[44] Seperti Es Krim

440 50 0
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Draco berjalan kembali ke kamarnya dengan langkah panjang. Kemarahan membara yang telah mendidih melalui pembuluh darahnya seperti larva anehnya telah meninggalkannya ketika ia menuju ke ruang rekreasi Slytherin, dan ketika ia tiba di sana ia tidak merasakan apapun selain rasa haus untuk membalas dendam dan benar-benar tidak peduli terhadap keturunan Nott yang tergeletak di lantai.

Memasuki ruangannya, Draco melangkah tanpa suara menuju kamar tidur, tidak ingin membangunkan Luna. Luna masih tidur nyenyak ketika Draco meninggalkan gadis itu. Tapi sekarang, gadis itu sudah bangun, duduk di tempat tidur menunggu suaminya.

"Draco, dari mana saja kau?"

Draco berhenti saat akan melepas jubah Pelahap Mautnya dan wajahnya memucat.

"Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau akan pergi? Saat kau akan melakukan hal-hal menyangkut Pelahap Maut, aku berharap kau memberitahuku dan mengucapkan sampai jumpa." Luna duduk berlutut, selimut terselip sembarangan di pinggangnya, payudaranya terpampang penuh, mengalihkan perhatian Draco sejenak.

"Huh, apa?" Draco mengerjap dan mengarahkan matanya kembali ke wajah Luna.

Luna mengerucutkan bibirnya kesal. "Kau bisa saja melakukan sesuatu yang berbahaya dan kau tidak memberitahuku. Kau tidak berpikir aku cukup bisa untuk menerima itu?"

"Oke, oke," Draco meyakinkan Luna, meletakkan tongkatnya di meja samping tempat tidur dan duduk di tempat tidur. "Ini bukan urusan Pelahap Maut. Ini urusan Malfoy."

Luna mendengus. "Well, aku juga seorang Malfoy, kan?"

"Ya." Jari Draco menelusuri rahang Luna sejenak. "Itulah yang aku urusi."

"Maksudmu, tentang apa yang terjadi tadi malam?"

"Benar. Aku sudah menanganinya seperti yang kujanjikan."

"Apa yang kau lakukan?" Luna bertanya dengan takut.

Draco menghela napas berat, menangkup sisi kepala Luna dengan tangannya. "Bukan apa yang ingin kulakukan."

"Draco," Luna bersikeras dengan pelan. "Apa yang kau lakukan?"

Erangan menyerah keluar dari bibir Draco. "Aku ingin membunuhnya untukmu," gumamnya, melirik ke arah Luna. "Aku ingin membunuhnya karena apa yang dia coba lakukan padamu. Tapi aku tidak bisa. Aku sudah siap untuk melakukannya, dan ketika saatnya tiba; aku tidak bisa."

"Draco..."

Draco mengibaskan tangannya dengan kesal, ia berdiri dan mondar-mandir di sekitar ruangan, kemarahan mengalir pada dirinya. "Aku tidak bisa membunuhnya untuk melindungi istriku sendiri. Ada apa denganku?" gerutunya, matanya berkilat marah.

Luna menghela napas pelan, mengulurkan tangan pada Draco, senang saat pemuda itu membiarkannya meraih tangannya. "Kurasa..." Ia mulai berpikir, "Kau akan membunuh untuk melindungiku jika kau berpikir ancaman terhadapku cukup besar; tapi kau tahu bahwa Theodore Nott tidak. Dia bodoh, ya, dan membutuhkan peringatan, tapi dia tidak mengancam; tidak juga. Aku tidak memaafkannya dan aku tidak akan melupakannya, tapi aku ingin kita tidak mengingatnya."

Draco mengerutkan kening, tapi menuruti Luna ketika gadis itu menariknya ke tempat tidur dan membiarkan gadis itu memeluknya, membelai kepalanya dan bergumam pelan di telinganya. Draco memiliki kecurigaan yang mengganggu bahwa ia seperti sedang disihir tak kasat mata, tapi ia tidak bisa melihat dengan tepat bagaimana Luna melakukannya. "Jika itu ayahku, ayahku pasti bisa membunuhnya," kata Draco muram.

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang