"Arga?"
"mas?"
Arga tak sadar, ia memeluk bahkan mencium kembali bibir Rafli, saat sadar, ia tertunduk sembari meyapu bersih bibirnya itu, dan hanya kata maaf yang terlontar dari mulut Arga. sedangkan Rafli terkekeh manis.
"kamu masih sayang aku?"
"engga" Arga menggelengkan kepalanya, "kamu itu ayahku!" sahutnya sembari memundurkan langkahnya.
"itu dulu, sekarang mama kamu uda tau aku siapa, dan hubungan aku sama kamu!"
"Kok bisa?" Arga tertarik membahas hal ini.
"intinya aku tenang karna Uda ga ada yang jadi beban lagi"
"kamu Uda bebas, kamu bisa pergi mas, aku juga bahagia sama mas Damar!"
"yakin bahagia?"
"yakin sekali"
"kalau gitu, boleh aku peluk sebentar aja?"
Arga mengangguk, mengijinkan Rafli memeluk tubuhnya, pelukan yang sangat ia rindukan, hembusan nafas Rafli menyapu lehernya, semakin erat, angin pun ikut serta menambah suasana hangat diantara mereka.
pelukan itu semakin intens saat Arga ikut membalasnya, Rafli mulai membelai leher Arga, dan hendak meninggalkan kecupan lembut disana, namun, Arga menghentikannya, Arga menyudahi aksi keterlaluan ini, ia tak ingin dijuluki sang penghianat oleh Mas Damar lagi.
"tujuan kita bukan ini kan?" tanya Arga.
"iya, maafin aku"
"sudah selesai kan? aku lebih baik pulang" tandasnya.
"aku cuman mau kamu tau, kalau aku masih sayang sama kamu, dan masih berharap kita jadi satu" sebuah kalimat sebagai penutup malam mereka, Arga diam, dan tetap membiarkan Rafli mengutarakan semuanya dulu.
"tapi kayaknya ga mungkin, aku cuman mau ngutarakan ini aja, dan itu lebih dari cukup buat aku, biar ga ada penyesalan lagi, tapi, sekali lagi, apa kamu bahagia sama mas damar?"
"ia, bahagia" Arga ragu-ragu menjawabnya kali ini, tatapan Rafli membuatnya luluh.
Rafli memegang kedua tangan Arga, ia merasakan hal aneh ketika mengenai tangan Arga, seperti dibalut oleh kain,
"tangan kamu kenapa?"Arga cepat menariknya lagi, dan tak hanya itu, Rafli juga melihat berkas guratan merah di leher Arga dan tulang dadanya,
"kamu diapain sama di Damar?""bukan urusan kamu, mas, oke stop sampai sini, semoga berhasil di Canada!" ucap Arga sembari berlalu, meninggalkan Rafli mematung sendirian disana, ditaman sepi itu.
****
saat hendak bangun pagi, dan mempersiapkan segala kebutuhan kerja mas damar, Arga heran kenapa pintu susah dibuka, ia menyimpulkan bahwa mas damar menguncinya.
apa ia ketahuan semalam?
firasat itu diperjelas oleh secarik kertas yang menempel di gelas,
"kalau mau keluar malam lagi, jam tangan jangan lupa dilepas" Arga menepuk dahinya, ini sebuah hukuman akibat semalam, lantas apa yang harus ia lakukan sekarang?
ia memutar keras otaknya, berberapa menit sampai akhirnya ia menemukan sebuah ide, jendela.
Arga mengumpulkan semua kain, mulai dari; seprai, gorden, dan beberapa baju lainnya, agar menjadi akses untuknya turun dari kamar di lantai tiga ini, namun, baru membuka perlahan jendela kamar itu, suara pintu terbuka, Arga segera menarik kembali kain-kain itu, lalu menyembunyikannya kebawah tempat tidur.
"kamu ngapain?" tanya Damar.
Arga menggeleng cepat, ia mendekati Damar, "mas mau makan apa?"
"ga ada" balas damar ketus, tapi sedetik kemudian ia memeluk Arga, erat sekali, jelas Arga heran, dan takut ini cuman perangai Damar saja, namun firasat itu sepertinya tidak berlaku, apalagi saat Arga mendengar damar berbisik maaf di telinganya, Arga lantas terbuai, dan membalas pelukan dari Damar.
sejak saat itu, hidup Arga dan Damar kembali seperti semula, Damar tak lagi menyiksanya, semua sikap kasar damar sebelumnya larut terlupakan oleh Arga, ia kembali termakan oleh bualan manis
sang buaya.****
seminggu kemudian,tinggal hitungan hari Rafli menetap di Indonesia, mungkin dua atau tiga hari kedepan ia akan terbang ke Canada, semua keperluan sudah dikirim duluan ke apartemennya disana, namun wajah Rafli masih terlihat muram, ia duduk dengan memeluk kedua lututnya, seperti ada yang masih belum terselesaikan disini, sehingga berat untuk melangkah pergi.
sebuah mobil putih memasuki halaman rumahnya, tak lain tak bukan itu adalah Adrian dan Layla.
Adrian menatap jengah adiknya yang terlihat muram, bahkan sapaan mereka aja tak digubris oleh Rafli, ia hanyut oleh lamunannya,
"Lo lagi ada masalah apa lagi?" toyoran Adrian ampuh membuat Rafli menoleh kearahnya.
"apaan si mas, sakit tau!"
"lagian lu si, bukannya uda kelar Ama Arga?"
Layla menyahuti, "aku juga kangen sama Arga, ga kamu aja raf, tapi dia uda gede, Uda tau yg mana yang baik buat dia"
"terakhir kali aku ngeliat ada yang ga beres di Arga, dia kayak di siksa"
hanya terdengar helaan nafas panjang dari Layla dan Adrian, "jadi gimana?" tanya Adrian, di setujui oleh Layla.
"kok gimana?" Rafli menatap nanar kearah mereka berdua, "kamu mba, selaku orangtuanya, masa nanya gimana lagi ke aku?"
"loh, aku tau resiko tinggal bareng Damar itu seperti apa, jadi itu konsekuensinya!"
"secara ga langsung kamu rela, Arga disiksa terus-menerus gitu?"
" permainan kita baru dimulai raf, menurut gue lu sabar" potong Adrian.
"sabar?" Rafli memandangi wajah santai Layla dan Adrian, "sakit kalian ini!" lantas berdiri dan berlalu pergi.
.
.
.
.
.
.sedangkan di sebrang sana, seorang pria sedang menerima sebuah lampiran kertas, yang merupakan undangan pernikahan, seketika raut wajah datar itu berubah berang, ia bahkan meremuk surat pernikahan itu, dengan kesal mencampakkannya ke tanah, dan meludahinya.
"dia ga boleh bahagia, atau kebahagiaan yang lain dari dirinya ikut merasakan dampaknya" ucap Damar.
siapa kebahagiaan yang lain dari dirinya itu?

KAMU SEDANG MEMBACA
STEP FATHER
Teen Fiction"Bagaimana perasaan mu, jika kau mencintai ayah mu sendiri?" Arga si trouble maker itu hampir dikeluarkan dari sekolah gara gara tingkahnya, dan terancam tak lulus gara gara nilainya yang dibawah rata-rata, tapi guru sejarah nan baik hati membantu A...