Di teras depan panti itu aku menemui seorang bapak yang sedang merokok.
"Permisi, Pak," ucapku.
"O, ya, dek. Mau visit?" tanyanya.
"Iya, Pak," jawabku.
"Masuk aja," ucap Bapak itu kemudian ia lanjut menghisap rokoknya.
Aku menutup hidungku dengan tanganku. Aku tak pernah tahan dengan asap rokok.
Ketika aku masuk, aku melihat anak-anak sedang makan. Mereka duduk di lantai. Ada yang bergerombol, ada juga yang sendiri-sendiri.
"Kak Lia!"
Seorang anak memanggilku.
***
Aku menemui salah satu anak Panti Asuhan Jelita di sana. Dia masih mengingatku.
"Eh, kamu! Apa kabar sayang?" tanyaku sambil berlutut untuk memeluknya.
"Kak Lia," panggilnya. Ia melihat ke kiri dan ke kanan.
"Kenapa?" tanyaku.
Ia berbisik padaku, "Kak, aku gak mau di sini. Di sini kita gak pernah disayang, makan juga cuma sehari sekali, Kak. Aku takut. Ada tante galak di sini."
Kulihat matanya mulai berkaca-kaca.
"Kamu tenang, ya. Serahin sama Kak Lia," kataku.
"O, ya, Kak. Darren mau ketemu Kakak. Ke atas, yuk, Kak," ajaknya sambil menarik tanganku.
"Mal? Lu mau ikut?" kataku pada Malika. Malika terlihat berpikir.
"Gue tunggu sini aja, Ta," ucapnya.
Aku segera naik ke lantai atas. Tak kusangka, Darren langsung memelukku dan menangis.
"KAAA LIAAAA!!! DELEN GAK MAU DI CINI!!! DELEN MAU CAMA KA LIAAA!!!"
Aku memeluk Darren erat. Dia menangis sesenggukan.
"Ehehem." Terdengar suara dehaman. Aku melepas pelukanku dan menghadap ke arah suara itu.
"Anda siapa, ya?" ucap seorang Ibu, mungkin usianya sekitar 50 tahun.
"Sa... saya cuma visit panti ini. Kebetulan saya kenal beberapa anak dari Panti Jelita yang baru aja pindah ke sini," jelasku.
"Bisa saya bicara sama kamu sebentar?" tanya Ibu itu.
"Boleh, Bu..."
Aku diajak Ibu itu ke lantai bawah.
"Kamu ke sini hanya visit, atau mau memberi bantuan dana juga?" tanyanya.
"Bantuan dana? Bukannya panti ini didanai oleh pemerintah? Saya pikir panti ini tidak perlu bantuan dari pihak lain lagi," jelasku.
"Memang. Tapi semua itu gak cukup buat menghidupi anak-anak di sini. Apalagi, jumlahnya makin bertambah," jelasnya. Ia melipat kedua tangan di depan dadanya.
Aku memicingkan mataku.
"O, ya, Bu. Soal itu, apa dana dari pemerintah gak cukup sampe anak-anak cuma makan sekali dalam sehari?" tanyaku. Kulihat ibu itu agak terkejut.
"Apa anak-anak tadi yang bilang ke kamu soal itu? Kamu percaya kata-kata mereka? Saya gak tau di panti yang sebelumnya mereka terlalu dimanjakan atau bagaimana. Mereka cuma anak-anak manja yang dengan mudahnya bisa mendapatkan sepiring nasi. Mereka sudah saya beri makanan tiga kali sehari dan bahkan lebih. Tapi bibir mereka masih tidak bisa bersyukur?" ucap Ibu itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nada Nadiku 3
Romance(#20 dalam #nada, 11/05/2018) (COMPLETED) Namaku Natalia Tanusaputra, mahasiswi jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Pratama. Hidupku memang tidak serumit alur sejarah dunia, namun apa ada kemungkinan memilih satu dari dua orang yang sangat berarti d...