Tak bisa ku bayangkan hidup tanpanya.
~
ZahrainZahrain POV
"Engh......" Aku menggeliat, badanku sakit-sakit karena tidur di bawah hanya beralaskan karpet saja.
Tapi seketika aku mencari sosok yang tiba-tiba hilang.
"Yo.... Yo bangun Yo" ku bangunkan Cio dengan paksa yang masih tidur dengan tenang di sampingku.
"Engh... Apa sih rain, masih ngantuk nih!"
"Bangun Chika mana?" Panikku.
Aku mencarinya ke kamar mandi tidak ada, Desy dan Shani juga tidak ada, apa Chika di bawa ke luar?.
Aku segera berlari keluar.
"Rian tunggu!" Teriakan Cio tak ku hiraukan.
Keadaan villa sepi, kemana semua orang, ku pukul kepalaku sendiri, apa ini mimpi, tapi rasanya sakit saat aku memukul diri sendiri.
Berarti ini bukan mimpi.
"Chika... Chika kamu dimana?" Teriakku.
Mencari ke seluruh penjuru villa, dapur, taman, kamar mandi, kamar yang lain, semua kosong, tak ada tas atau barang apapun itu.
Kemana semua orang?.
"Kalo sepi gini malah horor ya, kaya film-film horor rumah tua" Cio malah melihat-lihat isi villa dengan santai.
Ku berlari keluar mencari keberadaan mobil milik Om Gudi.
Dan juga tidak ada.
"Lu ngapain sih rain?" Tanya Cio sambil menggaruk kepalanya santai.
"Chika sama yang lain kemana?"
"Kalian kan besok nikah, jadi hari ini tentu kalian ga boleh ketemu" balasnya dengan santai.
"Tapi Chika masih sakit"
"Udah mending ko, kita berdoa aja semoga besok dia sehat-sehat ga cakit-cakit" ledek Cio di akhir, ku pukul kepalanya dengan keras.
"Sakit rain, di kata kepala gue samsak apa"
Aku duduk di sofa, aku lega jika ternyata itu alasannya, aku kira Chika kemana.
"Mereka kemana?"
"Haaa... Aku tidack tahu, kita akan pulang ke Jakarta berdua, tapi abis sarapan ya, laper soalnya"
Cio melenggang menuju dapur, bisa-bisa nya aku tidak mendengar apapun saat mereka pergi, se lelap itu kah aku tidur, sampai tidak tau apa-apa saat mereka pergi.
"Rain skuy sarapan" teriak Cio dari dapur.
Aku menghampiri Cio ke dapur, dan ikut duduk di meja makan yang besar, karena hanya ada kami berdua sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Maps (END)
Teen FictionBagaimana rasanya tiap kali bertemu harus menuntunnya ke jalan yang dia inginkan, dan harus menjadi penuntunnya untuk pulang, yang bahkan aku saja tidak tau dia mau kemana?. yaaa sulit di jelaskan tapi ini kenyataanya, walaupun begitu aku tidak mara...