LIMAPULUHEMPAT - TAMALES

20 1 1
                                    

PRANG!

Terdengar bunyi pecahan kaca dari dalam gang.

Entah apa yang ada di dalam pikirannya, Dito langsung berlari ke dalam gang.

"DIT?!"

Sontak kami langsung berlari ke dalam gang mengikuti Dito. Suara keributan, benda-benda yang dibanting semakin terdengar jelas dari arah satu rumah tua di gang itu—bahkan satu-satunya rumah yang menyala lampunya di gang itu.

Dito menepuk-nepuk pundak Steffan. "Stef, bantu gue naik, ngeliat ke jendela!"

Steffan langsung berposisi seperti merangkak sehingga Dito bisa menaiki punggungnya dan mencapai jendela. Dito berhasil meraih jendela itu dan melihat ke dalam.

"MELIII?!!!!"

***

Dito langsung meloncat dari punggung Steffan. Ia memasang kuda-kuda dan selanjutnya menendang pintu rumah itu dengan kaki kanannya.

BRAKHH!

Tangan dan kaki Meli diikat ke kaki ranjang dan lelaki itu beru hendak membuka celananya. Dito melirik ke kanan dan kiri. Tangannya dengan sigap merebut paksa buku setebal batu bata yang Fio peluk. Dalam dua detik, buku ini melayang dan tepat mengenai dahi lelaki itu. Iya langsung jatuh tak sadarkan diri.

Aku, Fio, dan Nadine dengan sigap mengambil beberapa pecahan kaca untuk memotong tali yang mengingat tangan dan kaki Meli. Setelah lepas, Meli langsung memelukku erat sambil menangis keras sekali.

"Ayo, kita bawa Meli keluar dari sini," ucap Dito tegas. Semua menangguk mantap. Aku dan Fio menuntun Meli.

Dari ujung gang terdengar sirine mobil polisi. Selanjutnya beberapa aparat kepolisian langsung menghampiri kami dan lelaki jahanam yang sudah pingsan itu. Aku, Fio, dan Nadine menemani Meli ke rumah sakit sementara Dito dan Steffan tetap di sana, mengurus beberapa hal dengan pihak kepolisian.

Meli masih terisak sambil memelukku. Fio mengenakan jaket miliknya ke bahu Meli. Tangan Meli dingin, pergelangannya luka-luka, wajahnya pucat, pipinya lebam.

***

Meli sudah ditangani dokter dari sekitar satu jam yang lalu. Ia ditemani oleh ayah dan bundanya di dalam. Aku, Fio, dan Nadine menunggu di lorong ruangan.

"Gue gak nyangka, ada makhluk sebuas itu di kampus kita, di deket kita, tapi kita ga sadar. Gue kira kampus kita tempat yang aman, tapi ternyata engga ya," ucapku.

"Jangan sampe kejadian kayak gini keulang lagi. Semoga Meli cepet pulih, ya. Gue merasa bersalah banget, gue kek gak bisa jaga temen gue sendiri," ucap Fio.

"Itulah makanya, kita harus saling jaga," tambah Nadine. "Gue ke kantin di bawah dulu, ya. Lu pada mau nitip apa engga?" tawar Nadine.

"Gue samain aja sama lu, Din," ucapku.

"Okay, Ta. Lu, Fi?"

"Emmmm, samain aja sama lu juga," jawab Fio.

"Okay." Nadine membetulkan tas selempangnya lalu berbalik.

"Eh, Din!" seru Fio.

Nadine menghentikan langkahnya. "Iya, Fi?"

"Titip buat Steffan sama Dito juga, ya," ucap Fio.

"Okay, siap!" ucap Nadine membuat gerakan hormat sambil tersenyum.

"Pantes, ya, si Steffan makin gemuk aja kalo gue liat-liat. Makan, minum, selalu lu ingetin, ya, Fi? Udah kayak emak sama anak," ucapku.

Nada Nadiku 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang