--Happy reading--
🌸🌸🌸
Burung-burung berkicau di cabang-cabang pohon ek yang menjulang tinggi di luar jendela ruang kerja Lucius Malfoy di Malfoy Manor, cahaya matahari menerobos melalui jendela mengenai botol kaca kristal yang memancarkan pantulan warna pelangi dan angin sepoi-sepoi berbisik di tirai tebal. Lucius menyukai ruang kerjanya, didekorasi sesuai dengan seleranya, ini adalah surga kecilnya sendiri, jauh dari kebisingan putranya dan ocehan istrinya.
Ini adalah tempat di mana ia merencanakan hidupnya; di sini, di belakang meja kenari yang mengkilat, adalah tempatnya merencanakan langkah selanjutnya dan membangun kemakmuran Malfoy.
Di sinilah, di ruangan besar ini, dengan lantai kayu yang dipelitur dan dinding berpanel tempat ia membaca surat seseorang dan merencanakan kehidupan yang akan dijalani putranya. Kehidupan yang mulia, kehidupan yang menuntut pengorbanan dari seorang wanita yang tidak pernah ditemui putranya. Kehidupan yang juga dikorbankan Lucius.
Ada perasaan pengkhianatan, meskipun Lucius tahu ia tidak berhak merasa dikhianati. Namun, perasaan itu tetap ada, tapi pengorbanan harus dilakukan untuk kebaikan. Tidak ada yang pernah dimenangkan tanpa pengorbanan.
Ia menelusuri satu jarinya di sepanjang kalender, kemarin adalah hari seseorang, ia minum sedikit untuk merayakan peristiwa di tanggal itu.
Hari ini adalah hari ia akan memberitahu putranya apa yang telah terjadi enam belas tahun yang lalu. Hari ini adalah hari dimana ia akan mengingatkan seorang pria tua bodoh tentang apa yang telah disepakati bertahun-tahun yang lalu, tentang perencanaan yang telah dibuat, dan sekarang harus dipenuhi.
Sebuah ketukan terdengar di pintu.
"Masuk."
"Kau ingin bertemu denganku?" Putranya, Draco memasuki ruangan. Rambut Draco dipotong lebih pendek dibanding rambut Lucius sendiri, tapi masih dengan warna pirang yang sama, matanya abu-abu dan kulitnya seperti porselen.
"Aku memang ingin bertemu denganmu, Draco." Lucius melambaikan tangan ke arah kursi di depan mejanya. "Duduklah."
"Apa ada masalah, Father?"
"Tidak juga. Bagaimana kabarmu hari ini? Apa kau baik-baik saja?"
Draco mengerutkan kening, mendudukkan dirinya di kursi kulit berwarna hitam. "Ya, aku baik-baik saja. Kenapa?"
"Hanya mengecek saja," jawab Lucius. "Apa kau mau minum?"
"Um, tidak, terima kasih. Apa semuanya baik-baik saja?"
Lucius tersenyum, mengamati sikap gugup putranya dalam diam. Draco telah berusia tujuh belas tahun di tahun ini, akan tumbuh menjadi seorang pria dewasa di dunia mereka. Di mana sebagian dari dirinya sangat bangga dengan putranya, dan sebagian lain dari dirinya sedih karena putranya tidak lagi bocah kecil dan tidak lagi membutuhkannya seperti dulu.
"Semuanya baik-baik saja, Draco. Kau terlihat sedikit pucat," komentar Lucius, matanya sedikit menyipit. Ia tahu putranya tidak seratus persen sehat, ia tahu Draco tidak tidur dengan benar, atau makan sebagaimana mestinya. Kehadiran saudara perempuan istrinya, Bellatrix, dan kemunculan Pangeran Kegelapan sesekali menjadi sumber kekhawatiran yang konstan anak laki-lakinya itu.
Tidak ada yang bisa dilakukan Lucius tentang hal itu, keluarga Malfoy memiliki kewajiban pada Pangeran Kegelapan dan Pelahap Maut, dan ia bangga menjadi bagian dari itu.
Draco menghela napas pelan, "Aku kurang tidur akhir-akhir ini, itu saja." Ia menahan diri untuk tidak menyebutkan bahwa ia dihantui mimpi buruk setiap malam sejak Dumbledore meninggal dan para Pelahap Maut memasuki Hogwarts.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gevallen Engel | Druna | END✔
Fanfiction[LENGKAP] Perjanjian telah dibuat, pernikahan harus terjadi, Luna Lovegood dan Draco Malfoy terikat bersama karena secarik perkamen. Tak satu pun dari mereka pernah mengira bahwa pernikahan mereka akan membongkar tumpukan kebohongan dari masa lalu o...