EMPATPULUHTUJUH - GNUGGNAP

42 2 0
                                    

Aku duduk sendirian kantin sambil membaca-baca materi untuk kuis Senin depan. Aku memasang earphone-ku dan menyetel lagu Rewrite the Stars. Aku juga mulai bersenandung hingga bernyanyi-nyanyi kecil.

No one can rewrite the stars
How can you say you'll be mine?
Everything keeps us apart
And I'm not the one you were meant to find

It's not up to you
It's not up to me
When everyone tells us what we can be
How can we rewrite the stars?
Say that the world can be ours
Tonight

Seseorang bertepuk tangan dari arah belakangku.

***

"Nataaa! Gue baru tau lu bisa nyanyi dan... bagus banget!" Nadine segera duduk di kursi depanku.

"Biasa aja, kok, Din. Hehe," ucapku sambil melepas earphone-ku.

"Ih bagus banget tau! O, iya, nih pas banget, gue lagi nyari orang buat ngisi acara kampus. Jadi rencananya kita bakal bikin kayak panggung acara gitu, ada bazzarnya juga. Ikutan, yuk, Ta!" ucap Nadine sungguh bersemangat.

"Ikutan? Ikutan apanya?"

"Ikut ngisi acara, Ta. Kan, lu bisa nyanyi, suara lu bagus. Dan... gue kenal nih anak PR yang jago nyanyi plus main gitar. Trus kalian bisa duet gitu. Pasti keren banget! Mau, ya, Ta... Pliissssss..." Nadine memohon-mohon padaku.

Kepalaku sebenarnya sudah mau menggeleng mantab--mengingat Nadine yang mengajakku-- tapi di sisi lain tidak ada salahnya juga sedikit memberikan dampak bagi kampus tercinta. Nadine yang mendengar persetujuanku langsung semangat dan menggandeng tanganku untuk menuju ke halaman depan kampus di mana para panitia tengah bersiap-siap.

"Nih, Ta. Kenalin ini Eric. Eric, kenalin ini Nata. Jadi gue perlu kalian diskusi lagu apa yang nanti bakal dibawain."

Kami bertiga duduk di pinggir panggung. Aku berdiskusi dengan Eric, sementara Nadine sedang sibuk mengurus berkas-berkas berupa setumpuk kertas. Tiba-tiba ponsel Nadine berbunyi. Ia menaruh ponselnya lalu menyalakan speaker phone karena kedua tangannya tengah sibuk mengurus berkas-berkas.

"Halo, Rel, kenapa?"

"Eh, Din, gue lagi di kantin. Lu di mana? Gue ke tempat lu, deh."

Itu suara Darrel. Darrel menelpon Nadine. Bahkan Darrel akhir-akhir ini tidak mengirim pesan padaku, apalagi telepon.

"Gue lagi di panggung ngurusin acara sama Nata sama Eric. Kenapa, Rel?"

"Ada Nata? Eh, gak jadi, deh." 

Tanganku mengepal mendengar apa yang dikatakan Darrel barusan. Apa sebegitunya Darrel tidak mau bertemu denganku?

Nadine terlihat langsung meletakkan berkasnya, mengambil ponselnya, mengaduh sambil menatap gugup ke arahku. Aku langsung bangkit berdiri dan melangkahkan kakiku ke tempat tujuan selanjutnya. Kantin.

Tidak sulit menemukan Darrel karena aku tahu persis spot favoritnya saat di kantin.

"Kamu segitunya gak mau ketemu aku?" Aku berdiri di sebelah kanan Darrel. Darrel terlihat kaget dan tak sempat berkata apa-apa. "Aku gak ngerti lagi sama kamu, Rel. Apa ini break yang kamu maksud? Aku gak yakin kalo break ini bisa memperbaiki hubungan kita. Kamu bisa tiba-tiba baik sama aku. Kamu peduli pas tangan aku keseleo. Kamu dateng bawain aku makanan pas mama aku di rumah sakit. Tapi kamu juga bisa bikin hati aku sakit. Kamu peluk cewek lain di depan aku, kamu ngehindar dan gak mau ketemu sama aku. Aku. bener. bener. gak. ngerti." Napasku terengah-engah. Darrel masih terdiam.

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang