bab 5

2.5K 156 1
                                    

Seperti biasa, sore ini, Arga masih ditemani sebatang rokok yang bertengger di celah jari telunjuk dan jari tengahnya, filter putih dari rokok itu sungguh candu, ia tak bisa sehari saja tak menghisap gulungan tembakau itu.

Arga bakal pulang kerumah saat menjelang malam, karena dipastikan saat itu sudah tak ada lagi tamu yang nyelonong masuk kerumahnya, dan saat inilah waktunya Arga pulang, melihat langit sudah merubah kontras warnanya.

Hidup Arga sepenuhnya berkerja pada malam hari, mulai dari work out, masak, dan main gitar.

Jika orang di luaran sana selalu mengatakan hal hal suram akan masa depan Arga, mengingat dia tak pernah menunjukkan kelebihannya ke orang lain, bahkan sahabatnya sendiri-Jaya, tapi sebenarnya dia punya segudang imajinasi dari otaknya.

Kata Layla anaknya itu, super imajinatif.

Hanya dari celah pintu kamarnya, Layla bisa melihat perilaku sang anak, memperhatikan Arga hingga berjam-jam lamanya, sampai ia terlelap di kursinya, dan sang anak masih tak ingin bergaul dengan sang ibu, jangankan berbicara melihat Layla saja, Arga sudah pasti jijik.

Semenjak Arga tahu apa kerjaan mamanya ia berhenti untuk berhubungan dengan Layla, tak mengakui layla sebagai ibunya, dan tak pernah sekalipun memakan masakan dari tangan ibunya.

Sosok angel yang dulu ia puja-puja kini berubah menjadi seorang budak nafsu para pria hidung belang, dengan alibi, mencukupi kebutuhan ekonomi.

"Sekarang dan selamanya rasa benci gue ga pernah berubah sama Lo, LONTE"

Terkirim, dan juga terbaca beberapa menit yang lalu oleh Layla, kini hanya bisa menahan tangis agar sang anak yang begitu membencinya tak mendengar Isak tangis nya.

Tersedu-sedu sambil memeluk baju masa kecil Arga dulu, Layla semakin tak sanggup menerima semua pesan sarkastik yang dikirim Arga tiap malam, kalimat itu sangat kejam, tak terhitung berapa kali ia menangis setelah membaca pesan itu.

Hanya membaca tak pernah membalasnya.

***

Dikantin,

"Eh ini tugas, deadline-nya sampai hari apa?" Tanya Jaya sembari membuka perlembar buku sejarah itu lalu mulai mencari topik-topik penting untuk disalin ke buku tugas.

Sementara Arga duduk manis sambil menyantap soto sebagai makan siangnya.

Jaya merasa terganggu, aroma dari kuah soto itu membuat Jaya meneguk salivanya, dan berniat memesan tapi satupun tugasnya belum ada yang terisi.

Semakin lama ditahan, semakin hilang fokus, acap kali perut Jaya berbunyi menandakan ia lapar, sampai mangkuk Arga habis pun ia masih belum berani memesan.

"Ego banget lu, makan dulu baru kerjain, ege!" Cibir Arga.

Jaya menepuk dahinya, "iya yak, kenapa ga kepikiran" kekehnya dan langsung memesan dua mangkuk soto juga tiga porsi nasi untuknya sendiri.

Arga mememutar bola matanya malas melihat bentuk kerakusan dari sahabatnya itu.

Setelah selesai makan, Jaya melanjutkan tugas sejarah mereka, dengan sisa waktu istirahat yang tinggal 10 menit lagi, karna mungkin hari ini jatuh deadline nya.

Arga dan Jaya berniat memberikan tugas itu saat pulang sekolah nanti, jadi dipikir-pikir masih ada tiga mata pelajaran lagi; satu mata pelajaran 40 menit- dikali tiga sama dengan 120 menit, yang berarti, jika dikalkulasikan ada 2 jam waktu kosong untuk menyelesaikan tugas sejarah mereka.

Iya, itu menjadi tugas pokok dari jaya, hanya jaya yang mengerjakannya.

Tepat sebelum bel pulang berbunyi, jaya telah siap menyalin tugas mereka, ada sedikit rasa bangga ketika jaya bisa menyelesaikan tugas itu.
.
.

Ruangan pak Rafli

"Pak, ini tugas kami!" Jaya menyodorkan tugas itu ke pak Rafli.

Pak Rafli membukanya, memeriksa dengan seksama isi tugas mereka, Jaya gelisah akan raut wajah pak Rafli, takut kalau disuruh untuk mengulangi tugas itu lagi, sedangkan Arga dia malah terlihat santai.

Pak Rafli mendongak, tatapannya langsung menghujam kearah Arga,
"Saya minta kamu, untuk jelasin yang uda di ringkas ini!" Perintah pak Rafli.

Alis Arga mengerut, dia menunjuk lagi dirinya sendiri guna memastikan, pak Rafli mengangguk menjawabnya dan memerintahkan Arga untuk segera menjelaskan tugasnya, waktu semakin berjalan.

Arga menyikut lengan Jaya, berbisik di telinga sahabatnya itu,
"Lu aja deh yang jelasin!"

Jaya ternganga, lalu menggeleng cepat kepalanya.

Pak Rafli berdehem.
"Kamu yang saya suruh buka Jaya!"

"Iya, tapi pak, tugas menjelaskan itu Jaya bukan saya!"

Pak Rafli menoleh kearah Jaya, "kamu uda boleh pulang!"

"Serius pak?" Tanya Jaya.

Pak Rafli mengangguk, lalu menoleh sini ke arah Arga, "kamu saya kasih 10 menit untuk persiapan, saya sebenarnya juga mau pulang!"

"Yasuda pak, kita pulang aja ga usah di-

Pak Rafli menggebrak meja, menatap nyalang kearah Arga, "saya tau tulisan kamu, dan ini semuanya tulisan asli dari Jaya, mana bagian kamu?"

Arga kikuk.

"Saya mau pulang, kamu tolong datang keruangan saya besok jam istirahat!"

"Tapi pak-

"Intinya kerjakan apa yang saya perintahkan!" Tukas pak Rafli kemudian berlalu dan meninggalkan Arga sendirian, ia menendang asal apapun yang didepan matanya, sikap pak Rafli membuatnya kesal.

STEP FATHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang