagi, apa Arga bahagia sama Damar? dan sekalian ucapan perpisahan karna kamu bakal ke Canada, itu aja. biar kamu lega raf"

Rafli mengangkat kepalanya yang semula menunduk, "mas benar, aku harus pergi dengan ketenangan"

Adrian mengangguk mengiyakan ucapan  sang adik yang parau karena tangisnya,
"tapi lu hari selesaikan lebih dulu sama Layla"

"kenapa gitu mas?" ia menyeka air matanya, "aku cukup minta persetujuan Layla tentang perceraian ini aja mas"

"lu salah Raf, lu bilang mau pergi dengan tenang kan? biar nanti di Canada lu ga mikirin hal hal di indo lagi kan? dan satu satunya jalan lu harus jujur Raf, jelasin semuanya, kasih tau Layla tentang semuanya, termasuk hubungan lu sama Arga"

"Arga? mas yakin?"

"kok lu tanya Ama gue si? lu yang harus yakinin diri lu sendiri!"

Arga mengangguk paham.

"gue bakal temenin lu kalau uda siap buat ketemuan sama Layla lagi"

"iya mas, pasti"

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang