[81] Sajak Ironis

356 54 3
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Apakah waktu melambat? Luna tidak yakin, tapi semuanya tampak aneh, seolah ia sedang menonton film. Ia bisa merasakan kehangatan Draco di sisinya, lengan pemuda itu melingkari bahunya dan ia juga bisa mendengar napas pendek Harry di sisi lain, lengan pemuda itu juga melingkari pinggangnya.

Luna melihat Rodolphus mendorong Hermione ke arah teman-temannya. Hermione menghilang dari penglihatan Luna dan ia alih-alih melihat, ia merasakan Hermione berada di antara Dean dan Ginny.

Rodolphus bahkan tidak melirik Luna. Ia terus menatap mata gelap istrinya saat ia bergerak perlahan, beringsut menuju Bellatrix.

Tidak, Luna menyadari, tidak menuju Bellatrix; tapi antara ia dan Bellatrix.

Luna menyadari Draco merangkulnya lebih erat dan bibir pemuda itu menempel di pelipisnya. Draco mencoba menawarkan beberapa bentuk kenyamanan yang terbatas, meskipun Luna tidak sepenuhnya yakin kenyamanan adalah yang ia butuhkan saat ini. Seluruh hidupnya baru saja dicabik-cabik, tapi ia sepertinya tidak bisa merasakan apa-apa. Seolah-olah setiap emosinya lumpuh.

Bellatrix diam. Sangat tenang. Rodolphus mulai berbicara. Luna lebih berharap pria itu tidak melakukannya. Secara naluriah ia tahu bahwa suara Rodolphus Lestrange bukanlah yang perlu didengar Bellatrix sekarang.

"Ini tidak sama seperti yang dilakukannya dengan Lucius," kata Rodolphus. "Pandora terlalu menyayangimu untuk melakukan itu. Dan aku memilihmu, ingat?"

Mata Bellatrix berkilat marah. "Memutuskan untuk mendapatkan yang terbaik dari dua wanita, suamiku?"

Lengan Bellatrix menebas udara, melemparkan cahaya dari ujung tongkatnya, tapi Rodolphus mengantisipasi serangan itu. Tongkat sihirnya terangkat dan ia menangkis mantra itu. Bellatrix menyerang lagi dan lagi, keteguhan berkilat di matanya saat ia menyerang suaminya.

Rodolphus tidak tinggal diam dan membiarkan serangan itu. Ia tidak hanya bertahan, ia membalas Bellatrix kembali dengan serangan balik yang keras. Mantra terbang ke segala arah, masing-masing dibelokkan ke tempat lain menyebabkan beberapa kehancuran saat mantra itu menabrak dinding atau memantul dari baju zirah.

Untunglah penghuni lukisan itu pergi, pikir Luna, ketika satu bingkai lukisan meledak seluruhnya dari dinding.

Mantra lain yang dibelokkan membuat permadani terbakar dan orang-orang di sekitar mereka melarikan diri dari kehancuran duel semacam itu.

Bellatrix terombang-ambing dan berkelok-kelok, sementara Rodolphus merunduk dan bergeser. Luna menyadari Rodolphus tidak mengizinkan Bellatrix untuk membuatnya pindah dari posisinya sebagai perisai yang membela putrinya.

Draco, tidak yakin apa yang harus dilakukan dalam menghadapi pertengkaran sengit antara bibi dan pamannya, ia melirik Potter. Potter tampak sama bingung dan tersesatnya, begitu pula Granger. Jika Granger dan Potter tidak bisa memikirkan apa yang harus dilakukan, mungkin tidak ada yang bisa dilakukan kecuali membiarkan semuanya terjadi. Ia ingin membawa Luna jauh dari Hogwarts, tapi Draco tahu Luna tidak akan mau pergi sekarang dan selain itu, Bellatrix mungkin akan mengikuti mereka pulang. Ia tidak suka berurusan dengan bibinya sendirian. Bibinya sudah cukup gila pada hari biasa tanpa mengetahui suaminya telah menjadi ayah dari seorang anak sahabatnya.

Draco menatap Luna. Gadis itu tidak bergerak, bahkan tidak berkedut dan Draco mengalami kekhawatiran liar bahwa gadis itu telah bersembunyi dari kenyataan dengan cara yang sama seperti dirinya sebelumnya.

Mengalihkan tongkatnya ke tangan satunya, Draco menangkup wajah Luna. Luna tampak pasrah saat Draco membuatnya mendongak, gadis itu membiarkan dirinya dibimbing. Apa yang dilihat Draco meningkatkan kekhawatirannya beberapa tingkat; wajah Luna pucat pasi, bibir gadis itu seakan tidak di aliri darah dan matanya tampak lebar dua kali ukuran normalnya.

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang