40 : Makan malam

16.3K 917 1
                                    

☁☁☁

Nala tidak tahu harus bagaimana ia saat ini. Satu sisi ia menyesali keputusannya memaksa Arsya untuk menerima ajakan Hendra--papa lelaki itu. Tapi di sisi lain ia juga tidak enak jika harus menolak ajakan Hendra, bahkan pria itu sudah memohon-mohon pada Arsya.

Canggung, itulah yang terjadi saat ini. Bahkan sudah 20 menit berlalu sejak ia dan Arsya duduk bergabung dengan 2 orang dewasa yang saat ini duduk di hadapan keduanya. Setelah perkenalan singkat tadi, tak ada yang membuka suara. Membuat Nala benar-benar bingung harus apa, apalagi Arsya yang terus mengalihkan pandangannya dengan rahang yang benar-benar mengeras membuat Nala tahu bahwa lelaki itu menahan emosinya.

"Arsya," panggil Hendra tapi Arsya tetap diam.

Urat-urat di lehernya langsung menonjol kala namanya dipanggilnya, sebisa mungkin Arsya tahan emosinya. Ia pernah ada di posisi ini, namun bedanya saat itu ia seorang diri. Tak ada tangan lain yang menggenggam tangannya dan mengusap lembut punggung tangannya. Tak ada orang lain yang menenangkannya hanya dengan gerakan kecil itu. Tapi tetap saja, Arsya tidak mau merasakannya lagi.

"Papa dan tante Sinta sudah menjalin hubungan selama 2 tahun lamanya. Dan papa rasa ini sudah waktu yang pas untuk kami berdua lanjut ke jenjang berikutnya. Namun, kamu ... karena kamu kami harus mengulur-ngulur waktu," jelasnya.

Dengan sekali gerakan Arsya menoleh, apa tadi? Karenanya?

"Salah gue?" tanya Arsya dengan suara yang tertahan.

Tatapan tajam menyorot dingin ke depan, "Ngga gitu maksud papa," elaknya.

"Papa, cuma minta izin kamu. Tante Sinta gak mungkin nikah sama papa kalo kamu gak menginginkannya, Arsya," lanjutnya.

"Yaudah gak usah nikah, ribet!"

"Kak," tegur Nala saat Arsya mulai meninggikan suaranya.

Arsya terkekeh pelan, "Ada atau ngganya izin dari gue. Gue yakin lo bakal tetep nikah tanpa peduliin gue. Dan akhirnya gue cuma jadi orang asing, lagi. Orang asing yang ada di tengah-tengah keluarga baru nyokap bokap gue sendiri. Karena sampai akhir pun gue akan tetap sendiri, tanpa orangtua karena orangtua gue udah gak ada sejak lama!" balas Arsya membuat Hendra sedikit emosi.

"Arsya!" serunya.

"Kenapa benarkan?" tanya Arsya dan Hendra hanya menghela nafasnya pelan.

"Papa tahu papa salah karena terlalu sibuk bekerja. Tapi semua papa lakukan juga untuk kamu, nak," ucapnya sendu.

"Untuk gue? Apa? Uang dua puluh lima juta perbulan? Gue gak butuh," jawab Arsya langsung dengan dingin.

"Ayo pulang!" ajaknya ada Nala.

"Kak," panggil Nala, tidak mungkin ia mengikuti Arsya sedangkan kedua orang dewasa itu terus menatapnya meminta Nala untuk menahan Arsya sedikit lebih lama.

"Pulang atau saya tinggal?" ancam Arsya membuat Nala terdiam.

Ia mengenali Arsya, lelaki itu tidak pernah main-main dengan ucapannya. Tapi apa Arsya akan tega meninggalkannya? Pikir Nala.

"Arsya," suara lembut itu membuat Arsya mendengus kesal.

"Saya tahu, sulit untuk kamu menerima saya. Kalo memang kamu ingin papamu untuk tidak menikah lagi, saya gapapa. Asalkan kamu dan papamu kembali bersama, tidak seperti sekarang," jelasnya.

"Sinta," ucap Hendra dengan lirih, tapi wanita cantik itu hanya menggeleng kecil.

"Mas aku gak bisa, kalo Arsya gak mau aku gak mungkin maksa kehendak kita untuk bersama. Gimana pun juga kebahagiaan Arsya tetap harus diutamakan, jika dengan kita menikah membuat Arsya semakin menderita. Aku tidak mau, sudah cukup penderitaan Arsya selama ini. Luangkan waktumu untuk Arsya dan nikmati waktu kalian berdua," jelasnya membuat Hendra menggeleng kecil.

Arsyanendra storyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang