Chapter 58

6.7K 901 132
                                    

HAPPY READING 💕

°•°

Fajar hampir menyingsing ketika Armand menjatuhkan diri di sofa ruang kerjanya di markas besar Dieon. Lelaki itu menegak alkoholnya sampai tandas, dan membiarkan tubuhnya rileks setelah melakukan teleportasi berkali-kali di tanah tandus Dario hanya karena melakukan perjalanan bolak-balik dari tempatnya ke markas besar Victorion.

Alasan dirinya sampai mau merepotkan diri untuk melakukan hal semacam itu, tentu bukan karena dia tertarik pada Cassandra dan rela melakukan apa pun demi menyenangkan hati gadis itu, tetapi karena isi pesannya begitu menarik dan rasa penasarannya akan reaksi Xavier jika mendengar bahwa Cassandra tidak mengharapkan kedatangannya.

Jika dipikirkan menggunakan akal sehat, rasanya sangat aneh melihat betapa tak pedulinya Cassandra dan tingkah gadis itu yang kelihatan nyaman di tempat musuh. Padahal dalam situasi seperti ini, tidak seharusnya Cassandra mementingkan egonya. Tetapi, jika dilihat dari situasi yang terjadi, Armand paham kenapa Cassandra tidak mau bertemu Xavier. Yah, memangnya siapa yang tidak akan marah jika pasangan kita mendekati orang lain bersamaan dengan rumor panas? Bahkan jika Armand menjadi Cassandra, dia akan marah dan tidak mau lagi bertemu dengan si tukang selingkuh.

Mungkin memang benar Cassandra sungguh marah dengan Xavier dan betah berada di sini.

Saat hari pertama membawa Cassandra kemari, Armand langsung menyerahkan keamanan gadis itu kepada ajudannya, Leo, karena dia harus bertemu Evelyna dan Ratu Eryska untuk melaporkan keberhasilannya membawa Cassandra. Esok harinya, Armand mendapat laporan dari Leo bahwa Cassandra sempat menangis seharian. Hanya sampai di sana. Sebab keesokan harinya, Cassandra meminta disediakan peralatan lukis. Yah, selama gadis itu tidak meminta macam-macam, Armand akan menurutinya saja. Toh, Cassandra akan segera dipindahkan ke tempat Evelyna seusai perang. Gadis itu tidak punya urusan apa pun pada Armand, kecuali perihal segel.

Dan sesuai janji, gadis itu sungguh memberikan lukisannya kepada Armand. Lukisan itu kini berada di dekat tungku perapian. Namun, yang membuat Armand terkejut dan paham kenapa lukisan itu untuknya, karena sosok yang tergambar nyata dalam kanvas itu adalah sosok yang sangat dia kenali. Meski hanya gambar, rambut coklat kemerahannya tampak berpendar. Mata coklatnya terlihat tulus. Senyumnya begitu lebar seolah pemandangan yang dia lihat mampu menyenangkan hatinya. Dan Cassandra bilang, visual Emiliana itu terjadi sekitar tiga tahun lalu, ketika menonton pertandingan Armand di akademi dan berakhir kemenangan.

"Kau menyukainya?" Saat itu, Cassandra mengajukan pertanyaan setelah lima menit Armand hanya diam memandangi lukisannya. Gadis itu dengan santai meneguk alkoholnya. "Atau kau merasa tersinggung?"

"Kenapa kau menggambar dia?"

"Aku hanya terpesona saat itu. Agak tidak menyangka bisa melihat tatapan setulus itu dari wanita yang mencintai prianya." Cassandra menjawab. "Dia cantik. Kau tidak berpikir begitu?"

"Sudah kubilang, aku tidak pernah melihatnya sebagai perempuan. Kau gadis pertama yang aku puji akan kecantikannya."

"Hm, entahlah. Bukannya merasa tersanjung, aku malah sakit hati mendengarnya." Cassandra sekali lagi meneguk alkoholnya, lalu menatap Armand dengan senyuman. "Walaupun kau tidak pernah menganggapnya lebih dari itu, Emiliana tetap seorang wanita. Semua wanita di dunia ini cantik, Armand. Mau dari mana dia berasal, kemampuan yang dia tekuni, fisik yang dia miliki, semua wanita cantik. Tidak peduli sekeras apa kau membantah, Emiliana bisa sangat cantik jika kau melihatnya dari sudut pandang lain."

Armand memutar kepalanya, dengan alis terangkat, dia membalas, "Sebenarnya, apa yang ingin kau katakan?"

"Kau mencintai istrimu?" tanya Cassandra dengan gamblang. "Atau kau membencinya?"

Lairene : The DESTINY Of Snow White Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang