DUAPULUHENAM - TAWAR

116 6 0
                                    

"Baik. Saya akan tembak dia," ucap Ibu itu. Napasku terhenti, dia menekan pemicu pistol itu.

DOR!

"NATAAA!!!" Darrel segera berdiri di depanku.

Aku dengan refleks menutup kedua mataku.

"AAARRRGGGHHHH!!!"

Aku mendengar teriak kesakitan. Aku membuka mataku.

"DARREELLL?!?!?!"

***

"Ta, kamu gapapa?" Darrel melepas pelukannya.

"Rel! Aku kira kamu—" ucapanku terpotong oleh polisi yang dengan sikap menangkap ibu itu dan komplotannya.

Sebelum berhasil menembakku, seorang polisi telah lebih dulu menembak tangan ibu itu dan menyebabkannya kesakitan lalu menjatuhkan pistolnya.

Ibu itu dan komplotannya segera dibawa masuk ke mobil polisi.

"Pak, terima kasih, ya. Kalo gak ada Bapak, mungkin saya udah gak bakal ada di sini," ucapku tersenyum pada salah satu polisi.

"Itu sudah merupakan tugas kami. Lagipula, kalau tidak ada kamu, mungkin kami tidak akan tahu bahwa ada penyimpangan di sini. Ya, sudah. Kami permisi," ucap polisi itu lalu masuk ke mobil dan meninggalkan lokasi panti.

"Nah, beres, kan. Kamu itu emang hebat, Ta. Dan lihat sekarang, kamu berhasil nyelamatin korban ketidakadilan. Aku makin bangga, deh, punya pacar kayak kamu," ucap Darrel sambil merangkulku.

"Ini juga, kan, berkat kamu. Makasih, ya, Rel," ucapku pada Darrel.

Anak-anak diturunkan dari bus kecil itu. Darren turun dari bus kecil itu dan berlari ke arahku.

"KAK LIA!!!" ucapnya sambil berlari.

Aku membungkukkan badan dan berlari ke arahnya. Kepalaku terasa sangat sakit. Semua gelap.

***

Aku membuka mataku sementara tangan kananku memegangi dahiku. Rasanya pusing sekali.

"Ta? Ta?" Aku melihat Darrel memegangi tangan kiriku.

"A... aku di mana, Rel?" tanyaku.

"Di rumah sakit. Tadi kamu pingsan, Ta. Tekanan darah kamu rendah banget," ucapnya sambil mengelus-elus punggung tanganku. "Kamu makan, ya," ucapnya sambil membukakan plastik pada mangkuk makanannya.

"Ah, aku gak suka makanan rumah sakit," ucapku sambil menutup mulut dengan tangan.

"Ih, enak, kok! Cium aromanya. Uhh, lezat!" ucapnya sambil mulai menyendokki makananku.

"Gak mau!" ucapku bersikukuh.

"Emmm, ato gak gini aja. Gimana kalo makannya, LEWAT IDUNG!" Darrel menempelkan sendoknya di hidungku.

"Ih! REL! Kan, kotor jadinyaaa," ucapku.

"Ahahahaha, sori, deh, sori. Nih, dielapin," ucap Darrel sambil membersihkan hidungku dengan tisu. "Makan, yuk, please! Satuuu sendok ajaaa," bujuk Darrel.

Aku akhirnya menyerah dan membuka mulutku.

"Nah, pinternya pacarku. Gitu, dong, makan. Biar cepet ndut," ucap Darrel sambil cekikikan.

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang