[TELAH DIREVISI]
HAPPY READING 💕
°•°
“Panahmu sedari tadi meleset, Kak.”
Xavier kontan menoleh begitu mendengar suara adiknya, gadis itu tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya berlatih memanah. “Xavia.”
“Berkat Victorion untuk Anda, Tuan Putri.” Edward yang juga menemani Xavier berlatih panah, membungkuk memberi salam pada Xavia. “Apakah Anda langsung kemari setelah sampai di istana?”
Xavia mengangguk sembari melirik Xavier. “Sepertinya ada yang tidak sabar mendengar kabar seseorang sepulangnya aku dari kediaman Archduke Nearsen.”
Edward ikut melirik Xavier yang sudah membuang muka. Mengerti situasinya, Edward pun memutuskan untuk pergi meninggalkan mereka berdua.
Sepeninggalan Edward, Xavia menghampiri Xavier. Pangeran itu hanya bersikap tak acuh dan menarik panahnya kembali. Melihat kakaknya seperti itu membuat Xavia ikut diam memperhatikan banyak panah ditembakkan oleh kakaknya.
“Kadang aku penasaran tentang sesuatu.” Xavia menyeletuk santai. “Kau membenci seorang gadis lemah dan lembek yang hanya bisa mengandalkan orang lain tanpa berusaha sedikitpun, tetapi saat aku ingin mencoba keluar dari zona nyamanku sebagai seorang Putri Kekaisaran, kau selalu saja melarangku dan menghalangiku untuk bisa belajar seni bela diri. Sebenarnya, apa yang membuatmu terus melarangku, Kak? Kenapa aku tidak boleh belajar menggunakan senjata?”
“Seorang wanita memang tidak boleh memegang senjata, apalagi kau seorang Putri Kekaisaran. Banyak yang bersedia melindungimu termasuk aku, tapi kenapa kau malah ingin belajar menggunakan senjata?” Xavier membalas, agak heran.
“Aku hanya ingin belajar agar bisa melakukan perlindungan diri ketika aku sedang sendiri, Kak, bukan untuk menjadi seorang kesatria. Kupikir tidak ada yang salah dengan itu.”
“Kau tidak akan pernah sendiri. Kau jelas tahu itu.” Xavier menyela tegas.
“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya. Aku hanya ingin berbekal untuk masa depan.” Kali ini, Xavia berkilah. Sisi keras kepalanya tidak bisa dihiraukan.
“Kau bisa melatih sihirmu, Via, tidak perlu sampai memiliki keinginan menggunakan senjata. Selain aku, Ayah dan Ibu juga pasti menentang keinginanmu itu. Kami hanya tidak ingin kau akan menyesali keputusanmu. Dan bisa menggunakan senjata bukan sesuatu yang baik untuk kesehatan. Jadi, aku melarang juga untuk kebaikanmu. Bukan semata-mata karena keegoisanku. Kau mengerti?”
Xavia mendengkus keras dan bersungut-sungut. “Menyebalkan sekali. Bukankah kau tidak menyukai gadis lemah yang tidak bisa melindungi diri sendiri?”
“Terkecuali kau, iya.” Xavier mengakui. “Jujur saja, aku lebih menyukai gadis yang bisa memegang senjata dan mampu melindungi diri sendiri di keadaan genting. Gadis yang tidak hanya menangis atau merengek saat situasi tidak mendukung menghampiri mereka. Aku tahu seorang gadis memang sudah seharusnya dilindungi pria, tapi setidaknya mereka harus bisa melakukan tindakan pertama saat diserang, bukan hanya menangis lalu menyalahkan pria yang datang terlambat.”
“Begitu rupanya.” Xavia memandang Xavier penuh minat. “Apa gadis itu seperti Cassandra?”
Xavier kontan mendelik kesal dan meletakkan busurnya. “Kenapa jadi bawa-bawa dia?”
“Dia gadis yang mampu melakukan tindakan pertama saat diserang kemarin, dia tidak menangis meski pada akhinya dia syok karena baru pertama kali membunuh manusia.” Xavia menyeringai kecil. “Apa gadis seperti Cassandra yang kau maksud itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Lairene : The DESTINY Of Snow White Haired Girl
FantasySandra salah ketika berpikir bahwa orang pertama yang akan dia temui begitu bangun dari mimpi panjangnya adalah Hera, sahabat yang tinggal bersamanya di panti asuhan selama lebih dari sepuluh tahun. Sandra ingat bahwa dirinya mengalami kecelakaan te...