Chapter 66

6.1K 716 85
                                    

Bagaimana senin kalian?

HAPPY READING 💕

°•°

"Kau yakin sudah lebih baik?"

Sandra terkekeh, agak kesal pada pertanyaan yang diajukan Chris. "Kau sudah bertanya kedelapan kalinya, Kak. Kuharap ini yang terakhir karena telingaku panas mendengar pertanyaan yang sama selama tiga puluh menit terakhir."

Perkiraannya yang menerka dirinya akan tertidur selama beberapa hari adalah salah besar. Begitu bangun, Sandra cukup bersyukur dirinya hanya melewatkan satu hari untuk pemulihan. Dia juga bersyukur di dalam kamar hanya ada Chris dan Remo karena Kaisar dan Permaisuri ada urusan kenegaraan dengan Archduke Nearsen ikut mendampingi, Xavia juga harus mengikuti jamuan mengatasnamakan Permaisuri. Dengan ketidakhadiran mereka di kamarnya, Sandra jadi tidak menerima pertanyaan lebih banyak.

"Aku sudah sadar karena sudah lebih baik. Bukan sakit lagi." Sandra yang duduk di tepi kasur melempar senyum pada Chris yang berdiri di depannya. "Jangan bertanya lagi, ya, Kak. Maaf membuatmu khawatir."

Chris memalingkan wajah ke arah lain, merasa aneh dengan panggilan itu. Dia memang sudah sangat lama menantikan adiknya memanggilnya dengan sebutan itu lagi. Tetapi, setelah dilakukan kenapa dirinya yang malah merasa malu, ya? Chris rasanya ingin tersenyum terus.

"Setelah ini, apa yang ingin kau lakukan, Sandra?" Remo bertanya. "Kuharap kau tidak terlibat sesuatu yang membahayakan dirimu lagi."

Seraya memakai sarung tangannya, Sandra menjawab dengan senyuman, "Kehidupan saya memang akan selalu seperti itu, Yang Mulia Agung. Dewi Eirene mengutuk saya untuk tidak bisa hidup tenang. Selalu saja ada yang mengincar saya."

Remo mengembuskan napas panjang, tidak bisa membantah maupun menyetujui. Ucapan gadis itu memang benar adanya.

"Baiklah, aku harap kau tidak lagi merahasiakan rencanamu." Remo berujar. "Dan untuk luka di lehermu, maaf tidak bisa langsung aku hilangkan bekasnya. Kau jadi punya tato lain di sana. Aku akan berusaha menghilangkannya nanti."

Dalam sekejap, raut wajah Sandra berubah dingin disertai mata kelabunya yang sempat mengilat merah. Namun, itu hanya terjadi dalam beberapa detik dan tidak disadari dua orang itu. Gadis itu menoleh pada Remo lengkap dengan senyuman manis. "Tidak perlu, Yang Mulia Agung. Saya tidak akan menghilangkan bekas luka ini."

"Kenapa?"

Sandra hanya tersenyum lebar sampai matanya menyipit tanpa mau menjelaskan. Gadis itu kembali fokus pada sarung tangannya.

"Omong-omong, aku tidak tahu keadaan Armand," celetuk Sandra tanpa sadar jika pertanyaannya membuat raut wajah Chris berubah dingin. "Dia bagaimana, Kak? Baik-baik saja, 'kan?"

"Kenapa kau menanyakan dia?" Chris membalas agak ketus. "Kau khawatir?"

"Bagaimanapun juga, bukan hanya aku yang kesakitan karena segel itu. Armand juga terkena efeknya. Dan kau lihat sendiri betapa tersiksanya dia." Sandra menjelaskan, lalu sedikit menunduk. "Aku sudah membuatnya kesakitan juga. Bohong jika aku mengatakan aku tidak merasa khawatir padanya. Sama sepertiku, dia juga butuh perawatan."

Tak ada suara yang terdengar. Baik Remo maupun Sandra sama-sama terdiam menunggu jawaban dari lelaki berambut perak itu. Namun, waktu hampir menyentuh menit ketiga keheningan terus berlanjut, membuat Sandra jadi mendongak untuk menatap Chris. Matanya mengerjap pelan ketika menyadari tatapan dingin kakaknya. Sukses membuat Sandra jadi agak takut karena sadar salah bicara.

"Kak?" Sandra memanggil ragu. Gadis itu mulai memainkan jari-jemarinya untuk menghilangkan kegugupan. "Bagaimana ... keadaan Armand?"

Chris masih tidak menjawab.

Lairene : The DESTINY Of Snow White Haired GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang