SEPULUH - NATUJEK

114 12 0
                                    

Tingting... Tingting... Tingting...

"Halo?"

"Hai, Ta. Hari ini jam 1 ke panti, yuk! Bu Asih ulang tahun, nih!"

"Oke, nanti aku dateng."

"Okedeh, sampai jumpa nanti, Ta! See you!"

Ini beneran apa gak ada yang inget hari ulang tahunku?

Kak Dirga aja inget ulang tahunnya Bu Asih. Ya, wajar, sih, karena Bu Asih udah ngerawat dia dari kecil dan sekarang dia dan Bu Asih ngerawat panti asuhannya sama-sama.

But, does anyone else remember my birthday except Kak Nes and Mama?

Aku menuju ke panti asuhan seperti ajakan Kak Dirga. Aku mengetuk pintu sekitar lima kali namun tak ada yang merespon. Dan ternyata pintunya tidak terkunci. Aku memutuskan untuk masuk.

DORRR!!!

***

Mengagetkan! Ledakan itu berasal dari belakangku.

"SURPRISE!"

Teriak Kak Dirga diiringi anak-anak panti asuhan yang lain. 

"Happy birthday, Nata... Happy birthday, Nata... Happy birthday, happy birthday... Happy birthday, Nata..."

Mereka semua bernyanyi untukku.

"Kak Lia, hepi beltdey, yah. Cemoga Kakak makin pintel dan makin cantik. Jangan lupain kita cemua, yaaahhh..." ucap anak laki-laki kecil, Darren namanya.

"Makasih, Darren," ucapku sambil memeluk anak itu.

"Nih, tiup dulu lilinya, Kak," ucap salah satu anak perempuan.

Setelah itu kami berfoto bersama. Entah kenapa aku merasa telah menjadi bagian dari keluarga ini.

Aku bersama Kak Dirga duduk di teras depan.

"Makasih, ya. Kejutannya berhasil. Berhasiiill banget," kataku pada Kak Dirga.

"Kok, terimakasihnya ke Kakak, sih?" tanyanya.

"Ya, kalo bukan Kakak yang ngerencanain ini, siapa lagi?"

"Darren, tuh, yang ngerencanain."

"Idih, ya, kali."

Aku cekikikkan.

"O, iya, Ta. Kakak punya sesuatu buat kamu."

Kak Dirga memberiku sebuah payung lipat.

"Payung ini adalah payung yang Kakak pake buat mayungin kamu waktu nangis di taman belakang sekolah gara-gara gak keterima kuliah beasiswa di kampus Kak Nes," Kak Dirga menjelaskan panjang lebar.

Seakan memori itu menghampiriku lagi.

"Ih, Kakak inget aja, sih. Yang waktu itu sampe dipanggil kepsek, kan?" kataku sambil sedikit tertawa.

"Wahahaha, iya. Yang waktu itu Bu Ana bilang kita harus ngejaga etika guru sama murid," kata Kak Dirga.

Kami berdua tertawa.

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang