--Happy reading--
🌸🌸🌸
Luna mendesah puas, senyum kecil bahagia tersungging di sudut bibirnya saat ia duduk dengan nyaman di antara kedua kaki Draco, punggungnya bersandar di dada Draco dan jari-jari pemuda itu membentuk pola acak di sepanjang kulitnya. "Draco?"
"Hm?"
"Bisakah kita ke luar hari ini?" tanya Luna.
"Kau sudah bosan denganku?" Draco menggoda, mengecup pelipis Luna.
"Jelas tidak," ucap Luna cepat, membuat Draco tertawa, "Tapi kita terus-menerus di kamar sudah tiga hari, tidak bisakah kita ke luar hari ini, Draco?"
"Ya, kurasa itu tidak masalah," Draco setuju. Ramuan kesuburan yang ia minum efeknya akan memudar sekarang, jadi Draco tidak melihat alasan mengapa mereka tidak meninggalkan kamar untuk sementara hari ini. "Tapi jangan terlalu lama," tambahnya.
"Tidak, tidak akan lama," janji Luna. "Tapi kurasa kita harus makan siang di lantai bawah hari ini, supaya semua orang tahu kita masih hidup."
Draco terkekeh, "Kurasa begitu."
Memutar tubuh di dalam pelukan Draco untuk mencium ujung hidung pemuda itu, Luna tersenyum bahagia. "Bagus sekali. Aku merindukan suasana luar." Dengan hati-hati ia melepaskan diri dari Draco, ia cekikikan ketika Draco bersikeras untuk mempererat pelukannya, menolak untuk langsung melepaskannya.
"Aku benar-benar ragu banyak yang telah berubah dalam tiga hari."
"Kau tidak akan pernah tahu. Lagipula..." Luna duduk di tepi tempat tidur sambil menyibakkan rambutnya ke bahu, "Mungkin ayahmu punya berita tentang Pangeran Kegelapan."
"Bagus. Itu adalah jenis berita yang aku tidak sabar untuk mendengarnya," gumam Draco, dahinya berkerut.
Luna mengusap kerutan di dahi Draco, mengecup bibir pemuda itu dengan ringan. "Kita akan menghadapi bersama apapun itu. Jadi kita tidak perlu khawatir tentang apapun yang belum terjadi."
Draco hanya mengangguk, ia tidak percaya pada dirinya sendiri untuk menjawab Luna dengan respon optimis. Luna sangat berlawanan dengan Draco, gadis itu selalu mencari hal positif dalam suatu situasi, gadis itu selalu tersenyum dan memiliki sifat riang alami. Sedangkan Draco biasanya khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya dan akan sering duduk merenung dalam keheningan, panik tentang tindakan selanjutnya yang akan diambil Pelahap Maut dan apakah ia harus menjadi bagian dari itu.
"Aku berharap kau tidak menekuk wajahmu seperti itu, Draco," kata Luna, mulai berpakaian. "Itu tidak membuatmu tampan untuk dilihat, dan kau harus tampan untuk dilihat kapan saja."
Draco memutar matanya dan mengayunkan kakinya turun dari tempat tidur. "Aku akan mengingatnya. Apa yang ingin kau lakukan pagi ini?"
"Kau lihat jam berapa? Kita tidak punya waktu lama sampai jam makan siang," Luna menarik tirai, memperlihatkan kecerahan matahari di hari itu. "Bagaimana kalau kita jalan-jalan saja di taman? Kurasa aku ingin memetik bunga untuk menghias meja," Ia menunjuk ke arah meja bundar di bagian ruang duduk kamar mereka, yang saat ini dipenuhi majalah dan buku. Draco menyeringai ketika ia melihat pakaian dalam Luna di atas meja itu juga.
"Jalan-jalan," ucap Draco setuju, mengancingkan kemejanya dan merapikan rambutnya. "Ayo pergi."
Melompat kecil ke arah Draco, Luna meraih lengan pemuda itu dan setengah menyeretnya keluar dari kamar. Mereka tidak bertemu siapa pun saat mereka menuruni tangga dan berjalan keluar menuju taman. Sinar matahari terik menghangatkan kulit Draco saat ia berjalan dengan tangan di sakunya dan Luna menggandeng di lengan satunya. Angin semilir musim panas yang bertiup di taman menyebarkan banyak aroma bunga yang berbeda yang ditanam Narcissa Malfoy di taman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gevallen Engel | Druna | END✔
Fanfiction[LENGKAP] Perjanjian telah dibuat, pernikahan harus terjadi, Luna Lovegood dan Draco Malfoy terikat bersama karena secarik perkamen. Tak satu pun dari mereka pernah mengira bahwa pernikahan mereka akan membongkar tumpukan kebohongan dari masa lalu o...