- Distract -

0 0 0
                                    

Dua minggu telah berlalu, sudah cukup lama Rifa tidak bertemu dengan Rafa, setiap kali berangkat maupun saat baru pulang Sekolah ia selalu menyempatkan untuk melihat ke Rumah sahabat semasa kecilnya walau hanya sebentar. Rumah itu selalu tampak sepi.

Serasa hampa, begitulah yang Rifa rasakan. Wajar saja begitu, dari yang tadinya selalu bertemu dan terus bersama jadi sangat jarang berkomunikasi maupun saling berinteraksi bahkan hampir tidak pernah.

Yang tadinya dekat sedekat nadi jadi jauh sejauh mentari, benar-benar terjadi dan sedang di alami.

Sesampainya di Kelas Rifa langsung menaruh tasnya di bangku yang biasa ia tempati, menoleh sejenak memperhatikan kursi di sebelahnya yang kehilangan pemiliknya sudah lebih dari satu minggu.

Bukan langsung duduk di bangkunya Rifa malah menghampiri Adi, Reta yang sedang duduk berdekatan di barisan bangku belakang.

"Pertukaran pelajarnya kapan sih beresnya?!" celetuk Rifa yang tiba-tiba menghampiri dan langsung duduk di salah satu bangku dengan memasang wajah yang muram.

"Emm....1 mingguan lagi kayanya." Jawab Reta yang sedang melihat ke cermin kecil sambil merapihkan poni rambutnya.

"Gitu ya, oh ya kalian..." Rifa melihat ke satu persatu temannya.

"Dapet kabar dari Rafa ga?"

Adi dan Reta saling melirik keduanya hanya merespon dengan gelengan kepala dalam gerak lambat.

Adi dan Reta kebingungan menjawab karena mereka pun sama, tidak mendapat kabar sedikit pun mengenai Rafa.

Seketika Adi teringat kali terakhir ia mengunjungi Rafa di Rumah Sakit, ia dan Reta belum sempat menjenguk Rafa lagi, tapi ada rasa kesal yang timbul, sebuah kekesalan karena kekhawatiran yang timbul akibat dari Rafa yang memutuskan komunikasi, bagaimana tidak kesal? wajar saja Adi kesal, karena sebagai teman dekatnya tentunya ia sangat peduli dan ingin tahu bagaimana kondisi Rafa saat ini.

....

Sebuab lukisan pemandangan indah yamg hanya bisa di lihat, begitulah anggapan Rafa setiap kali melihat ke luar jendela kamar yang ia tempati sehari-hari selama berada di Rumah Sakit, Rafa hanya bisa memandanginya, sekalipun ia beranjak dari kamar pasien yang di tempatinya paling opsi satu-satunya yang ia pilih hanya bisa pergi ke taman yang itupun masih termasuk area dari Rumah Sakit.

Saat masih sedang memandang ke arah jendela tiba-tiba ada yang membuka pintu.

krekk

Rafa menoleh, Sang Suster datang, tersenyum sambil membawa nampan yang di atasnya di letakan semangku sup, sepiring nasi dan segelas air untuk Rafa.

"Makan dulu ya, Dek! saya taro sini ya!"

"Eh, sini aja Sus, mau langsung saya makan."

Sang Suster yang hendak meletakan makanan diatas meja samping dekat ranjang langsung dengan sigap memberikan makanan yang dibawanya pada .
Rafa
"Silahkan."

"Makasih Sus."

"Sama-sama kalau perlu apa-apa langsung hubungi saya ya!"

"Baik Sus, makasih."

Sang Suster tersenyum lalu langsung meninggalkan kamar.

Rafa kembali menatap ke arah jendela, dunia luar mulai terasa asing baginya.

Dalam diamnya banyak yang di pikirkan, Sekolah, teman, Orangtua dan Keluarga bahkan sampai bagaimana ia akan melanjutkan hidupnya ke depan, dan juga tentu saja tentang Rifa, sahabat sejak kecil yang biasa ia temui dan berinteraksi setiap hari tapi kini nyaris tak pernah melihatnya lagi.

FIRST & LAST   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang