Akhirnya update astagaaaa :(((
Happy reading!***
"Rel, aku mau minta maaf. Selama ini aku udah kayak anak kecil yang ngambekan. Aku selalu nyalahin kamu, tapi aku gak tau juga aku bakal nyakitin kamu. Maaf, ya, Rel?" Aku menatap Darrel.
Darrel sedang memegangi kepalanya, sepertinya kesakitan.
"Tuh, kan, aku bilang juga apa. Kamu juga gak tahan air ujan. Pusing, kan, jadinya?" ucapku.
"Ehehehe, iya, iya. Ampun, Mah," ucap Darrel.
"Kamu kalo pusing, sini aku aja yang nyetir," ucapku menawarkan.
"Gak ah. Cewek kalo nyetir malah tambah bikin pusing!" ucap Darrel tertawa kecil.
"IIH! Ngeremehin banget, sih!"
***
Tiga tahun sudah kulewati tanpa kehadiran laki-laki nomor satu di hidupku.
Papa.
Seandainya beliau masih ada, ribuan kisah telah memenuhi telinga yang selalu disiapkannya untuk mendengar keluh kesahku. Untungnya papa udah di sana. Telinga papa mungkin gak perlu cape-cape buat dengerin hidupku yang penuh gejolak udah kayak sinetron favorit Mama di TV. Kadang aku pengen ngirim surat fisik ke surga. Tapi doa juga udah sampe, kan, Pa?
Aku menyusuri jalanan terdekat menuju makam papa.
Bernard Tanusaputra.
Begitulah tulisan di tempat peristirahatan terakhirnya. Tuhan, aku bersyukur masih Engkau izinkan untuk memakai nama belakang orang hebat ini pada namaku.
Aku jongkok di sana, menabur kelopak-kelopak bunga segar.
"Hai, Pah. Apa kabar di sana? Jam segini biasanya papa lagi ngopi sebelum ngantor. Di sana frapuccinno-nya enak gak, Pah?
"O, ya, Pah. Sekedar info, Kak Nes bentar lagi mau nikah, lho. Calonnya baik, kok, Pah. Mapan lagi. Papah gak usah khawatir.
"Aku baru baikan sama Darrel, Pah. Semoga gak ada berantem-berantem lagi, deh. Maaf, Nata emang kadang masih kekanak-kanakan."
Aku menyeka singkat ujung mataku yang berair. Aku tak tahu sejauh mana keberadaannya sekarang. Namun aku tahu, doa akan selalu sampai pada tujuannya.
Aku beranjak dari makam. Teringatlah aku pada Darrel.
Hari ini Darrel pasti mengunjungi makan papanya. Papa kami meninggal di hari yang sama. Kedua laki-laki hebat di hidup kami itu meregang nyawa pada kecelakaan mobil saat perjalanan bisnis.
Aku memutuskan untuk menuju ke makam papa Darrel, berharap menemui Darrel di sana.
Sesampainya di kompleks makam, tak sulit aku mencarinya. Keadaan makan yang sepi membuat netraku langsung mengetahui keberadaannya. Seorang lelaki, berjongkok, memakai kemeja kotak-kotak hitam putih sambil membawa selembar kertas—entah apa isinya.
Semakin dekat jarakku dengannya, semakin terdengar suara isakan kesedihannya. Sungguh pilu melihat sosok Darrel yang ceria, selalu membuatku tenang, dan jahil, kini meneteskan air mata.
"Rel..." Aku memanggilnya lembut sambil berjongkok untuk mensejajarkan posisiku dengannya.
Menyadari keberadaanku, Darrel melipat serta memasukkan selembar kertas yang ia pegang dari tadi ke dalam saku celana jeans kirinya. Selajutnya ia hendak menyeka air matanya. Aku menahannya, memeluknya erat berharap dapat menguatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada Nadiku 3
Romance(#20 dalam #nada, 11/05/2018) (COMPLETED) Namaku Natalia Tanusaputra, mahasiswi jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Pratama. Hidupku memang tidak serumit alur sejarah dunia, namun apa ada kemungkinan memilih satu dari dua orang yang sangat berarti d...