[52] Pelahap Maut Muda

316 47 0
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Bau daging goreng dan telur yang mendesis memenuhi udara saat Fred Weasley masuk ke dapur rumah masa kecilnya, The Burrow. Ibunya, Molly Weasley berdiri di depan kompor, celemek bermotif bunga kuning menutupi bagian depannya dan sangat kontras dengan rambut merahnya, ia memegang spatula di satu tangan sementara ia membalik irisan roti tebal dengan tangan yang lain untuk memastikan hasil kecokelatan yang bagus bahkan di kedua sisi.

"Sarapan sudah siap, Mum?"

"Hampir," jawab Molly, melirik Fred dari bahunya.

"Kau sudah membuat cukup untukku dan George juga?"

Molly memberi putranya tatapan tajam. "Aku mengenal kalian berdua cukup baik untuk mengetahui bahwa kalian akan mendarat di depan pintuku tepat pada waktu makan."

Fred menyeringai dan duduk di meja. "Kau adalah ibu terbaik yang mengenal anak-anaknya."

"Dari pengalaman," jawab Molly sambil tersenyum. Ia kembali sibuk dengan masakannya dan mulai menyajikan sarapan dengan hati-hati ke piring.

George, saudara kembar Fred memasuki ruangan, kemudian disusul dengan kakak laki-lakinya, Charlie, dan ayahnya, Arthur di belakangnya. Arthur sedang sibuk dengan dasinya, dasi biru bunga jagung, yang menolak untuk diikat menjadi simpul rapi di pangkal lehernya seperti yang seharusnya. Mengambil tempat duduk di meja, Arthur menyerah dan menjentikkan tongkatnya, dasinya mulai tersimpul sendiri dengan benar.

"Aku tidak tahu bagaimana muggle bisa mengatur dasi tanpa sihir," ucap Arthur sambil menuangkan kopi untuk dirinya sendiri. "Mereka benar-benar ras yang luar biasa." Arthur Weasley terkenal karena kecintaannya pada semua hal yang non-magis.

"Ayo, Mum, aku tidak mau membuang-buang waktu di sini," kata Charlie, mengendus-endus udara lezat dengan penuh penghargaan. "Serahkan bubur itu."

Molly mendecakkan lidahnya. "Dasar laki-laki," ucapnya. Tidak ada yang lebih disukai Molly daripada berkumpul dengan seluruh keluarganya dan itu jarang terjadi setelah Bill menikah, Charlie bekerja di luar negeri, si kembar Fred dan George telah pindah dan si bungsu Ron dan Ginny di Hogwarts hampir sepanjang tahun. Molly sepenuhnya bermaksud memberikan hal terbaik di situasi buruk yang berkaitan dengan perang dan menikmati kehadiran Charlie di rumah.

Molly menyaksikan dengan rasa bangga keibuan ketika anak laki-lakinya mulai menikmati sarapan mereka, mengobrol dan bercanda dan menggoda ayah mereka seperti yang cenderung mereka lakukan ketika mereka bersama, tapi adik mereka Ron tidak ada di sana. Ia menggigit roti panggangnya dan mengunyah perlahan, pikirannya mengembara ke anak laki-laki bungsunya. Ia bertanya-tanya di mana Ron berada, ia tidak mendengar kabar apapun tentang Ron dalam kurun waktu yang cukup lama dan hatinya sakit karena khawatir dengan anak laki-laki bungsunya, dan Harry, dan Hermione. Harry dan Hermione sudah seperti keluarga; dan mereka masih sangat muda, masih kecil di matanya dan malam-malamnya penuh dengan kecemasan.

Pintu dapur tiba-tiba terbuka lebar dan Molly hampir tersedak roti panggangnya, begitu terkejutnya ia dengan kedatangan Remus Lupin. "Astaga, Remus, apa yang kau lakukan dengan menyerbu masuk seperti ayam tanpa kepala?"

"Oh, aku tahu tatapan itu," kata Fred, menatap pria yang lebih tua itu. Wajah Remus pucat dan tegang, lingkaran hitam di bawah matanya dan garis-garis stres terbentuk di sekitar mulutnya. Mata cokelatnya yang ramah dibayangi ketakutan dan kekhawatiran. "Apa yang terjadi sekarang?"

Remus membuka tas kulit cokelat yang ia bawa di lengannya dan dalam diam meletakkan benda yang diambil dari tasnnya itu di atas meja dapur. Semua mata tertuju pada objek itu, suara sendok garpu Arthur yang berdenting di piringnya satu-satunya hal yang memecahkan keheningan mematikan di sekitar meja; karena di sana, di antara roti panggang dan botol merica, ada topi berwarna ungu yang tidak diragukan lagi milik Dedalus Diggle. Diggle pernah menjadi bagian dari Advance Guard bersama Tonks dan Moody yang telah membantu Harry melarikan diri dari rumah keluarga Dursley beberapa tahun sebelumnya. Diggle tidak pernah pergi ke mana pun tanpa topinya.

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang