--Happy reading--
🌸🌸🌸
Hati Luna seakan bermekaran. Draco telah mengatakan kalimat itu. Jauh lebih cepat dari yang ia bayangkan. Bayi mereka bergerak di dalam perutnya, dan Luna merasa mereka bertiga menikmati momen ini.
Sebelum Luna bisa merespon, Draco telah menangkup wajahnya lagi dan mata Luna terpejam untuk mengantisipasi ciuman suaminya.
Draco tidak mendapatkan kesempatan untuk mencium Luna, karena sebuah bunyi krak keras terdengar dari lantai bawah bersamaan dengan bunyi mantra yang teredam. Draco menarik tongkatnya dari saku dalam jubahnya dan secara otomatis menarik Luna ke belakangnya.
Menyiapkan tongkatnya sendiri, Luna tetap di belakang Draco, mengetahui kehamilannya tidak membantu dalam hal gerakan sembunyi-sembunyi, dan membiarkan Draco beringsut menuruni tangga lebih dulu. Luna sedikit panik, telapak tangannya menjadi lembab dan ia merasakan debaran yang berbeda di dadanya pada pemikiran bahwa dirinya dan Draco terjebak di rumah itu. Ia tidak bisa keluar dan Draco tidak akan pergi tanpanya.
Tapi siapa yang mau menyakiti mereka? Sejauh yang ia perhatikan, para Pelahap Maut, mereka semua berada di pihak yang sama, dan jika itu anggota Orde, well, mereka akan tahu Luna telah bersama Harry dan mereka berteman, dan Draco masih sangat muda; Luna tidak percaya Orde akan menyakiti mereka.
Luna mendengar Draco menghela napas berat. "Father? Apa yang kau lakukan di sini?"
"Draco!" Lucius mulai melihat putranya. "Apa yang kau lakukan di sini?"
Draco mengerutkan kening. "Aku bertanya lebih dulu."
Luna merasa tenang, menyimpan tongkatnya kembali ke jubahnya, ia menuruni tangga dan menemukan Lucius di ruang tamu. Ia mengambil penilaian cepat dari situasi ini. Lucius sedang berdiri di dekat rak buku, tangannya bertumpu di rak, dengan ekspresi bingung di wajahnya. Lucius berkedip ketika tatapannya tertuju pada Luna, seolah-olah ia tidak bisa mempercayai matanya, dan Luna ingat ia masih mengenakan spectrespecs. Luna menyelipkan kacamata itu ke atas kepalanya untuk menahan rambutnya ke belakang.
"Atas nama Merlin, apa yang kau pakai?" Lucius hampir menganga melihat Luna.
"Spectrespecs," jawab Luna santai.
Bibir Draco berkedut menahan tawa.
"Kau mencarinya," kata Luna pelan, sebelum ada hal lain yang bisa dikatakan untuk mengalihkan perhatian dari kehadiran Lucius yang tidak diundang di rumahnya. "Hal misterius yang tidak akan kau ceritakan pada kami. Kau berpikir benda itu ada di sini."
Ada kilatan kekesalan di mata Lucius dan rahangnya mengeras. "Aku berpikir mungkin ada di sini," ucapnya.
Draco merengut. "Jika kau berhenti memperlakukan kami seolah-olah kami benar-benar tidak bisa diandalkan, kami mungkin bisa membantumu."
"Aku minta maaf jika kau merasa seperti itu, Draco. Tapi aku pastikan bukan itu yang aku lakukan."
Luna memegang lengan Draco untuk lebih memudahkan dirinya melangkah dan tangan Draco segera melingkar ke punggungnya, membantunya duduk di sofa terdekat, sofa berlengan yang empuk dan Luna tenggelam ke dalam sofa itu, perasaan lelah menyelimuti tubuhnya bahkan saat pikirannya tetap tajam dan fokus. Pikirannya sejenak teralihkan ketika Draco duduk di lengan sofanya. Draco melakukan hal-hal seperti itu akhir-akhir ini, tetap dekat dengannya, dan Luna suka memiliki Draco di dekatnya.
"Tapi itulah tepatnya yang kau lakukan," hardik Draco, amarahnya mulai meluap karena ayahnya tidak memperlakukannya sebagai orang dewasa kecuali itu sesuai dengan agenda pribadi ayahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gevallen Engel | Druna | END✔
Fanfiction[LENGKAP] Perjanjian telah dibuat, pernikahan harus terjadi, Luna Lovegood dan Draco Malfoy terikat bersama karena secarik perkamen. Tak satu pun dari mereka pernah mengira bahwa pernikahan mereka akan membongkar tumpukan kebohongan dari masa lalu o...