- Confession -

43 3 1
                                    

Seperti siswa yang baru saja terciduk mencontek saat sedang ujian oleh Pengawas, itulah yang sedang Erfan alami saat ini. Sang Ayah melihat anaknya sedang membuka-buka berkas dokumen biodata Pasien,

"Kamu lagi ngapain?" tanya sang Ayah heran.

"Emm..." Erfan melirik ke berkas yang sedang ia pegang lalu dengan cepat kembali menatap Ayahnya.

Dengan sigap ia langsung menutup dan meletakan kembali berkas yang ia sedari tadi ia perhatikan itu,

"Ga...gak kok, cuma ngerapihin aja."
Jawabnya gugup.

Sang Ayah yang beprofesi sebagai Dokter itu mendekat ke anaknya, ia langsung mengambil berkas dokumennya, lalu meletakannya ke lemari arsip. Setelah meletakannya, Sang Ayah kembali ke meja kerjanya lalu berkata,

"Data pasien itu rahasia, cuman kerabat atau keluarganya aja yang boleh tahu."

Erfan memutar bola matanya malas,

"Iya iya! tuh laptopnya!" ucapnya datar sambil menunjukan.

Erfan beranjak dari kursi, saat hendak melangkah Ayahnya menarik tangannya,

"Erfan, ada yang mau Ayah omongin sama kamu."

"Duduk dulu."

Erfan menatap sinis, lalu melepaskan tangan Sang Ayah, Erfan tidak mendengarkannya, ia  pergi meninggalkan Ayahnya begitu saja.

Selepas anaknya pergi, Sang Ayah menggebrakan meja,

Duug

Sang Ayah menduduki kursi kerjanya, ia menundukan kepalanya, memejamkan mata sambil memegangi kening dengan kedua tangannya.

Saat sedang berjalan hendak menuju pintu keluar, dari jarak yang tidak terlalu jauh Erfan melihat Rafa yang sedang berjalan bersama seorang  wanita berumur yang umumnya sering di panggil dengan sebutan Ibu. Erfan langsung berpikir mungkin beliau adalah Ibunya, saat Rafa dan Sang Ibu mulai mendekat, Erfan langsung bersembunyi di salah satu sisi tembok yang ada di lorong Rumah Sakit itu, Rafa dan Ibunya berjalan menuju Ruang Dokter. Erfan benar-benar merasa seperti sedang melihat sosok Talent yang biasa menghiasi layar kaca melompat begitu saja keluar dari layar televisi.

Baru saja Erfan melihat nama sahabat dekat perempuan yang ia sukai itu tertera di salah satu berkas dokumen biodata pasien, kini di depan matanya ia melihatnya secara langsung. Rasa penasaran semakin menyelimutinya, membuat Erfan mempercayai fakta yang baru saja ia ketahui tadi.

Kepalanya terasa berat di penuhi dengan berbagai pertanyaan seperti, jika memang begitu, mengapa Rifa tidak pernah menceritakan tentang kondisi Rafa yang sebenarnya padanya? atau Rafa sengaja menyembunyikannya? untuk apa? Erfan semakin di buat penasaran, tapi ia merasa itu bukanlah hal yang harus terus ia pikirkan, ketimbang memikirkan hal itu, yang terpenting baginya adalah ia harus segera bisa memiliki Rifa, bagaimapun caranya! si pria ambisius itu kembali melangkah bergegas meninggalkan Rumah Sakit.

Malam hari di kediaman Fia, gadis itu sedang menonton serial drama Asia favoritnya, Fia mem-pause drama yang sedang ditonton, ia tiba-tiba teringat pada Rafa. Ya, beberapa hari belakang ini Fia tidak menghubunginya, ia mengambil ponsel yang di letakan di dekatnya lalu mentatap layar ponsel itu,

"Kamu kapan ngekontek aku Raf?" Gumam Fia sedih.

Pucuk di cinta ulam pun tiba, saat Fia sedang terdiam nenatap layar ponselnya, tiba-tiba saja Handphone pintarnya itu berbunyi, Fia tersenyum lebar, ia langsung mengangangkatnya dengan penuh antusias, busur panah keberuntungan cinta milik Sang Cupid sedang mengarah kepadanya,

FIRST & LAST   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang