47 : Permintaan maaf

17.6K 935 4
                                    

☁☁☁

"Arsya, sekali lagi tante minta maaf ya? Pasti kamu kerepotan sama tingkah laku Nala di sekolah," ucap Nina seraya mengambil lauk dan menaruhnya di piring Arsya.

"Gapapa kok tan, selagi Nala masih bisa buat dibilangin. Saya gak masalah," balas Arsya lalu melirik gadis yang sejak tadi dibicarakan.

"Ini dimakan ya? Maaf cuma segini," ucap Nina lagi membuat Arsya menerima piring berisi nasi sayur dan ayam.

"Ah iya, makasih tan. Saya justru gak enak jadi ikut makan malem di sini."

"Udah gapapa, anggap aja rumah sendiri."

Arsya sendiri hanya tersenyum saja sebagai jawaban, lalu mulai fokus menyantap makanan yang ada di depannya.

Malam ini, ia diajak Nina untuk makan malam bersama. Selain sebagai ucapan terima kasih karena sudah memberi pertolongan pertama pada sang putri. Nina juga senang jika Arsya datang ke rumahnya, entahlah tapi yang jelas melihat Arsya ia jadi tidak terlalu khawatir jika sedang sibuk di rumah sakit dan tak memperhatikan putri kesayangannya itu. Karena ia sangat yakin, jika tidak ada Arsya maka luka yang ada di tangan Nala akan infeksi. Ia paham bagaimana putrinya itu jangankan luka kecil, luka yang cukup besar saja dibiarkan sembuh sendiri. Padahal jika dibiarkan akan menjadi luka yang besar.

"Bibi mana bu?" tanya Nala yang sejak tadi diam.

"Istirahat, bibi gak enak badan. Makanya ibu suruh istirahat aja," jawabnya.

Nala mangut-mangut lalu kembali mengalihkan pandangannya pada Arsya. Ia terus memperhatikan lelaki itu sampai mata hitam itu membalas tatapannya. Dan di sela-sela makannya Arsya tersenyum kecil membuat Nala juga ikut tersenyum.

"Oh iya Arsya, lulus nanti mau lanjut ke mana?" tanya Nina mengganggu acara tatap-tatapan Nala dan Arsya.

"Saya belum pikirin tan," jawab Arsya seadanya.

"Loh kenapa? Kamu tuh ...," dan kembali Arsya juga ibunya asik bercakap ria seolah dirinya tidak ada di sini.

Walau sedikit kesal tapi tak urung bahwa Nala senang melihat keduanya tampak dekat. Nina yang begitu menerima Arsya, juga Arsya yang tidak canggung membuat keduanya terlihat seperti seorang anak dan ibu. Tapi Nala tidak mau seperti itu, maka ia mengubahnya. Arsya dan ibunya terlihat seperti seorang menantu dengan mertua, biarlah pemikiran Nala terlalu jauh tapi memang begitu keadaannya.

Dan jika diingat lagi, Arsya terlihat lebih hangat dan lebih nyaman saat tengah mengobrol dengan ibunya dibanding saat bersama papa kandungnya sendiri. Ia tahu hubungan keduanya tidak baik, tapi bukankah akan lebih canggung dengan orang lain?

Tak terasa, makan malam pun selesai. Baik Nala dan Arsya memilih untuk duduk lesehan di teras rumah Nala. Menikmati angin yang menghembus cukup kencang.

"Dingin?" tanya Arsya sambil menangkup kedua tangan Nala yang terus bergerak.

"Yaudah masuk sana, saya mau pulang," suruh Arsya saat Nala mengangguk kecil.

"Beneran pulangkan?" tanya Nala dan Arsya mengangguk.

"Iya, emang mau ke mana lagi?"

"Tadi siang ... waktu di UKS. Pas kakak lagi telponan aku gak sengaja denger. Malem ini, kakak mau ke mana?" tanya Nala tak bisa menahan pertanyaannya.

Ia kenal Arsya, ia tahu malam ini pasti lelaki itu akan melakukan hal yang ada di pikirannya atau mungkin di pikiran semua orang yang mengenal siapa sosok Arsya. Walau sudah cukup biasa, tetap saja rasa khawatir itu ada membuat Nala tak ingin Arsya pulang malam ini.

Arsyanendra storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang