Chapter 44

9.4K 1K 50
                                    

Udh nyampe target lagi, jadi aku update lagi sesuai janji. Hoho.

HAPPY READING 💕

°•°

"Ada yang ingin kau bicarakan? Sejak tadi kau selalu melihatku."

Xavier tersentak, buru-buru dia memalingkan wajahnya ke depan. "Ah, itu. Aku hanya penasaran bagaimana perasaanmu setelah semua ini terjadi. Aku tidak memaksamu untuk menjawabnya. Maaf membuatmu tidak nyaman."

Cassandra tersenyum kecil. "Menurutmu, apa yang sedang aku rasakan?"

"Entahlah. Aku tidak bisa membaca arti ekspresi wajahmu. Kau terlalu tenang dan diam hari ini."

Kini, Xavier dan Cassandra sejak menyusuri taman kecil yang menjadi penghubung antara asrama dewan dan gedung utama akademi. Suasana di sini sangat sepi karena semua anggota dewan sibuk membenahi insiden pagi tadi. Sore sudah menyambut, tetapi mereka belum kembali. Mungkin terdengar jahat, tetapi Xavier lebih suka keadaan seperti ini. Di mana para anggota dewan tidak berada di sekelilingnya dan membuat dirinya bisa bersantai bersama Cassandra. Jarang-jarang mereka bisa berjalan di taman dengan tangan Cassandra memeluk lengannya tanpa canggung seperti ini. Sebab gadis itu selalu berusaha menghindari kontak berlebih jika berada di luar dan selain malam hari.

"Sebetulnya, aku tidak tahu boleh merasakan ini atau tidak disaat akademi dalam situasi kesulitan. Tapi, kalau aku boleh jujur, aku merasa lega dan senang."

"Kau senang karena berhasil menangkap iblis itu, atau senang karena bisa berjalan bersamaku tanpa harus sembunyi-sembunyi?"

"Tidak keduanya."

"Lalu?"

Sandra berdeham panjang sebelum menjawab. "Aku senang karena akhirnya bisa diterima keluargaku."

Xavier memutar kepalanya, melihat pada Sandra yang kini sedang tersenyum sejuk. Mata kelabunya yang memantulkan cahaya matahari senja terlihat nelangsa, membuat Xavier tidak mampu mengeluarkan sepatah kata. Gadis itu ... memang terlihat senang, tetapi di sisi lain juga kelihatan sedih.

"Aku tidak seharusnya mengatakan ini disaat satu akademi sedang kesulitan, tapi ... aku tidak bisa menyembunyikan perasaan bahagia yang selalu aku nantikan selama ini." Sandra berujar begitu lirih. "Aku senang. Penantian yang selama ini aku dambakan akhirnya terwujud. Saudaraku menerimaku. Mereka membuat pengakuan yang sangat aku sukai. Mungkin kehidupanku tidak lagi sama. Banyak yang menginginkan kematianku, tapi daripada itu, aku senang kedua saudaraku berada di sisiku. Bagiku itu sudah sangat cukup."

"Kau sudah bekerja keras, Sandra. Kau mampu melewati semua ini dan bertahan sampai sekarang. Kau hebat." Xavier meraih tangan Sandra yang berada di lengannya, lalu dia bawa tangan gadis itu ke dalam genggamannya. "Selanjutnya, jangan berusaha sendirian seperti tadi. Ada aku dan kedua saudaramu. Apalagi yang kau takutkan? Apa kau ingin terluka lebih dari tadi? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan apa yang akan aku lakukan jika belati pemberianku tertancap di jantungmu. Aku sungguh tidak ingin itu terjadi lagi, jadi, kuharap jangan merahasiakan apa pun lagi dari kami."

Sandra tersenyum lebar dan mengangguk. Gadis itu baru ingin membalas genggaman tangan Xavier sebelum merasakan cairan di tangannya. Dengan kerutan jelas di keningnya, Sandra mengangkat tangan Xavier. Gadis itu sontak terbelalak ketika melihat sayatan besar dengan darah yang belum berhenti mengalir di tangan lelaki itu.

"Astaga, ini kenapa?! Kenapa kau diam saja?!"

"Eum, sepertinya ini saat aku menahan belati itu agar tidak menusuk jantungmu tadi." Xavier mengedikkan bahunya. "Ini tidak sakit."

Lairene : The DESTINY Of Snow White Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang