Lagi kesambet jin rajin nulis jadi update lagi. Happy reading!
***
Terdengar dering ponsel Darrel. Ia mengeluarkan ponselnya dengan susah payah dari saku karena tangannya penuh dengan bumbu ayam bakar. Ia menaruh ponselnya di lantai kayu tempat kami duduk lalu menyetel mode speaker phone.
"Iya, Mah?"
"Rel, cepet pulang udah malem. Kamu itu harus banyak istirahat. Kamu udah minum obat?"
Darrel segera mematikan mode speaker phone dan mengambil ponselnya, mengarahkannya ke telinga tanpa peduli ponselnya berlumuran bumbu.
"Iya, Mah, Darrel inget kok... Iya, Mah... Gak kok, beneran. Udah ya Mah, dadah!"
Aku menyodorkan tisu ke arah Darrel.
"Itu hape bukan ayam yang perlu dikasih bumbu, Rel! Jorok banget deh kamu!"
Darrel menyengir dan membersihkan ponselnya.
"Btw kamu sakit, Rel? Kok perlu minum obat segala?"
***
"E-eh? Pilek doang, Ta."
"Pilek? Perasaan dari tadi kamu gak bersin-bersin deh."
"Emang udah gak bersin-bersin Ta, cuman ini antibiotik. Antibiotik harus diminum sampe habis."
"Iya deh iya, calon dokterku."
***
Lorong kampus hari ini sepi tidak seperti biasanya. Hanya ada seorang pekerja yang sedang menyapu daun-daun kering dari pohon besar di sebelah gedung kedokteran. Aku bersandar pada dinding di bawah tulisan "Laboratorium". Tak lama kemudian suara-suara langkah kaki memecah keheningan setelah pintu terbuka. Seseorang yang kucari tak kunjung lewat juga. Aku memutuskan untuk masuk. Terkejut. Aku menemukannya tergeletak, dengan buku-buku berserakan di sekitarnya.
"REL? TOLONG! TOLONG!"
Lorong rumah sakit ternyata lebih ramai dari lorong kampus tadi. Petugas medis, dokter, keluarga pasien, ranjang yang didorong berlalu lalang di depanku. Entah sudah berapa lama aku di sini, menunggu kabar dari dalam.
Pintu terbuka.
Pria berjas putih itu hanya diam. Aku menerobos masuk ke ruangan itu, menemukan Darrel yang terbaring lemah.
"Ta, aku izin pergi ya..."
Mesin pendeteksi detak jantung itu mendengking nyaring.
Aku langsung terbangun, duduk di kasurku. Matahari sudah menyapa lewat sela-sela tirai kamarku. Aku dipaksa turun dari kasur, mencerna bunga tidur barusan, dan memulai hari.
***
Darrel. Pingsan. Rumah sakit. Pergi.
"Bu... eee... Bu? Bu? Bu Natalia?"
Panggilan itu menyadarkanku dari lamunan.
"Bu saya mau tanya, cuman dari tadi saya angkat tangan tapi Ibu gak notice. Jadi latihan tadi dibuat PR aja kah, Bu?" tanya seorang anak dengan kacamatanya yang berbingkai hitam.
"I... iya. Besok dikumpulkan, ya."
"Baik, Bu. Sama satu lagi." Anak itu melirik jam tangannya. "Jam pelajaran Sejarah udah abis Bu." Kemudian ia menunjuk ke arah luar kelas. "Itu Pak Ary udah nungguin Bu. Abis ini Fisika."
Seakan saraf otakku baru bekerja sempurna, aku segera membereskan barang bawaanku dan meninggalkan ruang kelas. Terlebih dahulu tersenyum penuh arti kepada Pak Ary yang sudah menunggu cukup lama sambil berdiri di depan kelas. Maaf, Pak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada Nadiku 3
Romance(#20 dalam #nada, 11/05/2018) (COMPLETED) Namaku Natalia Tanusaputra, mahasiswi jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Pratama. Hidupku memang tidak serumit alur sejarah dunia, namun apa ada kemungkinan memilih satu dari dua orang yang sangat berarti d...