EMPATPULUHENAM - KABATRAM

48 4 0
                                    

Sorry telat update! Happy reading!

***

Fio menangkap tanganku. "Tuh, orangnya. Samperin gih! Tar keburu pergi."

Aku menghadap ke belakang. Darrel baru saja duduk di salah satu sudut kantin sambil memainkan ponselnya.

"Cepet!" Fio menyikutku.

Aku berjalan perlahan ke arah Darrel. Gue ngomongnya harus gimana ini batinku. Rel, balikan yuk! Terdengar gila. Rel, we need to talk. Emang dialog film!

Tiba-tiba seorang cewek berlari ke arah Darrel. Mereka berbincang sebentar. Mereka terlihat sangat senang. Selanjutnya Darrel memeluk cewek itu erat.

Satu kepingan hati jatuh, menjadi kepingan-kepingan yang lebih kecil lagi.

***

Aku ingat saat pertama kali bertemu dengannya. Tanganku dan tangannya bersalaman. Iya, dia. Anak laki-laki sepantaranku, rambutnya hitam lebat berponi, kulitnya putih, pipinya chubby, matanya sipit, memakai kacamata berlensa cukup tebal, dan tubuhnya gemuk. Lengkap, kan, ciri-cirinya?

Aku tidak menyangka semua sakit hati ini berasal dari peristiwa yang sungguh sederhana. Perkenalan, jabat tangan, pertemanan, saling suka, jatuh cinta, masalah, sakit hati.

Aku segera menuju Fio dan mengajaknya pergi.

"Apa gue putus aja sama dia?" tanyaku pada Fio sambil berjalan ke luar kampus.

"Ta, jangan ngomong kayak gitu, deh. Perasaan lu lagi kacau, jangan buat keputusan apapun," ucap Fio.

Kata orang, jatuh cinta sudah sepaket dengan patah hati. Kata orang, balikan sama mantan itu cuma kayak baca buku yang sama dua kali, ending-nya bakal tetep sama.

Apa bener?

Rel, apa break maksud kamu, kamu bebas nyakitin aku dengan kamu sama cewek lain? Maksud aku, cewek itu Nadine.

***

Pukul sepuluh pagi, di rumahku, duduk menatap laptop sambil memegang mouse di tangan kanan. Hari ini aku dan Malika memutuskan untuk mulai mengerjakan tugas kelompok kami yang sudah tertunda beberapa hari. Malika duduk di sebelah kananku. Matanya sibuk mencari informasi di internet sementara mulutnya sibuk mengunyah keripik kentang berbumbu sapi panggang.

"Kalo tau rumah lu damai gini, sih, dari awal kalo kita ada kerja kelompok mending di rumah lu," ucap Malika.

"Rumah gue damai, ato karena banyak keripiknya?" tanyaku.

"Eheheehehe, itu juga faktor lainnya, sih. Eh, btw, kakak sama mama lu mana?"

"Kak Nes lagi dinas keluar kota, baru balik minggu depan. Mama gue lagi pergi sama temen-temennya. Biasalah ibu-ibu."

Kami lanjut mengerjakan tugas.

"Yah, kuota gue abis! Ta, password wifi-nya apa?" tanya Malika ketika browser-nya menunjukkan gambar dinosaurus.

"Di rumah ini gak ada wifi. Tar gue ke kamar, gue tethering-in deh."

"Manjiw."

Aku beranjak ke kamarku untuk mengambil ponsel. Tiba-tiba ponselku berdering dan menampilkan nomor telepon yang asing bagiku.

"Halo?"

"Natalia! Ini Tante Lita, mama kamu masuk rumah sakit! Kamu cepet ke sini, ya!"

"Apa? Masuk rumah sakit?"

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang