[47] Rumah

338 50 0
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Draco membuka pintu berat Malfoy Manor, bergeser ke samping untuk membiarkan Luna masuk lebih dulu. Ia berjengit kaget pada seruan kegembiraan gadis itu.

"Oh, Draco! Indah sekali. Seperti negeri dongeng," Luna bertepuk tangan kecil, ia berdiri di ambang pintu sambil memandang serambi manor di depannya.

Lantai marmernya telah disihir beku menyerupai es dan berkilau terkena cahaya dari lampu gantung yang dihiasi dengan holly. Cabang-cabang tangkai holly dan ivy mengelilingi cermin besar dan lukisan-lukisan di sana dan berputar-putar melilit pegangan tangga di mana es yang berkilauan tergantung di tangga paling atas. Kepingan salju berkilauan berjatuhan dari langit-langit, berputar-putar di dunia kecil mereka sendiri saat mereka melayang di udara, tidak terpengaruh oleh serambi yang hangat, tidak pernah benar-benar menyentuh lantai dan meleleh, melainkan berputar kembali ke langit-langit lagi.

"Ini seperti negeri dongeng ajaib," bisik Luna, merasa bahwa jika berbicara terlalu keras akan merusak kesannya.

"Hebat," jawab Draco datar, mata abu-abunya memandang sekeliling. "Dimana semua orang?" Ia melangkah maju, mengintip ke koridor yang biasanya panjang dan gelap tempat lentera warna-warni sekarang berayun dari langit-langit.

Hampir seolah-olah suara Draco mengeluarkan sihir, Bellatrix muncul di puncak tangga. "Oh, kalian sudah pulang," ucapnya sambil mengangguk. Ia menuruni tangga, tampak sangat gelap dan kontras dengan serambi yang putih bersih. "Kemana saja kalian?"

"St Mungo's," jawab Luna, berputar di atas jari kakinya untuk melihat efek apa yang akan terjadi pada pemandangan indah di sekitarnya.

"Oh ya, tentu saja." Bellatrix menatap Luna, terkejut dengan betapa gadis itu mengingatkannya pada Pandora. "Seperti yang kau lihat, adik perempuanku memiliki terlalu banyak waktu akhir-akhir ini dan telah mengajakku melakukan kejahatan ini!"

"Kau tidak menyukainya?" tanya Luna.

"Tidak," jawab Bellatrix tegas.

"Apa ada pohon Natal, Bellatrix?" tanya Luna, bertekad untuk tidak membiarkan Bellatrix dan sikap wanita itu merusak kebahagiaan sebuah rumah yang didekorasi sangat indah.

"Draco, tubuhmu harus diukur besok pagi," Bellatrix memberitahu Draco sambil melangkah ke arah ruang duduk dan memberi isyarat agar Luna mengikutinya.

"Untuk apa?"

"Pakaian baru untuk pesta Natal."

"Penjahit sudah memiliki semua ukuranku," kata Draco, otomatis mengikuti Luna saat gadis itu mengikuti Bellatrix.

"Ya, aku tahu itu," jawab Bellatrix sabar. "Tapi yang terbaik adalah mengukurnya kembali, jika kau telah tumbuh lebih tinggi selama beberapa bulan terakhir, kau tidak bisa muncul di pesta dengan celana yang terlalu pendek untukmu."

Draco merengut. Bellatrix membuatnya terdengar seolah-olah ia akan tumbuh cepat dengan sengaja.

"Oh, lihat, Draco!" Luna berseru senang. "Mempesona sekali," katanya, bergerak maju menuju pohon yang menjulang di hadapannya dan memenuhi ruangan dengan aroma pinus segar.

Draco memperhatikan Luna, wajah gadis itu bersinar, matanya berkilauan memantulkan cahaya dari pohon dan ia berpikir bahwa gadis itu lah yang benar-benar mempesona, bukan pohon di depannya.

Bellatrix memperhatikan Draco saat keponakannya itu menatap Luna, ia memutar matanya, kepalanya bergoyang dari sisi ke sisi. Anak laki-laki itu memang bodoh, pikir Bellatrix, dan paling tidak seharusnya Draco bisa menjaga agar wajahnya tidak terlihat nakal ketika menatap Luna. Lagipula, itu tidak sopan!

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang