Jantung berdebar kencang, keringat dingin terus bercucuran membasahi wajahnya, rasa cemas semakin menggerogotinya setelah melihat apa yang baru saja melintas di hadapannya, Rafa tiba-tiba menghentikan langkahnya, matanya terbelalak, Sang Ibu yang berada di sampingnya terheran-heran,
"Kamu kenapa tiba-tiba berhenti?! ayo kita ke Ruang Dokter dulu!" ajak Sang Ibu.
"A..a..a..aku gapapa bu." Jawab Rafa gugup tanpa menatap Sang Ibu,
"Yaudah kalo gapapa sekarang kita..."
Ibunya belum selesai berbicara, Rafa memotongnya,
"A..aku kesana bentar bu!" Ucap Rafa yang semakin terlihat panik lalu membalikan badannya ke arah yang berlawanan dari arah menuju Ruang Dokter.
"Loh kemana, Nak?!"
"SEBENTAR BU!" Teriak Rafa, ia mulai berlari kencang.
semakin di buat bingung, Sang Ibu memutuskan kembali melangkah ke arah Ruang Dokter berada.
Rafa berlari sangat kencang seiring dengan detak jantungnya semakin berdebar kencang, kecemasannya semakin meningkat, dengan nafas terengah-engah ia terus berlari.
Matanya mulai berkaca-kaca, Rafa memilik firasat buruk, ia mengejar sekumpulan orang yang terdiri dari dua perawat dan dua orang yang mungkin adalah kerabat atau keluarganya mendorong ranjang pasien seorang anak kecil yang sangat Rafa kenali walau tadi hanya melihatnya sepintas, kondisi anak itu sangat kritis.
Rafa berlari menuju Ruang UGD, sesampainya dengan nafas terengah-engah karena saking kencangnya berlari, dekat Ruang Tunggu ada dua orang yang duduk di bangku sebelah kanan yang satunya berusaha menengangkan seorang Bapak yang sedang menangis, sepertinya adalah Ayah dari anak yang kondisinya sedang kritis itu.
Ternyata dugaannya benar, anak kecil yang sedang dalam kondisi kritis itu adalah Nisya, si anak kuat, tegar yang selalu menjadi penghibur dan menemani hari-hari Rafa setiap sedang berada di Rumah Sakit.
Rafa mendekat ke kedua Orang itu,
"Pak." Rafa memanggil Ayah Nisya dengan mata yang semakin berkaca-kaca, melihatnya Si anak tunggal keluarga Arata itu sangat merasa terpukul,
"Dek Rafa." Lirih seorang Ayah yang merasa sangat sedih karena kondisi anaknya sambil menatap Rafa dengan mata sembab.
"Nisya, Ni...Nisya" Rafa terbata-bata, air mata mulai menetes dari kedua bola matanya.
"Sudah Yan! sudah!" Ujar Kerabat yang Ayah Almaruhmah Nisya yang berada di sebelahnya.
"Anak saya Dek Rafa! anak Saya!!" Matanya melebar, Tangisannya semakin meluap seraya mengguncang-guncangkan kedua pundak Rafa dengan kencang.Melihatnya kerabatnya yang berada di sampingnya ikut menangis sambi mengusap-usap punggung Ayah Nisya.
Setelah hampir lebih dari 20 menit Rafa ikut menemani, pintu Ruang UGD akhirnya terbuka, mendengar suara pintu yang terbuka dengan serempak mereka bertiga menoleh langsung beranjak dari kursi.
Ada seorang Dokter di temani seorang Perawat yang berjalan keluar dari Ruang UGD,
Keduanya langsung mendekat ke Sang Dokter, kecuali Rafa yang entah mengapa tiba-tiba ragu melangkahkan kakinya, firasat buruknya terus meningkat tinggi,
dengan perlahan Rafa mundur satu langkah,Si anak tunggal Keluarga Arata itu melihat dari jarak yang tidak begitu jauh dari posisi ia berdiri, Rafa bisa mendengar apa yang di bicarakan oleh Sang Dokter mengenai kondisi Nisya.
Setelah mendekat Ayah Nisya bertanya,
"Bagaimana dengan anak Saya, Dok?!"
Sang Dokter dan Suster saling melirik sejenak eskpresi wajah keduanya jelas menunjukan tak ada sedikitpun titik terang mengenai kondisi Nisya,
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRST & LAST
Teen Fiction"Aku hanya tidak ingin terlihat lemah di depan perempuan yang aku suka!" Begitulah ucap Rafa Arata yang dengan gigihnya ingin selalu bisa menyenangkan hati pujaan hatinya. Apapun itu ia lakukan, meskipun sebenarnya ada suatu kendala besar yang ia mi...