EMPATPULUHTIGA - ADEJ

54 4 0
                                    

"Oke, oke. Gini. Jadi gue Sabtu ini bakal dateng ke nikahan tetangga gue. Dan, gue dikasih ultimatum sama dia. Gue harus ajak pacar gue ke nikahan dia. Gue gak boleh dateng sendiri," ucap Dito.

"Ya, itu bukan masalah kita keles," ucap Meli sembari melihat ke arahku.

"Ya elah... Bantuin kek. Udah tau gue jones karatan gini."

"Ajak Nadine," usulku. Meli melirik ke arahku.

"Udah. Tapi katanya dia ada acara keluarga," ucap Dito.

"Penolakan secara halus itu sih," ejek Meli.

"Ato gak gini! Kalian suit! Siapa yang kalah, harus nemenin gue ke kondangan..." Aku dan Meli saling tatap. "Untuk jadi pacar pura-pura gue besok. Gimana?"

Ide gila.

***

"Eh, tapi tunggu dulu, Dit. Tetangga lu? Bukannya gue udah pernah ketemu ya? Berarti dia udah tau dong gue sepupu lu, bukan pacar lu," ucap Meli.

Dito menepuk jidatnya. "O, ya gue baru inget! Ya, udah berarti lu, Ta, temenin gue..."

"Eh? Gue? Napa harus gue?" ucapku tak terima.

"Eh, tapi emang Nata gak jalan bareng Darrel? Kan, malming," ucap Meli.

"Yeh, gimana mau malmingan, orang kemaren juga kayaknya lagi berantem," ucap Dito melihat ke arahku. Aku menghela napas.

"Emang ada masalah apa lagi sih?" tanya Meli menyelidik.

Darrel berjalan melewati meja kami di kantin. Ia berjalan sambil terus fokus pada buku teks yang ia bawa.

"Eh, cuy! Kita di sini kali!"  ucap Dito berusaha mendistraksi Darrel. Darrel mengangkat kepalanya yang tertunduk lalu menatap kami. Aku dan Darrel bertatapan sebentar.

"Gue harus ke palang merah. Besok mau ngadain buka bersama sama anak palang merah dari kampus lain. Gue duluan," ucap Darrel langsung melesat pergi tanpa mendengar penjelasan kami dulu.

"Tuh, kan, berarti gak ada alasan lu nolak ajakan gue, Ta. Lagian gue udah bantuin proses lamaran kakak lu," ucap Dito.

"O, jadi lu ngebantunya pamrih?" ucapku tak terima.

"Bukan gitu maksudnya. Ah, cewek ribet banget, sih. Pokoknya besok lu gue jemput, biar chemistry-nya lebih dapet. Bhay, gue mau nyamperin Nadine dulu." Dito segera pindah beberapa meja dari kami, menghampiri Nadine yang sedang duduk sendiri, ditemani beberapa kertas dan alat warna.

Hubunganku dengan Darrel belum baik, ditambah dengan acara jadi pacar pura-pura Dito. Apa hidup tidak bisa lebih buruk lagi? Eh, tapi tunggu. Plis, kalimat yang tadi bukan sebuah tantangan.

***

"Gandeng, dong, Ta," ucap Dito tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menghadapku. Aku mengerem mendadak dan menabrak dada bidang Dito.

"Duh, lu kalo mo berenti bilang-bilang dong. Katanya mau cepet-cepet, udah telat!" protesku.

"Iya, maap pacar pura-puraku. Aku-kamu dong ngomongnya, biar lebih meyakinkan," tambah Dito.

"Ini orang banyak request, ya, kayak artis Hollywood."

Dito berdiri sejajar denganku, menghadap ke depan. Aku memutar bola mataku malas lalu dengan terpaksa menggandeng Dito.

Udah kayak mau nyebrang jalan aja batinku.

Acaranya dihadiri cukup banyak orang. Dilihat dari pakaiannya, mereka pasti orang-orang menengah ke atas semua. Dito menggandengku menuju ke pasangan yang sedang berbahagia itu.

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang