- Sweet & Bitter -

19 5 1
                                    

Beberapa hari telah berlalu, Pepatah bijak mengatakan "Jalani hari dengan sepenuh hati dengan berbekal ambisi agar bisa mencapai mimpi" memang harusnya seperti itu, tapi bagaimana Rafa bisa? baru saja pagi sudah merasa serba tak berselera, menelan sesuap makanan saja rasanya enggan apalagi menjalani hari.

Perutnya seakan tidak bisa merasakan rasa lapar, Rafa hanya memakan sesuap oatmeal yang di buat oleh Sang Ibu,
sebenarnya terpaksa, Rafa memakannya bukan karena lapar melainkan sebuah bentuk usaha untuk berhati-hati agar tidak membuat Ibunya marah, karena jika Sang Ibu marah Rafa akan menerima luapan amarah berupa omelan dengan durasi panjang yang panjangnya melebihi panjang sungai Nil.

Selesai sarapan Rafa langsung beranjak dari kursi lalu menyoren tasnya dan tak lupa berpamitan pada Sang Ibu.

Saat sedang mengikat tali sepatu ponselnya berbunyi, Rafa mengeceknya, ada pesan masuk dari Rifa, tertulis di pesan whatsapp yang lagi-lagi untuk kesekian kalinya Rifa membuat mood Rafa jadi semakin menurun dari hari ke hari.

Beberapa hari belakangan ini Rafa kesulitan bertemu dengan Rifa karena kesibukan masing-masing yang mereka jalani.

Tampaknya untuk saat ini Rafa lupa bagaimana caranya tersenyum dengan riang, setelah membaca pesan dari Rifa wajahnya terlihat muram, kaku bahkan lebih kaku di banding kanebo kering yang sudah lama tidak digunakan, saking sudah lamanya tidak terkena air.

Rafa juga sangat jarang berangkat dan pulang Sekolah bersama sahabatnya sedari kecil itu, kini keadaannya terasa telah berubah.

***

Hembusan angin yang terasa dingin kian terasa dan pagi yang mendung bak jadi pendukung agar Rafa terus merasa malas menjalani hari.

Saat Rafa baru saja tiba di Sekolahnya dari arah depan dekat pintu gerbang ada yang memanggilnya kencang sambil melambaikan tangan,

"RAFA!"

Mendengarnya sambil berjalan Rafa yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya pada layar ponsel pun langsung melihat ke sumber suara.

Melihat Rafa yang merespon panggilannya Fi langsung mendekat.

Rafa menatap Fia yang berjalan mendekat ke arahnya sambil tersenyum,

"Aku udah coba buat pake kalimat penjelasan yang lebih ringkas buat sesi persentasi lomba." Fia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya lalu menyerahkan pada Rafa, "Di cek ya!" pinta Fia.

Rafa mengganguk lalu mengambil buku yang Fia berikan.

"Yuk ke Kelas!" ajak Fia tanpa basi-basi langsung menarik tangan Rafa.

Melihat Fia yang menarik tangannya si anak tunggal keluarga Arata itu hanya diam memperhatikan Fia yang terus menarik tangannya mengajaknya pergi ke Kelas bersama.

Saat sedang berjalan dengan tangan nya yang terus di tarik oleh Fia, Rafa mendengar suara seseorang yang baginya terasa tak asing lagi, suaranya terdengar kencang, Rafa menoleh ke sumber suara,

"Ya kan gua udah bilang maaf Kak! lagian siapa suruh jalan sambil maen hp??!"

Dugaannya itu adalah suara Rifa ternyata benar, kini Rifa sahabatnya sedari kecil itu ada di depan matanya sedang beradu mulut dengan seorang laki-laki yang rupanya satu tingkat di atas Rifa,

"Suka-suka gua lah!" jawab si anak laki-laki itu dengan angkuh.

Arni, teman sesama anggota OSIS-nya yang memiliki sifat pendiam itu hanya bisa menatap wajah Rifa dan Si anak laki-laki secara bergantian.

Rifa di buat kesal olehnya,

"Tau ah! yuk Ni, kita balik ke Ruang OSIS aja!"
"I..iya." Jawab Arni dengan gugup.

FIRST & LAST   Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang