18 : Rumah sakit

20.7K 1.3K 29
                                    

☁☁☁

Selepas nongkrong di cafe bersama Rea, Anna dan Suci. Nala tidak langsung pulang ke rumah, melainkan pergi ke rumah sakit untuk menghampiri sang Ibu yang sudah 2 hari tidak pulang karena jadwal operasi yang padat.

Sambil menenteng 2 bungkus nasi Padang, Nala berjalan menelusuri lorong putih. Sesekali ia menyapa perawat juga pasien yang memang mengenalnya. Nala yang sejak kecil selalu diajak ke rumah sakit oleh sang Ibu, membuat sebagian besar dokter juga perawat mengenal gadis itu.

Langkah Nala terhenti kala melihat sekumpulan lelaki yang berkumpul di beberapa meter di depan sana. Matanya menyipit saat ia menyadari wajah-wajah itu tampak tidak asing di matanya. Perlahan tapi pasti ia kembali melanjutkan langkah riangnya. Dan ternyata benar, para lelaki itu adalah Arsya juga teman-temannya.

Tidak, Nala tidak takut. Ia semakin melangkah cepat mendekati para lelaki itu. Ia bingung ada apa mereka semua berkumpul di sini, pikirnya.

"Kak, woi!" sapanya pada Arsya, bahkan Nala dengan berani menepuk bahu sang empu membuatnya menoleh dan menatap Nala bingung.

"Loh? Nala? Lo kenapa di sini? Lo sakit?" tentu saja pertanyaan beruntun itu bukan dari Arsya, melainkan dari Fino.

"Kakak ngapain kumpul-kumpul di sini? Bukan mau demokan?" tanya balik Nala dengan polos.

Bagaimana pun juga Arsya dan teman-temannya ini pembuat onar. Jadi jangan salahkan Nala jika berpikir seperti itu. Apalagi penampilan mereka yang jauh dari kata rapi dan bersih. Kucel, kumal, dekil juga ada beberapa luka. Sangat memprihatinkan.

Fino menggeleng, lalu kembali menunduk lesu. "Paris di dalem, lagi dioperasi," ucapnya membuat Nala melebarkan mata kaget.

"Kak Paris?! Serius?!!" serunya dan Fino mengangguk lesu.

"Ya ampun," gumam Nala, lalu memperhatikan Fino yang tampak sedih--lebih tepatnya pura-pura sedih.

"Kakak pasti sedih banget, ayo duduk dulu kak," ajak Nala seraya menuntun Fino untuk duduk di bangku yang ada di sana.

Fino senang tentu saja, diam-diam ia menyinggungkan senyum lebar. Dan dalam hati terus berkata agar operasi Paris berjalan lama, agar ia bisa menikmati saat-saat seperti ini bersama Nala--sang pujaan hati.

"Sabar ya kak? Operasi kak Paris pasti berjalan lancar," ucap Nala sambil terus mengusap bahu Fino berusaha menguatkan.

Fino sendiri mengangguk, bahkan kini ia mengusap matanya yang seolah-olah sedang menangis sedih. "Gue gak tau harus gimana La, gak tega banget liat Paris berjuang di dalem sana sendiri. Padahal tadi dia bareng-bareng sama kita," ucap Fino.

"Sabar ya kak," ucap Nala pelan dan Fino mengangguk kecil.

Arsya, Chandra juga beberapa lelaki yang ada di sana berdecak kesal melihat aksi modus Fino. Bisa-bisanya lelaki itu memanfaatkan keadaan yang sedang tegang-tegangnya seperti ini.

Dapis yang memang memperhatikan sejak tadi lantas mendengus keras, menendang tulang kering Fino karena kebetulan lelaki itu duduk lesehan di lantai.

"Modus banget lo bang!" kesal Dapis mewakili perasaan teman-temannya.

"Ih kak, jangan gitu. Aku ngerti kok gimana perasaan kak Fino, pasti sedih banget. Bukan cuma kak Fino tapi kakak-kakak juga pasti sedihkan liat kak Paris di dalem sana? Gapapa, kalo sedih tapi jangan lupa untuk bantu doa juga supaya operasi kak Paris berjalan lancar," nasehat panjang itu keluar begitu saja dari mulut kecil Nala.

Sekitar 7 lelaki yang ada di sana, menatap Nala tidak percaya. Entah memang polos atau kelewat bodoh, Nala tidak sadar bahwa sejak tadi Fino hanyalah modus.

Arsyanendra storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang