Chapter 24

12.9K 1.7K 50
                                    

Makasih banget buat dukungan kalian semua di chapter-chapter sebelumnya, maaf aku ga bisa bales satu-satu soalnya ibu dosen tidak mengizinkan buat megang hape terus. Padahal lagi puasa, tapi malah ngasih tugas yang bikin istighfar terus.

HAPPY READING 💕

°•°

"Bagaimana dengan jamuan hari ini, Tuan Putri?"

Evelyna melirik pada seorang pria yang baru saja datang. "Sudah kubilang jangan memanggilku seperti itu saat kita di sini."

"Maafkan saya, Tuan Putri. Tetapi di sini hanya kita berdua, saya tidak berani memanggil Anda dengan sebutan lain."

"Kau ingin menentang perintah dariku?"

"Maaf, Nona. Saya tidak berani."

Evelyna berdecak. "Suasana hatiku sedang bagus. Jadi kuharap kau tidak berulah."

"Baik, Nona."

"Tadi kau bertanya soal jamuan, ya?" Evelyna tersenyum miring. "Jamuannya sangat menyenangkan. Anak haram itu sungguh diinjak-injak oleh putri bangsawan menjijikan itu."

"Itu berarti ramuan sihir yang Anda buat berhasil dengan baik, Nona." Pria itu tersenyum lebar. "Saya dengar Anda juga berhasil membuatnya sampai menghina keluarga kekaisaran."

"Ya." Senyuman di wajah Evelyna kemudian menghilang digantikan ekspresi marah. "Kalau saja tidak ada adik Xavier mungkin Anak Haram itu bisa lebih dihina lagi."

"Apakah Anda sangat membenci Putri Xavia?" tanya si pria.

"Aku membenci seluruh keturunan Caesarion. Jika dia mudah terpengaruh mungkin saja Anak Haram itu sudah kabur dari jamuan, dan Putri itu mengadu pada Xavier agar melepas Cassandra si sampah masyarakat."

Pria itu terdiam. Tidak mampu dan tidak seharusnya ia membalas perkataan sang Tuan Putri.

"Bagaimana dengan Ibu? Katanya akan berkunjung malam ini?"

"Benar, Nona."

Evelyna mengangguk. "Baguslah. Aku juga ingin mendengar kabar terbaru soal negara kita."

....

"Kenapa kau diam saja saat dihina seperti itu?"

Sandra mendongak, melihat Putri Xavia yang menatapnya penuh frustasi.

"Hinaan itu bukan untukku. Tetapi, aku yang mendengarnya ikut kesal. Apa kau sama sekali tidak marah?"

"Saya marah, Tuan Putri." Sandra tersenyum kecut. "Tapi, apa yang dikatakannya itu benar. Saya tidak bisa membantah itu. Jika saya membantah, itu hanya akan membuatnya tambah senang."

"Tetap saja—"

"Saya baik-baik saja. Kendati begitu, saya berterima kasih pada Anda karena sudah mengatakan hal seperti itu. Dari semua orang, hanya Tuan Putri yang bisa membungkamnya."

"Itu tidak gratis."

"Ya?" Sandra mengerjapkan mata pelan. "Ah, begitu. Lalu, bagaimana cara saya membayarnya?"

"Dengan tiga hal."

"Apa itu?"

"Pertama, bicaralah santai padaku. Jangan terlalu formal. Aku benci mendengarnya."

Lairene : The DESTINY Of Snow White Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang