[19] Kau Hidupku

1.1K 124 7
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Draco berbaring diam di dekat Luna selama beberapa menit, mencoba menenangkan napasnya dan mendengarkan detak jantungnya. Energinya perlahan mulai kembali mengisi otot-ototnya yang melemah dan senyum kecil tersungging di sudut bibirnya saat merasakan jari-jari Luna membelai rambutnya.

Draco menikmati sisa-sisa kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuhnya, perasaan relaksasi dan kedamaian yang mengalir di atasnya dan ikatan baru yang ia rasakan terhadap Luna.

Luna menatap bagian atas kepala Draco yang bersandar di dadanya, ia merasakan jenis kebahagiaan baru yang ia tidak dapat sepenuhnya mengidentifikasinya dan ia puas untuk memeluk Draco dekat dengannya. Tapi hati Luna berdebar gila-gilaan saat kepanikan mulai menjalar dari perutnya ke dalam darahnya. Draco belum mengomentari pernyataan cintanya, dan Luna tidak yakin Draco menginginkannya. Draco akan kesal dan marah bahwa ia lupa pada kesepakatan mereka. Kekesalan dan kemarahan akan merusak manisnya momen ini dan Luna tidak ingin itu terjadi.

Pada saat yang sama, Luna bisa mengingat suara Draco yang hangat dan serak saat membisikkan kata-kata penuh kasih sayang dan pujian di telinganya, memberitahunya betapa cantik dirinya, betapa Draco membutuhkannya. Luna tidak yakin apakah itu hal yang spontan, atau apakah Draco benar-benar bersungguh-sungguh dengan kata-kata itu jauh dari lubuk hatinya.

Luna tersadar dari pikirannya ketika Draco bergeser dalam pelukannya, pemuda itu bangkit dari tempat tidur, memakai jubah dan menghilang ke kamar mandi. Luna menatap pintu kamar mandi yang terbuka dengan terkejut, rasa khawatir muncul di dalam dirinya.

Draco kembali kurang dari satu menit dengan handuk basah di tangannya. Draco duduk di samping Luna, jari-jarinya memegang paha Luna dan dengan lembut menggeser tubuh gadis itu ke arahnya, memungkinkannya untuk menyeka noda darah di paha bagian dalam gadis itu, yang tampak begitu gelap di atas kulit pucat gadis itu.

"Apa kau merasa sakit?" tanya Draco pelan.

"Hanya sedikit," jawab Luna, hatinya membengkak senang pada Draco yang lembut ini.

Mengembalikan handuk basah itu kembali ke kamar mandi dengan ayunan tongkatnya, Draco naik kembali ke tempat tidur di samping Luna, jari-jarinya membelai perut Luna saat ia berbaring di samping gadis itu.

"Draco."

"Hm?" Bibir Draco menyentuh pelipis Luna saat ia bergumam, menutup matanya sebentar saat ia menghirup aroma rambut gadis itu. Ia meninggalkan Luna hanya sesaat untuk ke kamar mandi tapi ia masih bisa mencium aroma gadis itu di seluruh kulitnya dan Draco menyukai itu, ini membuatnya merasa seolah-olah ia masih bersama dengan gadis itu.

"Aku tidak ingin kau marah tentang apa yang aku katakan sebelumnya. Itu hanya... spontanitas saja," ucap Luna canggung, membenci kenyataan bahwa ia merasa perlu berbohong pada Draco sekarang di momen spesial ini. Jika ia tidak mencoba untuk memperbaikinya, Luna khawatir akan konsekuensi jangka panjang dari kata-katanya.

Draco tidak menjawab dan membenamkan wajahnya di ceruk leher Luna.

"Itu hanya... kata-kata yang tanpa sadar diucapkan saat senang, kau mengerti kan, Draco?"

"Ya, aku mengerti," kata Draco, kerutan kecil muncul di dahinya. Luna bukan tipe yang akan mengatakan hal-hal yang tidak gadis itu maksudkan, sadar atau tidak, tapi Draco lebih kesal pada dirinya sendiri karena Luna mencoba menarik kata-kata itu kembali.

Menyingkirkan pikiran itu dari benaknya, Draco mengangkat kepalanya dan memberikan ciuman lembut ke bibir Luna. Sambil balas tersenyum pada Draco, Luna mengangkat tangannya ke atas kepala Draco dan meletakkan beberapa kelopak mawar di sana, mengamati saat kelopak-kelopak mawar itu memenuhi rambut pirang Draco.

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang