- It Didn't Make A Sense -

5 1 0
                                    

"Kamu lagi ngapain?"

Mendengarnya ia langsung menjauh dari meja tumpukan berkas itu, Rifa benar-benar terkejut melihat Pak Yanaz yang tiba-tiba sudah ada di hadapannya, Sang Guru menatap ke murid yang di kenalinya memiliki kepribadian yang aktif dalam berbicara itu, Rifa terlihat sedikit pucat, urat lehernya tampak tegang, mimik wajahnya benar-benar terlihat seperti sedang merasa cemas dan ketakutan.

Matanya berkeliling sejenak sambil menggaruk-garukan lehermya,

"Emm...tadi..."

"Saya disuruh naro buku-buku tugas itu sama Bu Hera." Jawab Rifa sambil menunjuk ke tumpukan buku yang barus saja di letakannya.

Pak Yanaz melangkah maju mendekat ke Rifa, melihatnya karena refleks Kekasih Erfan itu sedikit melangkah mundur,

Sang Guru mentap curiga pada Murid kelas 10-nya itu, lalu mengangkat leher meninggikan pandangannya melihat ke bagian belakang Rifa guna memastikan tidak ada yang disembunyikan oleh anak didiknya itu,

"Oh begitu, yasudah sekarang kamu kembali ke kelas!"

"Baik Pak, Permisi." Rifa mengganguk ia sedikit menundukan kepalanya lalu berjalan keluar meninggalkan ruangan itu.

Sang Guru melihat ke Rifa yang berjalan meninggalkan Ruangan untuk bergegas menuju Kelas, menanggapi Muridnya ia hanya menggeleng-gelengkan kepala.

Yang namanya kebohongan pasti akan terungkap kebenarannya, semakin hari mulai bertambah teman-teman sekelasnya yang mengetahui kondisi Rafa yang sebenarnya, ya, tak bisa di pungkiri dan tak bisa lari, semenjak Rafa absen dari Sekolah akibat penurunan kondisi kesehatannya ada  hal yang mulai terkuak, salah satu Siswa ada yang tidak sengaja pernah memergoki Ibu Rafa yang tiba-tiba menghadap ke Sang Guru yang merupakan Wali Kelasnya, di Jam Istirahat tanpa adanya Rifa yang sudah terlebih dulu meninggalkan Kelas karena ada urusan dengan rekan-rekan Kalunan Band.

Saat Adi dan Reta duduk bersebelahan di meja Adi yang letaknya ada di paling pojok salah satu sudut Kelas Adi membahasnya,

"Eh kan, si Gilang kemaren izin ke Toilet pas lagi pelajaran PKN,
dia cerita ke gua, katanya pas beres dari Toilet mau balik ke Kelas ngelewatin lorong Ruang Guru dia ngeliat Ibunya Rafa lagi ngobrol ama Pak Mukhlis Kepsek kita!"

Mendengar cerita Adi, Reta jadi terkejut,

"HAH?" Reta tercengang.

"Serius dii??!"

"Iyaa Ret! nih ya, gua yakin lama-lama pasti Rifa bakal tau soal kondisi Rafa."

"Iya juga sih memang rata-rata temen sekelas udah pada tahu si Rafa sakit ya dari wali kelas kita yang ngasih tau, tapi ya pada ga nyangka bakal agak lama gini cuma si Rifa aja tuh saking seringgnya dispen gara-gara urusan OSIS sama kegiatan klub musiknya bareng si Kak Erfan, di tambah lagi gabung band Sekolah juga jadi gatau di Kelas tuh ada kabar apa aja, tapi.....terus harus gimana?!" Reta cemas ia semakin bingung

"Lagian Si Rafa juga sampe sekarang ga bisa di hubungi!" Sambung Reta kesal.

"Apa... kasih tau aja soal kondisi si Rafa ke si Rifa?" tanya Adi dengan nada ragu.

"Apa mending gitu ya, di? tapi... memang harusnya dari awal si Rafa tuh jujur ke si Rifa, kalau kita yang kasih tau takutnya di kira gimana-gimana atau kita nya di anggep mengada-ngada."

Reta menghela nafas sejenak ia memegang kening dengan kedua tangannya,

"kayanya memang baiknya sih harus si Rafa yang ngasih tau langsung." Tutur Reta berpendapat.

"Susah juga sih." Adi menggaruk-garuk kepala.

Permasalahan kedua temannya yang timbul akibat dari ketidakjujuran membuat Adi dan Reta merasa berada di posisi yang serba salah.

FIRST & LAST   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang