[89] Memperbaiki Segalanya

317 49 0
                                    

--Happy reading--

🌸🌸🌸

Menyingkirkan selimut, Luna mengayunkan kakinya turun dari tempat tidur. Ia menggigit ibu jarinya, menggeser berat badannya dari satu kaki ke kaki lainnya. Napasnya tidak teratur, kegelisahan mengalir di setiap darahnya.

Luna merasa mual saat kesadaran menerjangnya seperti gelombang besar. Untuk beberapa alasan ia baru menyadarinya sekarang meskipun Bellatrix sudah memberitahunya.

"Luna?" Draco duduk sedikit lebih tegak.

Luna berbicara dengan tenang, tapi suaranya tegang. "Ibuku tidak hanya ingin Pangeran Kegelapan kembali, dialah yang mencari cara untuk melakukannya. Ibuku yang mewujudkannya. Semua penderitaan yang harus ditanggung Harry selama beberapa tahun terakhir, semua yang seharusnya hidup atau mati pada akhirnya tergantung pada ibuku. Ibuku yang menyebabkan perang kedua."

"Pangeran Kegelapan yang menyebabkan perang kedua, sama seperti dia menyebabkan perang pertama," Draco bersikeras.

"Draco," Luna berbalik untuk menatap suaminya, menggenggam lipatan gaun tidurnya hanya untuk mencari pegangan tangannya. "Semua yang kau alami dengan Pangeran Kegelapan dan Dumbledore, itu karena ibuku. Dialah satu-satunya, Draco. Dia mungkin tidak ada di sini, tapi dialah yang membawa Pangeran Kegelapan kembali."

"Jika bukan dia, pasti sesuatu lain," kata Draco masuk akal. "Pangeran Kegelapan sebenarnya tidak mati, Luna. Dia memastikannya dengan semua horcrux itu. Dengan satu atau lain cara Pangeran Kegelapan pasti kembali."

Luna berputar menghadap Lucius. "Hal rahasia yang kau cari, apakah itu horcrux? Itukah yang kau kirim ke Harry?"

Lucius mengangguk. "Itu diadem Rowena Ravenclaw yang hilang."

Mata Luna terpejam sejenak, tangannya menyentuh kepalanya. "Kenapa harus ibuku?"

Tidak ada jawaban untuk diberikan dan keheningan berlangsung selama beberapa saat. Lucius mengulurkan tangan untuk meraih tangan Luna, mengusapkan jari-jarinya di atas tangan gadis itu dengan gerakan yang menghibur.

Draco belum pernah melihat Luna terlihat begitu terluka, begitu dikhianati. Yang ia inginkan hanyalah membuat gadis itu lebih baik dan ia secara membabi buta menawarkan satu hal yang bisa ia pikirkan. "Mungkin dia telah berubah pikiran tentang itu semua. Tentang kita, maksudku. Kita bukan teman saat kecil. Kita bahkan tidak pernah dipertemukan. Dia tidak pernah memberitahumu apapun tentang aku atau pun Pangeran Kegelapan. Hanya karena dia mencoba untuk mendapatkan teman-temannya kembali bukan berarti dia berniat membawa Pangeran Kegelapan kembali."

Luna mengacak-acak rambutnya sambil menggelengkan kepalanya. "Oh, Draco," katanya dengan tawa pelan. "Dia tidak berubah pikiran. Dia hanya belum siap untuk mempertemukan kita. Pertama, dia masih belum tahu bagaimana cara mendapatkan teman-temannya kembali dan dia membutuhkan mereka, para Pelahap Maut yang paling berpengaruh. Kedua, kita masih anak-anak, Draco. Sihir kita sama sekali tidak dibutuhkan untuk membantu Pangeran Kegelapan bangkit. Ketiga, dia belum memiliki satu hal penting yang dia perlukan untuk membawa Pangeran Kegelapan kembali, dan dia tidak akan memilikinya sampai Harry datang ke dunia kita. Darah Harry adalah bagian dari ritual. Dia tidak bisa melakukan apa-apa tanpa Harry."

Mata Luna, yang selalu begitu ekspresif, yang selalu menatap Draco dengan cinta, kini dipenuhi dengan siksaan. Merasa tidak berguna dan lepas kendali, Draco mengalihkan kemarahannya atas rasa sakit Luna pada ayahnya.

"Bagaimana denganmu, Father?" Draco menuntut, berdiri dan memelototi Lucius. "Di mana kau dalam semua ini? Kenapa kau tidak memberitahuku setidaknya ketika pertama kali aku pergi ke Hogwarts? Atau ketika Luna mulai sekolah? Tujuh tahun, Father, dan kami tiba-tiba menikah. Kenapa kau tidak mempersiapkanku untuk itu?"

Gevallen Engel | Druna | END✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang