[7] Kolam

1.3K 180 9
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Pagi hari itu sangat panas, matahari bersinar terang seperti bola api, cahayanya menerobos ke ruangan tempat Draco dan Luna duduk di meja sarapan bersama Lucius dan Bellatrix.

Sarapan adalah acara yang cukup hening, selain ketika Lucius akan membacakan bagian-bagian The Daily Prophet keras-keras jika menurutnya itu akan menarik bagi Bellatrix.

Draco duduk di seberang Luna, gadis itu sedang memakan roti panggangnya dengan ekspresi menerawang di wajahnya, gadis itu menatapnya tapi Draco merasa gadis itu tidak benar-benar melihatnya. Bahkan ia bertanya-tanya apakah Luna tahu di mana gadis itu duduk. Luna seperti berada di dunianya sendiri. Draco bertanya-tanya lagi apakah Luna memikirkannya dan ciuman mereka semalam, tentang bagaimana gadis itu menghabiskan malam dengan tidur meringkuk di tubuhnya.

"Selamat pagi, Cissy," Bellatrix menyapa adiknya saat Narcissa masuk ke ruangan.

"Bella," jawab Narcissa, duduk di samping suaminya, tangannya memijat dahinya dengan ringan.

"Efek mabuk?" tanya Lucius, nadanya menyiratkan bahwa ia benar-benar tidak peduli.

"Tentu saja bukan. Aku baik-baik saja, ini bukan karena aku minum terlalu banyak tadi malam."

Lucius mendengus. "Menunjukkan dengan tepat jenis sifat apa yang kau miliki jika kau berperilaku seperti itu saat kau sadar."

Wajah Narcissa memerah hebat dan Luna menghindar untuk menatap wanita itu, ia bisa merasakan gelombang rasa malu yang datang dari wanita itu.

"Lucius!" Narcissa mendesis marah.

"Apa? Kita semua keluarga di sini," jawab Lucius.

Narcissa mencibir. "Jadi kita tidak perlu saling menyimpan rahasia sekarang?"

Bellatrix berdeham untuk memecahkan ketegangan mendadak di sekitar meja makan. "Kurasa saat Pangeran Kegelapan kembali, sebaiknya kau mendapatkan Tandamu, Luna."

"Aku apa?" Kepala Luna tersentak kaget. Draco tidak pernah menyebutkan bahwa ia mungkin harus menerima Tanda Kegelapan. Ia menoleh ke arah Draco, kerutan khawatir muncul didahinya.

Draco menyesap jusnya. "Aku rasa itu tidak perlu."

"Well, tentu saja perlu. Luna adalah seorang Malfoy sekarang, Draco, dan dia seharusnya memiliki Tanda sebagai istrimu," Bellatrix berbicara dengan sedikit nada kekesalan dalam suaranya.

"Seperti yang kau katakan, Luna adalah istriku," ucap Draco. "Aku tidak ingin kulitnya ditandai dengan apapun."

"Tapi kita semua memiliki Tanda, Draco, Luna juga harus memilikinya."

"Aku bilang tidak, Auntie Bellatrix. Luna adalah istriku. Milikku," ucap Draco tegas. "Jika ada yang akan menandainya, itu adalah aku. Dia tidak akan memakai tanda pria lain, dia milikku. Apa aku sudah cukup jelas?"

Bellatrix hanya mengangguk, terdiam karena ledakan tiba-tiba dari keponakannya yang selama ini bisa ia
bully sesuka hatinya.

"Bagus." Berdiri dari kursi, Draco memberi isyarat agar Luna mengikutinya.

Menyelesaikan minumnya, Luna buru-buru menurut. Sebuah getaran menjalari tubuhnya ketika Draco meletakkan tangan di punggungnya yang kecil untuk membimbingnya keluar dari pintu. Tangan pemuda itu terasa begitu kuat, begitu hangat, dan panas menembus gaunnya.

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang